Sembilan
tahun yang lalu bahkan mungkin sampai saat ini, masih banyak sekolah yang
memandang keterlibatan orang tua diluar urusan dana sebagai bentuk intervensi
terhadap otoritas sekolah. Betapa bahagianya saya ketika diterima sebagai
voluntir di MI Asih Putera sebagai staf Pusat Sumber Belajar yang kemudian menjadi
Sekolah dasar tempat belajar putri sulung kami sampai masuk ke SMP Negeri 5
Bandung. Tiga tahun sebelumnya saya terpaksa memindahkan putri sulung kami dari
satu sekolah ke sekolah lainnya untuk mencari sekolah yang siap menyelaraskan
gagasan dan harapan demi kepentingan terbaik anak. Bahagia? Ini bukan sekadar menemukan sekolah yang
demokratis tapi juga menjadi bagian dari komunitas peduli pendidikan yang
begitu antusias mengembangkan model - model terbaik untuk mengimplementasikan
sistem persekolahan yang ramah anak.
LAHIRNYA
KERLIP : KELUARGA PEDULI PENDIDIKAN
Pertemuan orang tua murid di Madrasah Ibtidaiyyah Asih
Putera pada tahun 1999 sangat dinamis. Orang tua dan guru secara leluasa
berbagi pengalaman mendidik anak-anak dan mencari solusi alternatif untuk
mengatasi masalah - masalah di sekolah.
Pada awalnya antusiasme orang tua
mendapat sambutan hangat dari manajemen yayasan. Kekurangan buku
perpustakaan, perlengkapan kelas, laboratorium sampai lahan parkir akhirnya
dapat diatasi bersama. Sungguh sangat disayangkan manajemen yayasan yang baru
kemudian tidak lagi kooperatif terhadap inisiatif orang tua bahkan cenderung
pada kebiasaan sekolah-sekolah pada umumnya, merasa terganggu dengan
keterlibatan orang tua. Meskipun demikian, pertemuan orang tua murid dan guru
di rumah keluarga Edi Sudrajat, pendiri Asih Putera tetap berjalan. Bahkan pertemuan ini tidak hanya melibatkan komunitas
Asih Putera saja, tapi juga mulai melibatkan masyarakat luas..
Sebagian besar yang hadir dalam pertemuan akhir pekan ini
adalah mantan aktivis masjid Salman Bandung. Kami berbagi isu faktual tentang
kebijakan pendidikan dan pengalaman mendidik anak. Setiap keluarga membawa
bekal masing-masing sehingga tuan rumah tidak terlalu dipusingkan oleh masalah
konsumsi. Keakraban yang terjalin ini kemudian dikukuhkan dalam bentuk
perkumpulan yang dinamai KerLiP (Keluarga Peduli Pendidikan) pada tanggal 25
Desember 1999.
Sebagai gerakan sosial kritis berbasis keluarga yang
berupaya mendorong demokratisasi pendidikan demi kepentingan terbaik anak,
KerLiP kemudian mengembangkan beberapa kegiatan. Mulai dengan memberi dukungan
finansial kepada guru MI Asih Putera untuk mengembangkan Lembar Kerja Siswa
menjadi Buku Pelajaran, pengembangan kreativitas anak dalam bentuk lomba
menggambar tanpa pinsil, penghapus dan penggaris, pelatihan mendongeng, membuka
sekolah akhir pekan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, membuka perpustakaan
keluarga bagi masyarakat tidak mampu, sampai penelitian dan pengembangan pendidikan anak
merdeka.
Pendidikan
Anak Merdeka
Memelihara
kemerdekaan anak, mengasah anak berjiwa mandiri menjadi tantangan tersulit bagi
seorang pendidik. Bagi anak merdeka, belajar sesungguhnya didorong oleh motif
rasa ingin tahu. Sekolah cenderung
hanya sebuah rutinitas tanpa daya kejut dengan menu wajib berupa tumpukan tugas
bernama pekerjaan rumah dilengkapi dengan ketentuan seragam dan buku paket
wajib. Ruang kelas pun dikelola hanya memberi
perhatian secara klasikal, dan dalam proses ini latar belakang dan kepercayaan
yang berbeda secara sistematis terpinggirkan dengan halus.
