Abstrak
Total Quality
Management
(TQM) merupakan filosofi dan praktik manajemen terbaik (best management practices) yang dapat membantu pengelolaan
organisasi agar lebih efektif dalam upaya peningkatan mutu dan kinerja perusahaan.
Karena itu, TQM juga dianggap sebagai salah satu kunci sukses dalam upaya
memasuki pasar global bagi perusahaan/organisasi bisnis di era global. ISO 9000
merupakan suatu kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses, bukan
standar produk. ISO 9000 merupakan fondasi dari TQM, atau sebuah kerangka kerja
dimana TQM bisa dikembangkan. Karena itu, manfaat yang bisa didapatkan setiap
organisasi dengan mengadopsi ISO 9000 adalah sebagai mekanisme kontrol untuk
membantu kesuksesan transisi dari ISO 9000 ke praktik TQM yang lebih baik.
Keduanya dapat diadopsi secara parsial maupun secara simultan, karena baik TQM
maupun ISO 9000 dapat berjalan sendiri-sendiri atau dapat juga saling
melengkapi dalam mendorong usaha pencapaian kinerja bisnis yang lebih baik.
Kata kunci: Total quality
management (TQM), ISO 9000, Kinerja perusahaan
I.
Pendahuluan
Total
Quality Management (TQM) merupakan filosofi dan praktik manajemen
terbaik yang dapat membantu para manajer dalam mengelola organisasi/perusahaan agar
efektivitas operasi dan kinerja perusahaan lebih meningkat. Karena itu, tingkat
kesadaran terhadap Total Quality
Management (TQM) telah meningkat dan tumbuh menjadi bidang penelitian yang well-established. Adanya Quality Award
models seperti the European Quality Award
di Eropa; the Deming Prize di
Japan dan the Malcolm Baldrige National
Quality Award/MBNQA di USA, menyediakan benchmark
framework bagi perusahaan untuk
menilai metode manajemen mutu, penyebaran metode ini, dan pengaruhnya pada organisasi
bisnis (Krajewski et al., 2010).
Meningkatnya kompetisi global yang didukung oleh regulasi yang pro bisnis, telah memotivasi setiap organisasi untuk mengadopsi Total Quality Management
(TQM) sebagai strategi dalam memenuhi persyaratan pelanggan. TQM telah dipandang sebagai filosofi manajemen dalam
mencapai
keunggulan perusahaan dalam semua aspek bisnis melalui
perbaikan secara terus menerus pada
organisasi secara luas. Karena
itu, TQM diyakini memberikan
kontribusi terhadap daya saing,
dan kinerja organisasi (Chase
et al., 2005).
Pertumbuhan volume perdagangan internasional yang
semakin tajam dan ekspektasi
pelanggan yang lebih tinggi terhadap kualitas produk
perusahaan, juga telah mendorong pada peningkatan kualitas produk di pasar internasional, khususnya melalui sertifikasi
ISO 9000. Pada awalnya ISO 9000 merupakan
serangkaian standar jaminan kualitas
yang telah dikembangkan oleh International Organization for Standardization di
Geneva, Swiss. Ada standar yang berbeda dalam ISO 9000, seperti ISO 9001, 9002, 9003 dan ISO 9004. Di antara standar yang berbeda, ISO 9001 adalah
yang paling komprehensif. Sehingga perusahaan
mengeluarkan
upaya dan biaya yang lebih untuk mendapat akreditasi tersebut (Han et al., 2007).
Di Amerika Serikat, banyak perusahaan
dan lembaga pemerintah misalnya, AT &T, Departemen Pertahanan, dan
NASA telah mengadopsi ISO 9000 sebagai suatu persyaratan standar bagi kinerja mutu outputnya. Tuntutan untuk sertifikasi ISO 9000 dengan
cepat meningkat, karena lebih dari 100 negara kini mengakui ISO 9000 series (Chase et al., 2005). Saat ini, lebih dari 400.000 perusahaan telah terdaftar di seluruh dunia dengan
standar ISO 9000. Sertifikasi tersebut mensyaratkan adanya jaminan
kualitas yang tepat rencana, program,
dokumentasi, dan prosedur (Dale, 2003).
II.
Telaah Literatur
a.
