BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Psikologi pendidikan adalah studi tentang bagaimana manusia belajar dalam setting pendidikan, efektivitas intervensi
pendidikan, psikologi pengajaran, dan psikologi sosial sekolah sebagai
organisasi. Psikologi pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan
berkembang, sering fokus pada subkelompok seperti anak-anak berbakat dan mereka
tunduk pada cacat tertentu. Peneliti dan ahli teori yang
cenderung diidentifikasi di Amerika Serikat dan Kanada sebagai psikolog pendidikan,
sementara praktisi di sekolah atau sekolah yang terkait dengan pengaturan yang
diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Namun
perbedaan ini tidak dibuat di Inggris, di mana istilah generik untuk praktisi
adalah "psikolog pendidikan".
Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan
psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis psikologi akan membantu para pendidik
memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita
dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.
Oleh karena itu kami membuat makalah ini untuk memberikan pandangan
tentang landasan psikologi pendidikan dan mencegah terjadinya beban psikologi
pada peserta didik serta dapat
melakukan pendekatan secara baik antara pendidik dan peserta didik.
1.2 Rumusan masalah
Dari latar belakan diatas dapat dirumuskan
beberapa masalah yang kami bahas. Diantaranya adalah:
1.
Bagaimana pendapat para ahli tentang teori psikologi?
2.
Apakah arti psikologi pendidikan?
3.
Apa saja bentuk psikologi dalam pendidikan?
4.
Apa kontribusi landasan psikologi pendidikan dalam proses
belajar?
1.3
Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk
memahami tentang landasan psilokogi pendidikan. Tujuan khususnya antara lain:
1.
Memahami pendapat para ahli tentang teori psikologi.
2.
Mengetahui pengertian psikologi pendidikan.
3.
Mengetahui bentuk – bentuk psikologi pendidikan.
4.
Mengetahui macam – macam kontribusi landasan psikologi
pendidikandalam proses belajar.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori psikologi menurut para ahli
1.
Aliran psikologi tingkah laku
A.
Teori Pengaitan dari Edward L. Thorndike
Berdasarkan hasil
percobaannnya di Laboratorium yang menggunakan beberapa jenis hewan, ia
mengemukakan suatu teori belajar yang dikenal dengan teori “pengaitan”
(connectionism). Teori tersebut menyatakan belajar pada hewan dan manusia pada
dasrnya berlangsung menurut prinsip yang sam taitu, belajar merupakan
peristiwa terbentuknya ikatan (asosiasi) antara peristiwa-peristiwa yang
disebut stimulus (S) dengan respon (R) yang diberikan atas stimulus
tersebut. (Orton, 1991:39; Resnick dan Ford, 1981:13).
Selanjutnya Thorndike (dalam Orton,
1991:39-40; Resnick dan Ford, 1981:13; Hudojo, 1991:15-16) mengemukakan bahwa,
terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hkum-hukum
berikut. (1) Hukum Kesiapan (law of readiness), (2) Hukum Latihan (law of
exercise), (3) hukum Akibat (law of effect).
B. Teori Penguatan B.F. Skinner
Skinner mengembangkan tori belajarnya juga
dari hasil percobaan dengan menggunakan hewan. Dari percobaannya, Skinner
menyimpulkan bahwa kita dapat membentuk tingkah laku manusia melalui pengaturan
kondisi lingkungan (operant conditioning) dan penguatan.
Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan
negative. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila penyajiannya mengiringi
suatu tingkah laku siswa yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku itu, dalam hal ini berarti tingkah laku tersebut
diperkuat. Sedangkan penguatan negatif adalah stimulus yang
dihilangkan/dihapuskan Karena cenderung menguatkan tingkah laku.
C. Teori Hirarki Belajar dari Robert M. Gagne
Menurut
Orton (1990:39), Gagne merupakan tokoh Behaviorism gaya baru (modern
neobehaviourist). Dalam mengembangkan teorinya, Gagne memperhatikan objek-objek
dalam mempelajari matematika yang terdiri dari objek langsung dan tidak
langsung. Objek langsung adalah: fakta, keterampilan, konsep dan prinsip,
sedangkan objek tak langsung adalah: transfer belajar, kemampuan menyelidiki,
kemampuan memecahkan masalah, disiplin diri, dan bersikap positif terhadap
matematika.