Total
Quality Management (TQM)
Perkembangan
konsep kualitas yang mengarah pada pendekatan manajemen kualitas dideskripsikan
menjadi 4 (empat) tahap menurut Dale (2003) sebagai berikut:
1)
Inspeksi kualitas;
manajemen kualitas dimulai dengan pendekatan metode inspeksi yang
bergerak dalam fungsi proses sebagai bagian dari sistem pengukuran dan
pengujian yang dihubungkan dan dibandingkan dengan kebutuhan yang
terspesifikasi. Sistem tersebut dalam proses
jasa atau manufaktur berperan penting disaat produk telah mencapai tahap akhir
proses, dan nilai kualitas baru ditentukan setelah suatu produk telah pada
tahap akhir proses. Konsep inspeksi kualitas tidak berhubungan secara langsung
dengan konsumen, pemasok dan distributor;
2)
Kendali mutu (quality control);
bersifat pengujian produk dan aktivitas dokumentasi dari spesifikasi kualitas
produk dengan sasaran untuk mendapatkan verifikasi derajat kualitas proses dan
produk yang terbaik dan sekaligus untuk mereduksi adanya cacat produk/proses
yang terjadi. Sasaran utama pada kontrol kualitas adalah dapat dibangunnya
suatu mekanisme mode preventif di dalam segenap aktivitas proses. Selain itu
sasaran kendali kualitas juga mengarah pada terbentuknya suatu mekanisme
otomasi pengendalian kualitas produk dan sistem dalam operasional proses;
3)
Jaminan kualitas (quality
assurance); adalah merupakan fase perubahan pendekatan konsep kualitas dari
aspek kualitas produk ke arah aspek kualitas sistem. Dalam fungsi jaminan
kualitas suatu organisasi bisnis memiliki peranan yang sangat penting dalam
mendesain dan mengendalikan mekanisme proses. Peranan fungsi desain menjadi
sangat penting terutama dalam desain mode preventif, desain prosedur, desain
instruksi kerja, desain standar kualitas, desain audit kualitas dan lain-lain;
4)
Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality
Management); adalah level tertinggi dalam aspek inisiatif kualitas yang
lebih banyak memanfaatkan aplikasi-aplikasi atau perangkat kerja kualitas dan
prinsip-prinsip manajemen dalam segenap aktivitas proses bisnis, termasuk di
dalamnya adalah penyusunan dan penetapan visi dan misi organisasi bisnis, fokus
pada kebutuhan, keinginan dan ekspektasi konsumen (internal maupun eksternal).
Inisiatif manajemen mutu terpadu tidak hanya berorientasi pada kualitas produk
saja, tetapi juga berorientasi pada seluruh aspek kualitas disegenap aktivitas
organisasi bisnis yang di dalamnya mencakup aspek pemasaran, aspek finansial,
aspek personil dan fungsi-fungsi non-manufaktur lainnya
Secara konseptual TQM
dianggap sebagai filosofi manajemen yang dapat dikategorikan melalui
dimensi-dimensi dan teknik-tekniknya. Dimensi-dimensi TQM adalah : (1) continous improvement, (2) teamwork, (3) customer focus. Dimensi-dimensi tersebut didukung oleh aturan
teknik yang luas (Heizer dan Render, 2004). Chase et
al. (2005) menyatakan bahwa TQM adalah kegiatan mengelola organisasi
sebagai sebuah keseluruhan sehingga semua dimensi produk dan jasa yang
dipandang penting oleh pelanggan menjadi unggul atau istimewa (managing the entire organization so that it excels
on all dimensions of products and services that are important to the customer).
British Quality Association
(BQA) mengembangkan 3 (tiga) alternatif mengenai definisi dari Total Quality Managent (Wilson and
Collier, 2000). Pertama, Total Quality Managent
(TQM) versi BQA disebut dengan “soft”,
yaitu; karakteristik kuantitatif yang terdiri dari; orientasi pada konsumen,
budaya kerja yang unggul, mengeliminasi batasan-batasan kerja, bekerja secara
tim dan partisipasi penuh oleh segenap tenaga kerja. Dalam perspektif tersebut,
manajemen mutu terpadu terlihat konsisten dengan gaya manajemen terbuka,
responsive, dan otonomi sektoral. Kedua,
adalah “hard”; yaitu penekanan pada
aspek-aspek produktivitas, seperti misalnya; pengukuran dan pengendalian kerja
tersismematika, penetapan standar kinerja dengan menggunakan prosedur dan
metode statistika mutu. Dalam perspektif
tersebut Total Quality Managent (TQM)
terlihat konsisten dengan gaya manajemen tertutup yang lebih pada sedikit
keterlibatan dari tenaga kerja. Ketiga,
adalah gabungan dari “soft” dan “hard” yang mengkomparasikan tiga
kondisi, yaitu; obsesi pada permasalahan kualitas, penggunaan metode ilmiah
dalam pencapaian kualitas dan keterlibatan penuh dari segenap tenaga kerja
dalam aktivitas proses.
Menurut Hasibuan (2001) pengendalian mutu terpadu (PMT=TQM) adalah suatu sistem manajemen yang melibatkan semua
tingkatan karyawan melalu pelaksanaan konsep quality control dan metode statistik untuk memuaskan langganan dan
karyawan. Kemudian Feigenbaum dalam Tjiptono dan
Diana (2003)
mendefinisikan TQM atau pengendalian mutu terpadu sebagai suatu sistem yang
efektif untuk memadukan pengembagan mutu, dan upaya perbaikan mutu berbagai
kelompok dalam sebuah organisasi agar pemasaran, kerekayasaan, produksi dan
jasa dapat berada pada tingkatan yang paling ekonomis agar pelanggan mendapat
kepuasan penuh.
Konsep pengendalian mutu terpadu (TQM) berasal dari sistem manajemen perusahaan Jepang yang
secara empiris telah memberikan peranan yang cukup besar terhadap usaha
peningkatan kualitas produk maupun jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Perbedaannya dengan pengendalian mutu biasa cukup jelas, seperti yang
diungkapkan oleh Chase et al. (2005) bhawa pada pengendalian kualitas biasa, titik beratnya adalah
pada produk, sehingga pengendalian kualitas ini akan dianggap baik apabila
kualitas produk perusahaan sudah sesuai sebagaimana yang telah direncanakan
sebelumnya. Sedangkan di dalam pengendalian kualitas total, obyek pengawasannya
bukan hanya terhadap produk perusahaan saja, melainkan terhadap seluruh aspek
yang ada dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian, maka pengedalian kualitas
ini akan ditujukan kepada semua keluaran (output)
di dalam perusahaan tersebut, sehingga bagian pemasaran akan berusaha untuk
meningkatkan pemasarannya, bagian pelayanan purna jual, bagian gudang juga akan
berusaha meningkatkan kualitas penyimpanan dan lain sebagainya
(Krajewski et al., 2010).
Pengembangan
sistem dan metode kendali mutu pada dasarnya adalah bertujuan untuk
meningkatkan daya saing untuk meningkatkan profitabilitas jangka panjang. Manajemen
mutu terpadu (Total Quality management)
adalah salah satu kunci sukses dalam upaya memasuki pasar global bagi
perusahaan/organisasi bisnis. Untuk mencapai keberhasilan tersebut,
implementasi manajemen mutu terpadu dapat dilakukan berdasar 3 (tiga) elemen
sebagai berikut:
1)
Fokus pada konsumen; bahwa segenap
kinerja proses ditujukan pada apa yang menjadi kebutuhan, keinginan dan
ekspektasi konsumen. Konsumen adalah pihak/seseorang yang membayar untuk suatu
produk/jasa pelayanan (konsumen eksternal), atau pihak selanjutnya dalam satu
rantai proses (konsumen internal) dalam satu aktivitas bisnis.
2)
Partisipasi menyeluruh; dalam organisasi
kerja tradisional, para pekerja mengharapkan untuk dipahami dan dinilai apa
yang menjadi kontribusi dan kepuasan kerjanya. Begitu halnya dengan para
manajer, supervisor, teknisi dan pekerja operasional. Konsep dari total
partisipasi mengkaitkan antara sumberdaya manusia dengan target mutu proses
dari apa yang menjadi tugas dan tanggungjawabnya, dan sebagian lagi bertanggung
jawab atas terwujudnya pencapaian produktivitas yang tinggi dan peningkatan
nilai mutu produk atau proses.