Gagne berpandangan bahwa belajar
merupakan perubahan tingkah laku yang kegiatan belajarnya mengikuti suatu
hirarki kemampuan yang dapat diobservasi dan diukur. Oleh karena itu teori
belajar yang dikemukakan oleh Gagne dikenal dengan “ teori hirarki belajar”
Gagne membagi belajar dalam delapan tipe
secara berurtan, yaitu: belajar sinyal (isyarat), stimulus-respon, rangkaian
gerak, rangkaian verbal, memperbedakan, pembentukan konsep, dan pemecahan
masalah.Gagne berpendapat bahwa proses belajar pada setiap tipe belajar
tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan yaitu tahap: pemahaman,
penguasaan, ingatan, dan pengungkapan kembali.
Untuk menerapkan teori hirarki belajar Gagne
ini pada pembelajaran matematika perlu diterjemahkan secara operasional yaitu:
(1) untuk mengajarkan suatu topic matematika guru perlu: (a) memperhatikan
kemampuan prasyarat yang diperlukan untuk mempelajari topic tersebut, (b)
menyusun dan mendaftar langkah-langkah kegiatan belajar serta membedakan
karakteristik belajar yang tersusun secara hirarkis yang dapat didemonstrasikan
oleh peserta didik sehingga guru dapat mengamati dan mengukurnya. (2)
guru dapat memilih tipe belajar tertentu yang dianggap sesuai untuk belajar
topic matematika yang akan diajarkan.
Perkembangan kemampuan
belajar menurut Gagne (McNeil,1977)
- Multideskriminasi, yaitu belajar membedakan stimuli yang mirip, misalnya huruf b dan d.
- Belajar konsep, yaitu belajar membuat respon sederhana, seperti huruf hidup, hurup mati, dsb.
3.
Belajar Prinsip, yaitu mempelajari
prinsip-prinsip atau aturan-aturan konsep.
2. Aliran psikologi kognitif
A. Teori
Perkembangan Intelektual Jean Piaget
Piaget
adalah ahli psikologi Swiss yang latar belakang pendidikan formalnya adalah
falsafah dan biologi. Piaget mengemukakan Teori Perkembangan
Intelektual (kognitif)
Menurut Piaget ada empat tingkat
perkembangan Intelektual. (Mulyani 1988, Nana Syaodih, 1988, dan Callahan,
1983):
1. Periode
Sensorimotor pada umur 0 – 2 tahun
2. Periode
Praoperasional pada umur 2 – 7 tahun
3. Periode operasi konkret pada umur 7 –
11 tahun
4. Periode operasi formal pada umur 11 –
15 tahun
B. Teori
Belajar dari Jerome Bruner
Perkembangan mental anak menurut Bruner (Toeti
Soekamto, 1994) ada tiga tahap, yaitu:
1.Tahap Enaktif, anak melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan
2. Tahap Ikonik, anak
memahami dunia melalui gambaran-gambaran dan
visualisasi verbal.
3.Tahap simbolik,anak telah
memilikigagasan abstrak yang banyak dipengaruhi oleh bahasa dan logika.
Berdasarkan hasil
observasi dan eksperimennya mengenai kegiatan belajar-mengajar matematika
Bruner merumuskan empat teori umum tentang belajar matematika yaitu:
1. Teorema penyusunan
(contruction theorem)
2. Teorema pelambangan
(notation theorem)
3. Teorema pembedaan dan
keaneka ragaman ( contrast and variation theorem)
4. Teorema pengaitan
(connectivity theorem)
Teori-teori Psikologi telah banyak
membantu membentuk Landasan Pendidikan didalamnya anak dapat belajar dengan
efektif. Landasan psikologis sangat
penting karena manusia memiliki karakter yang berbeda-beda, sehinggap
membutuhkan teori yang berbeda-beda untuk diaplikasikan dalam kasus-kasus
pendidikan. Mengingat dekatnya hubungan
teori-teori tersebut dengan pendidikan, maka guru-guru modern patut
mempelajarinya dan mengaplikasikannya dalam kelas.