3)
Perbaikan berkesinambungan; bahwa
standar kinerja adalah untuk mencapai derajat kesempurnaan. Crosby dalam Heizer dan Render (2004) menggambarkan kinerja sebagai bentuk "zero defect
(tanpa cacat)". Pandangan tersebut juga diasumsikan sebagai metode
peningkatan secara bertahap (incremental) maupun melalui
terobosan-terobosan (breakthrough). Ketika peningkatan telah tercapai,
maka suatu mekanisme standar proses, pengendalian dan pemantauan (monitoring)
harus dibangun. Hal tersebut dimaksudkan agar stabilitas dari peningkatan
kualitas proses/produk/jasa tetap terjaga (Krawjeski et al., 2010).
Dalam praktiknya, TQM
terdiri dari berbagai elemen/dimensi. Powell (1995) mengidentifikasi
elemen-elemen sebagai TQM’s framework, yaitu : (1) executive commitment, (2) adopting
the philosophy, (3) closer to
consumenrs, (4) closer to supplier,
(5) bencmarking, (6) training, (7) open organization, (8) employee
empowerment, (9) zero-defect
mentality, (10) flexible
manufacturing, (11) process
improvement, dan (12) measurement.
Sementara itu, Zhang
(2000) mengidentifikasi sebelas praktik
TQM yang menjadi dasar best-established and recoqnized framework untuk
peningkatan kualitas dalam konteks perusahaan-perusahaan di China, yaitu : (1) leadership, (2) supplier
quality management, (3) vision and
plan statement, (4) evaluation, (5) process
control and improvement, (6) product
design, (7) quality system
improvement, (8) employee
participation, (9) recognition and reward, (10) education and training, and (11) customer
focus.
TQM mempunyai fokus pada peningkatan efektivitas
organisasi dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan. Dengan demikian, aplikasi praktik TQM dalam perusahaan
mampu mendorong keunggulan
organisasi dan kepuasan pelanggan. Meningkatnya daya saing perusahaan pada gilirannya akan mengarah pada meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan, baik
dalam ukuran keuangan maupun non keuangan.
Beberapa penelitian
tentang pengaruh praktik-praktik TQM terhadap kinerja manajemen mutu juga telah
banyak dilakukan. Flynn et al. (1995) mengatakan bahwa praktik-praktik
manajemen mutu merupakan input dan merepresentasikan kinerja manajemen mutu
dari output. Praktik-praktik (statiscal control and feedback, product design
process, process flow management,
and top management support) telah
ditemukan berkorelasi positif terhadap kinerja manajemen mutu .
Samson and Terziovki
(1999) menguji hubungan antara praktik-praktik TQM dan kinerja operasional di
perusahaan manufaktur Australia dan New Zeland. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa hubungan antara praktik-praktik TQM dan kinerja operasional (seperti quality performance, operational performance and business
performance) adalah signifikan. Demensi-demensi leadership,
management of people, customer focus merupakan prediktor yang
signifikan terhadap kinerja operasional.
b. International Organization for Standardization (ISO 9000)
Secara historis, ISO adalah sebuah organisasi intenasional yang terdiri dari 130
negara yang berkedudukan di Jenewa, Swiss. ISO adalah organisasi bukan pemerintah (NGO) yang didirikan pada
tahun 1947. Terminologi ISO
adalah bukan singkatan dari The Internasional Organization for Standardization.
ISO adalah sebuah kata yang
berasal dari bahasa Yunani yang berarti
sama, seperti terminologi lainnya misalnya Isoterm berarti suhu
yang sama, Isometric
berarti dimensi yang sama, dan Isobar berarti tekanan yang sama (Vloeberghs dan Bellens, 1996). Sampai saat ini ISO 9000 memiliki 4 (empat) edisi yaitu ISO 9000 series edisi
1994, 2000, 2005 dan 2008 (BSN, 2009)
Di
Indonesia, ISO 9000 Series diadopsi secara identik oleh Badan Standardisasi
Nasional (BSN) menjadi Kelompok Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-9000 yaitu
dengan cara menerjemahkan seluruh materi dalam dokumen standar ISO 9000 Series
ke dalam bahasa Indonesia. Penerjemahan ini diupayakan mempertahankan substansi
panduan sebagaimana aslinya dalam Bahasa Inggris. Tujuan dari adopsi ini adalah
untuk memenuhi keinginan masyarakat standardisasi di Indonesia dalam
menyediakan dokumen SNI yang selalu selaras dengan standar Intenasional yang
berkaitan.