2.2
Pengertian landasan psikologi pendidikan
Untuk memahami karakteristik peserta didik dalam masa kanak-kanak,
remaja, dewasa, dan usia tua, psikologi pendidikan mengembangkan dan menerapkan
teori-teori pembangunan manusia. Sering digambarkan sebagai tahap di mana
orang lulus saat jatuh tempo, teori-teori perkembangan menggambarkan perubahan
kemampuan mental (kognisi), peran sosial, penalaran moral, dan keyakinan
tentang hakikat pengetahuan.
Menurut Pidarta (2007:194)
Psikologi atau ilmu jiwa adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia. Jiwa itu
sendiri adalah roh dalam keadaan mengendalikan jasmani, yang dapat dipengaruhi
olaeh alam sekitar. Jiwa manusia berkembang sejajar
dengan pertumbuhan jasmani. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan
manusia, sehingga landasan psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam
proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada
setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia
sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan
proses pendidikan.
2.3 Bentuk psikologis
pendidikan
A. Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori
atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud
adalah (Nana Syaodih, 1989).
1.
Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu
berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri
khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2.
Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang
individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas
dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki
kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis
kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3.
Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha
melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan
individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga
pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan.
Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat
khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor
yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang
bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun
tahap-tahap perkembangan anak, misalnya pentahapan Piaget, Koglberg, dan
Erikson.
Psikologi
perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap
yaitu :
1)Masa
bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)Masa
anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti hidup manusia primitif.
3)Masa
pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan
untuk berpetualang.
4)Masa
adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati,
dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.
B. Psikologi Belajar
Menurut
Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen
sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau
kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu
mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara
psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi
ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk
mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku Kedua,
perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.
Dari
pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai
perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai Proses belajar, sedangkan perubahan
tingkah laku itu sendiri dipandang sebagai Hasil
belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua
hal yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Para
ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia
sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip
belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan Teori Belajar.
1.
Teori belajar klasik masih tetap dapat
dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal
(Disiplin Mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah
terutama pendidikan seumur hidup.
2.
Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam
mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi,
tidak berkelahi dan sebagainya.
3.
Teori-teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari
materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah
dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
C. Psikologi Sosial
Menurut
Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi
seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan ciri-ciri psikologi dengan
ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar
individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan
kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1.
Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah
mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan
orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
2.
Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang
itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah
didengar.
3.
Latar belakang situasi. Kedua data di atas
kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga
data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia
pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan
memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan
aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk
bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya
kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan
senang hati belajar di sekolah.
Menurut
Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi
belajar adalah.
1.
Minat dan kebutuhan individu.
2.
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3.
Harapan sukses.
2.4 Kontribusi psikologi pendidikan dalam proses
belajar
1.
Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan
kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku
dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang
mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian
terhadap bagaimana in put, proses dan out pendidikan dapat berjalan dengan
tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia
merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam
pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh
setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap,
motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristikindividulainnya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metodepenyampaiannya.
Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya, baik dalam hal subject matter maupun metodepenyampaiannya.
Secara khusus, dalam konteks pendidikan di Indonesia saat ini,
kurikulum yang dikembangkan saat ini adalah kurikulum berbasis kompetensi, yang
pada intinya menekankan pada upaya pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
Kebiasaan berfikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus memungkinkan
seseorang menjadi kompeten, dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dengan demikian dalam pengembangan kurikulum berbasis kompetensi,
kajian psikologis terutama berkenaan dengan aspek-aspek: (1) kemampuan siswa
melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) pengalaman belajar siswa; (3)
hasil belajar (learning outcomes), dan (4) standarisasi kemampuan siswa
2.
Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian psikologi pendidikan
telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Kita
mengenal adanya sejumlah teori dalam pembelajaran, seperti : teori classical
conditioning, connectionism, operant conditioning, gestalt, teori daya, teori
kognitif dan teori-teori pembelajaran lainnya. Terlepas dari kontroversi yang
menyertai kelemahan dari masing masing teori tersebut, pada kenyataannya
teori-teori tersebut telah memberikan sumbangan yang signifikan dalam proses
pembelajaran.
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
Di samping itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1) Agar seorang benar-benar belajar, ia harus
mempunyai suatu tujuan
2) Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan
dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
3) Orang itu harus bersedia mengalami
bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang
berharga baginya.
4) Belajar itu harus terbukti dari perubahan
kelakuannya.
5) Selain tujuan pokok yang hendak dicapai,
diperolehnya pula hasil sambilan.
6) Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat
atau melakukan.
7) Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak
hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan
sebagainya.
8) Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan
dari orang lain.
9) Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang
dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta
lepas secara verbalistis.
10) Disamping mengejar tujuan belajar yang
sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11) Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu
memberi sukses yang menyenangkan.
12) Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus
didahului oleh pemahaman.
13) Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan
hasrat untuk belajar.
3.
Kontribusi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian
Penilaiain pendidikan merupakan salah satu
aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan
pendidikan. Melaui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku
apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan
atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis
telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki
oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes
psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian
individu lainnya.Kita mengenal sejumlah tes psikologis yang saat ini masih
banyak digunakan untuk mengukur potensi seorang individu, seperti Multiple
Aptitude Test (MAT), Differensial Aptitude Tes (DAT), EPPS dan alat ukur
lainnya.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.
Oleh karena itu, betapa pentingnya penguasaan psikologi pendidikan bagi
kalangan guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya.
Keadaan anak yang tadinya belum
dewasa hingga menjadi dewasa berarti mengalami perubahan,karena dibimbing, dan
kegiatan bimbingan merupakan usaha atau kegiatan berinteraksi antara
pendidik,anak didik dan lingkungan.
Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Perubahan tersebut adalah merupakan gejala yang timbul secara psikologis. Di dalam hubungan inilah kiranya pendidik harus mampu memahami perubahan yang terjadi pada diri individu, baik perkembangan maupun pertumbuhannya. Atas dasar itu pula pendidik perlu memahami landasan pendidikan dari sudut psikologis.
Dengan demikian, psikologi adalah salah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, landasan psikologis
pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas
berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala
yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia
perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan
tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.
Bentuk-bentuk landasan psikologi pendidikan mencakup, Psikologis Perkembangan,belajar, sosial. Dalam
perkembangannya landasan psikologis pendidikan memiliki per anan sebagai perkembangan kurikulum dalam sistem
pembelajaran dan penilaian.
3.2 Saran
Saran yang dapat kami berikan kepada pembaca adalah
sebagai berikut:
1. Pendidik diwajibkan menerapkan nilai-nilai landasan
psikologis pendidikan dalam proses belajar mengajar.
2. Pendidik lebih memperhatikan landasan psikologi
pendidikan yang sesuai dengan peserta didik.
Dengan begitu maka perkempangan peserta didik
diharapkan berkembang secara optimal dan mengarah ke arah yang ditujukan.
Daftar pustaka
Sudrajat, A. 2002. Kontribusi Psikologi Pendidikan, (online), (file:///H:/Kontribusi%C2%A0Psikologi%C2%A0terhadap%C2%A0Pendidikan%20_%20AKHMAD%20SUDRAJAT%20%20TENTANG%20PENDIDIKAN.html)
diakses 18 Oktober 2011.
Wikipedia. (file:///H:/beberapa-landasan-pendidikan.xhtml.html)
diakses 18 Oktober 2011.
Lela, AB. 2001.
Landasan Psikologi. (online). (file:///H:/TUGAS%205%20%20BAB%206.%20LANDASAN%20PSIKOLOGI%20%C2%AB%20Lela68%E2%80%B2s%20Blog.html)
diakses 17 Oktober 2011.