Pada
periode tahun 2001-2005, BSN mengadopsi ISO 9000 Series menjadi:
(1) SNI 19-9000-2001, Sistem manajemen mutu – Dasar-dasar dan kosakata, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9000:2000. (2) SNI 19-9001-2001, Sistem manajemen mutu – Persyaratan, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9001:2001. (3) SNI 19-9004-2001, Sistem manajemen mutu – Panduan untuk perbaikan kinerja, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9004:2000. (4) SNI 19-19011-2005, Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 19011:2002.
(1) SNI 19-9000-2001, Sistem manajemen mutu – Dasar-dasar dan kosakata, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9000:2000. (2) SNI 19-9001-2001, Sistem manajemen mutu – Persyaratan, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9001:2001. (3) SNI 19-9004-2001, Sistem manajemen mutu – Panduan untuk perbaikan kinerja, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 9004:2000. (4) SNI 19-19011-2005, Panduan audit sistem manajemen mutu dan/atau lingkungan, yang merupakan adopsi identik terhadap ISO 19011:2002.
Terkait
dengan terbitnya ISO 9000 versi 2005, BSN tidak melakukan adopsi terhadap
standar tersebut dengan pertimbangan bahwa substansi ISO 9000:2005 tidak jauh
berbeda dengan standar versi sebelumnya (ISO 9000:2000). Sedangkan dengan
terbitnya ISO 9001 versi 2008, meskipun tidak muncul persyaratan baru, namun
BSN tetap merasa perlu mengadopsinya menjadi SNI, mengingat hal ini terkait
dengan sertifikasi SMM. BSN telah mengadopsi ISO 9001:2008 menjadi SNI
19-9000-2009 namun tetap dalam Bahasa Inggris dengan pertimbangan tidak ada
perubahan yang signifikan pada versi 2008 (BSN, 2009).
ISO 9000 merupakan langkah pertama suatu organisasi untuk menuju kualitas total. Perusahaan di
dunia dikenal bahwa produknya berkualitas karena telah memiliki
sertifikasi ISO
9000. Perusahaan
yang telah memperoleh sertifikat ISO 9000
memperoleh manfaat-manfaat antara lain: meningkatkan kepuasan pelanggan,
menurunkan biaya, meningkatkan efisiensi, dan produktivitas. ISO 9000 memberikan dampak positif
bagi pendapatan perusahaan melalui peningkatan nilai penjualan produk yang
berkualitas dan memiliki harga yang kompetitif (BSN, 2009).
Banyak perusahaan yang
sudah menerapkan ISO 9000 namun
masih menunjukkan kinerja internal dan eksternal yang tidak baik (respon terlambat, pengiriman sering
terlambat, dan produk cacat. Kurang berhasilnya ISO 9000 disebabkan dua permasalahan yaitu: pertama, perusahaan
tidak menyadari bahwa pelanggan menginginkan para pemasoknya memiliki ISO 9000, bukan hanya berupa
sertifikat tapi berupa penerapan yang optimal (pelanggan memperoleh jaminan
bahwa para pemasok yang dipilih telah memiliki sistem manajemen mutu yang baik
dengan kiriman yang secara konsisten baik dari para pemasok. Kedua, perusahaan tidak
menyadari bahwa perusahaan yang sukses adalah mereka yang tidak memproduksi
sendiri bahan baku (dengan demikian terjadi penghematan biaya organisasi) untuk
mencapai daya saing (Heizer dan Render,
2004; Chase et al., 2005).
Istilah ISO 9000 telah banyak digunakan daripada TQM
dalam diskusi tentang peningkatan mutu dan daya saing global, terutama karena
ISO 9000 telah menjadi inisiatif yang paling lazim dalam mencapai kualitas global. Beberapa yang menyatakan bahwa ISO 9000
adalah awal yang baik di jalan menuju manajemen kualitas total (Krajewski et al., 2010).
Penelitian
tentang hubungan antara ISO 9000 dengan kinerja perusahaan telah dijumpai dalam
literature. Hasilnya antara lain menunjukkan bahwa nilai bisnis utama dari sertifikasi ISO
9000 adalah untuk membuka pintu ke pasar-pasar yang sebelumnya tertutup. ISO 9000 mampu meningkatkan pangsa pasar dan
produktivitas. Efektivitas ISO 9000 tergantung pada
pemahaman yang benar dan sikap manajemen senior terhadap standar ISO yang diterapkan dalam organisasi (Vloeberghs dan Bellens 1996). Zhang (2000) menyatakan bahwa ISO 9000 memiliki efek
lebih rendah pada kinerja bisnis dibandingkan TQM. Sertifikasi ISO 9000 mengarah ke
perbaikan yang signifikan dalam kinerja keuangan.
Anderson et al. (1999) menemukan bahwa para manajer yang mengadopsi ISO 9000 sebagai cara untuk
mencapai keunggulan kompetitif melalui manajemen kualitas. Sertifikasi ISO
9000 mengarah pada peningkatan kualitas kinerja suatu
organisasi/perusahaan.
c. Hubungan Antara TQM dengan ISO 9000
Dalam
literatur kualitas, secara luas menyebutkan bahwa ISO 9000 merupakan fondasi
dari TQM, atau sebuah kerangka kerja dimana TQM bisa dikembangkan. Karena itu,
manfaat yang bisa didapatkan setiap organisasi dengan mengadopsi ISO 9000 adalah
sebagai mekanisme kontrol untuk membantu kesuksesan transisi dari ISO ke TQM
(Krajewski et al., 2010).
Tujuan TQM adalah untuk meningkatkan kualitas keseluruhan
suatu organisasi dalam rangka memenuhi kepuasan pelanggan.
Sedangkan tujuan ISO 9000 adalah
untuk memastikan bahwa perusahaan telah menerapkan sistem mutu standar untuk meningkatkan mutu dan memfasilitasi perdagangan
di pasar intenasional. Faktanya, ISO 9000 tidak menjamin bahwa kualitas produk perusahaan
lebih baik daripada perusahaan-perusahaan tidak terdaftar. Pada prakteknya ISO 9000 dan TQM juga sering disalahpahami dan disikapi setara
dan menggunakan persyaratan yang sama. Akibatnya, banyak kebingungan muncul atas hubungan antara TQM dan ISO 9000.
TQM dan ISO 9000 semakin populer baik dikalangan akademisi
maupun praktisi, Namun demikian masih ada banyak kebingungan seputar efek dari upaya
sertifikasi ISO 9000 pada praktek TQM dan kinerja bisnis (Sila dan Ebrahimpour, 2005). Saat
ini telah ada
peningkatan kesadaran bahwa TQM dan ISO 9000 dapat melengkapi satu sama lain
(Vloeberghs dan Bellens, 1996).
ISO 9000 tidak mempunyai kaitan yang erat dengan TQM dan hanya merupakan suatu
prosedur birokratis untuk menembus pasar
dalam perdagangan internasional.
Bagi perusahaan, ISO
9000 juga dapat dianggap sebagai suatu hambatan untuk masuk pasar di
negara-negara yang telah menggunakan sertifikasi
tersebut
sebagai standar peraturan perdagangan internasional. Para manajer cenderung untuk kembali ke praktik-praktik tradisional mereka
setelah mendapatkan sertifikasi. Masalah
yang
paling mendasar adalah
bahwa beberapa manajer melihat sertifikat ISO 9000 sebagai tujuan itu sendiri,
bukan sebagai
proses untuk menuju kualitas terbaik. Berkaitan
dengan hal tersebut, Martinez-Loente dan Martinez-Costa (2002) menegaskan, bahwa beberapa prinsip ISO 9000 dan
filosofi TQM bertentangan satu sama lain.
Karena itu, menerapkan
TQM dan ISO 9000 secara bersamaan tidak menguntungkan kinerja operasi
perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk menerapkan TQM adalah efektif
hanya sedikit diperkuat oleh upaya setifikasi melalui ISO 9000.
Han et al. (2007) menyatakan bahwa standar ISO
mengabaikan acuan pada perbaikan kualitas yang berkelanjutan. Konsep perbaikan
berkelanjutan dan persyaratan konsumen
adalah konsep yang membedakan TQM dari ISO, dan konsep kesatuan antara
ISO dengan TQM harus saling melengkapi satu dengan yang lain. ISO dapat
dibentuk sebagai basis yang kuat sebagai bagian dari keseluruhan sistem
kualitas yang dibangun di atas prinsip TQM. Selanjutnya dia merekomendasikan
bahwa saat pertama organisasi seharusnya mencoba registrasi ISO 9000 kemudian
mencoba mengembangkan dan
mengimplementasikan strategi perbaikan untuk mencapai kriteria TQM.
Lebih lanjut, hasil studinya menunjukkan bahwa ada yang hubungan positif signifikan
antara usaha pendaftaran ISO 9000 dan praktek TQM. Penelitian
ini mendukung bahwa upaya pendaftaran ISO 9000 tidak memiliki hubungan positif
langsung dengan kinerja bisnis. Praktek TQM mampu meningkatkan daya saing organisasi, yang pada gilirannya meningkatkan
kepuasan pelanggan.
d.
Kinerja
Perusahaan
Kaplan dan Norton (1992) memperkenalkan suatu
metodologi penilaian kinerja perusahaan yang berorientasi pada pandangan
strategis ke masa depan, yang disebut Balanced Scorecard. Terdapat 4 (empat) perspektif Balanced Scorecard yang dikaitkan
dengan visi dan strategi organisasi, yaitu: (1) perspektif finansial, (2)
perspektif pelanggan, (3) perspektif proses bisnis internal, dan (4) perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan karyawan, manajemen dan organisasi. Pengukuran
kinerja perspektif finansial adalah tingkat pengembalian investasi (return on investment = ROI), tingkat pengembalian aset (return on asset = ROA),
tingkat pengembalian modal (return
on equity = ROE) dan ukuran keuangan lainnya. Pengukuran kinerja
perspektif pelanggan antara lain adalah kepuasan pelanggan, atribut produk,
image, pertumbuhan penjualan dan pangsa pasar. Pengukuran kinerja perspektif
proses bisnis intemal adalah tingkat inovasi produk, proses operasi (kualitas,
biaya, dan waktu), dan tahap purna jual. Pengukuran kinerja perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan adalah kepuasan karyawan, kepuasan karyawan, dan tingkat
produktivitas karyawan.
Hansen
dan Mowen (2000) membedakan pengukuran kinerja secara tradisional dan
kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan
kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan
karakteristik pertanggungjawabannya, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer
menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk
menilai seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah
telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan.
Brah
dan Lim (2006) mengemukakan bahwa kinerja perusahaan dapat diukur dalam 2 (dua)
dimensi kinerja yaitu: kinerja operasional dan kinerja organisasi. Kinerja
operasional mencerminkan kinerja operasi internal perusahaan dalam hal biaya
dan pengurangan pemborosan, meningkatkan kualitas produk, pengembangan produk
baru, memperbaiki kinerja pengiriman, dan peningkatan produktivitas. Indikator
dan variabel tersebut dianggap sebagai faktor utama karena mereka mengikuti
langsung dari tindakan yang diambil dalam kegiatan operasi perusahaan.
Sedangkan kinerja organisasi diukur dengan ukuran finansial seperti pertumbuhan
pendapatan, laba bersih, rasio laba dengan pendapatan dan laba atas asset, dan
non-ukuran finansial seperti investasi dalam R&D, dan kapasitas perusahaan untuk mengembangkan profil kompetitif.
III.
Kesimpulan
Kompetisi global yang semakin meningkat
yang dibarengi dengan regulasi, telah mendorong setiap
organisasi untuk mengadopsi praktik-praktik terbaik (best
practices) pengelolaan perusahaan. Total Quality Management (TQM) dan ISO 9000 series merupakan praktik terbaik dan standar
dalam kegiatan operasi perusahaan untuk menciptakan produk yang berkualitas,
dengan melibatkan seluruh komponen organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan. TQM telah
dipandang sebagai
filosofi dan praktik manajemen dalam
mencapai
keunggulan perusahaan dalam semua aspek bisnis melalui
perbaikan secara terus menerus pada
organisasi secara luas.
Pada praktiknya, ISO 9000 series dapat digunakan sebagai
dasar untuk mengembangkan TQM dalam perusahaan. ISO mampu menciptakan
lingkungan yang dapat dikontrol dan menimbulkan kesadaran akan kualitas. ISO
9000 merupakan suatu kumpulan standar manajemen mutu dan standar proses, bukan
standar produk. ISO 9000 merupakan fondasi dari TQM, atau sebuah kerangka kerja
dimana TQM bisa dikembangkan. Karena itu, manfaat yang bisa didapatkan setiap
organisasi dengan mengadopsi ISO 9000 adalah sebagai mekanisme kontrol untuk
membantu kesuksesan transisi dari ISO ke TQM. Keduanya dapat diadopsi secara
parsial maupun secara simultan, karena mereka dapat berjalan sendiri-sendiri
atau saling melengkapi dalam mendorong usaha pencapaian kinerja bisnis yang
lebih baik.
Daftar
Pustaka
Anderson,
M., Sohal, A.S., 1999. A study of the relationship between quality management
ractices and performance in small businesses.International Journal of Quality and Reliability Management 16 (9),
859–877.
Anonim.
2009. Laporan Badan Standarisasi Nasional (BSN), Jakarta
Brah,
S. and Lim, H. 2006. The effects of technology and TQM on the performance of
logistics companies, International
Journal of Physical Distribution & Logistics Management, Vol. 36 No. 3,
pp. 192-209.
Chase, Richard B., Nicholas J. Aquilano,
F. Robert Jacobs, 2005. Operation
Management for Competitive Advantage,
Eleventh Edition, McGraw-Hill Inc. USA.
Dale,
B.G. 2003, Managing Quality, 3rd ed.,
Blackwell, Oxford, USA.
Flynn,B.B., Schroeder,R.G, &
Sakakibara,S. 1995. The impact of Quality Management Practices on Performance
and Competitive Advantage, Decision Science. 26.5.
Han, S. Bruce, Chen,Shaw. K. Maling Ebrahimpour,
2007. The Impact of ISO 9000 on TQM and Business
Performance. Journal
of Business and Economic Studies, Vol. 13, No. 2, Fall 2007.
Hansen, Don R., Mowen Maryanne M, 2000. Manajemen Biaya: Akuntansi dan Pengendalian, Edisi Pertama,
Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Hasibuan, H.
Malayu S.P.
2001. Manajemen
Sumber Daya Manusia : Dasar dan Kunci Keberhasilan,
Cetakan ke-9, PT. Gunung Agung, Jakarta.
Heizer, Jay, and Barry Render. 2004. Operation Management, Seventh Edition, Pearson Prentice Hall Inc.
USA.
Kaplan,
R. S. and D. P. Norton. 1992. The Balanced Scorecard: Measures that Drive
Performance, Harvard Business Review, 70(1): pp. 71-79
Krajewski, Lee J., Larry P. Ritzman, K. Malhotra. 2010. Operation Management : Processes and Supply
Chains, Ninth Edition, Pearson Prentice Hall Inc. USA.
Moriones,
Alberto Bayo, and Javier Merino-Díaz de Cerio. 2002. Human Resource Management, Strategy and Operational Performance in the
Spanish Manufacturing Industry; Management,
Vol. 5, No. 3, pp. 175-199.
Powel
T.C. 1995. Total quality management as competitive advantage, Strategic Management Journal, Vol 16, No
1, pp. 19-28
Sila, Ismail and Maling Ebrahimpour. 2005. Critical linkages among TQM
factors and business results, International
Journal of Operations & Production Management, Vol. 25 No. 11, pp.
1123-1155.
Terziovski,
M. and Samson, D. 1999.The link between total quality management practice and
organizational performance. International
Journal of Quality & Reliability Management, Vol. 16 No. 3.
Tjiptono,
Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total
Quality Management, Edisi Ke-4, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Vloeberghs,
D. and J. Bellens. 1996. Implementing the ISO 9000 standards in Belgium,
Quality Progress, 29.6: 43-48
Wilson,
D. D. and D. A. Collier. 2000. An empirical investigation of the Malcolm
Baldrige National Quality Award causal model. Decision Sciences. 31.2:
361-390.
Zhang,
Zhihai. 2000. “Quality Management Approach In China”. The TQM Magazine, Vol.12 No. 2-2000,P.92-104, MBC University
Press,United Kindom