Arsitektur sekolah berbentuk deretan
ruang kelas dalam pembagian kotak kaku, berhasil mengajarkan bentuk hubungan
sosial yang membuat orang selalu menunggu secara pasif hingga diberikan
perintah. Anak hampir tak pernah mendapat kesempatan untuk menilai karya
sendiri atau diskusi dengan kawan-kawannya. Bahkan lingkungan sosial yang
dibangun sekolah pun mendorong anak
memandang rendah anak yang lebih muda dan takut terhadap anak dari kelas yang
lebih tinggi.
Alih
– alih dapat meningkatkan kohesi sosial diantara teman sebaya, sekolah lebih
banyak mendorong hal yang sebaliknya. Hal ini diperparah dengan berlomba-lombanya sekolah untuk
menawarkan hantu-hantu seperti "ambisi," "kemajuan," dan
"kesenangan," suatu mimpi buruk yang menandai kehidupan dangkal yang
akan datang bagi kemanusiaan. Lambat namun pasti, proses belajar mengajar meyakinkan anak bahwa orang tuanya tidak
memiliki peran dalam membantu pengembangan pikiran dan moralitas. Dampak dari
ketidaksetiaan terhadap keluarga yang dipaksakan pada anak ini menghilangkan sumber dukungan satu-satunya
yang pasti sebagai acuan untuk anak yang sedang tumbuh.
Anak-anak Indonesia sudah lama dibuat tidak merdeka dengan sistem pendidikan terutama persekolahan yang berorientasi pada nilai akademik semata. Sistem persekolahan yang menjadikan Ujian Nasional sebagai satu-satunya penentu kelulusan ternyata telah membuat anak terasing dan kesepian bahkan sampai bunuh diri. Di lain pihak, keluarga yang diharapkan menjadi penopang satu – satunya terhadap bangunan kepercayaan diri anak, justru bergerak menuju ukuran – ukuran keberhasilan yang seragam. Orang tua berpacu dengan waktu untuk menyiapkan kehidupan yang mapan secara finansial dan kehilangan saat – saat untuk tumbuh bersama anak menjadi manusia pembelajar.
Dalam pandangan Agama Islam, setiap anak yang dilahirkan
diilhamkan potensi untuk takwa dan
potensi untuk merusak dalam jiwanya. Kemudian
Sang Pencipta memberi semua perangkat untuk mengaktualkan fitrah kemerdekaan
ini, dan merujukkan sepenuhnya pada orang dewasa (terutama orangtua dan guru)
untuk membimbing anak agar tumbuh menjadi diri sendiri.
Montagu, seorang antropolog berkata, “Sebagian besar
orang dewasa telah menghentikan setiap upaya untuk belajar pada awal masa
kedewasaannya. Pembekuan pikiran ini
–psikosklerosis- sangat jauh dengan sifat anak-anak yang mampu menerima,
memiliki kefleksibelan dan keterbukaan untuk belajar” (Thomas Armstrong: 22). Montagu
membuat daftar sifat-sifat yang berhubungan dengan sifat polos anak-anak
termasuk kepekaan, sifat ingin tahu, kejenakaan, kreativitas, daya khayal, rasa
keajaiban, dan kebutuhan untuk belajar.
Setuju dengan pendapat Ashley Montagu, yang menyatakan jika kita tidak ingin punah,
kita perlu mempertahankan karakter mental yang istimewa yang dimiliki anak-anak
sampai masa dewasanya, KerLiP mulai meneliti, mengembangkan dan
mengimplementasikan konsep pendidikan anak merdeka di SD Hikmah Teladan Cimahi,
Jawa Barat.
Dalam pemahaman konsep pendidikan anak merdeka, seluruh
orang dewasa lah yang memiliki kewajiban untuk menghilangkan halangan-halangan
eksternal yang membebani anak untuk belajar. Tepatnya, bila pendidik berfokus
pada kebutuhan anak dan siap melepaskan diri dari belenggu pikiran, kekuasaan
atau setiap hegemoni apapun, maka pendidik telah berada dalam perjalanan yang
benar untuk melaksanakan konsep pendidikan anak merdeka.
HAMBATAN
YANG DIALAMI PENDIDIK
Hambatan – hambatan eksternal dalam sistem pendidikan di
Indonesia ini ternyata sangat kuat bahkan sampai pada tataran praktek kelas. Kalau
mendidik anak merdeka diartikan melakukan perlawanan terhadap semua bentuk
pembekuan pikiran, alasan apalagi yang diperlukan untuk meyakinkan bahwa
mendidik anak merdeka adalah pekerjaan berisiko? Dan, kalau semua itu
dipertanyakan, bagaimana dengan pendidik ?
Mari kita ambil kasus tentang Ujian Nasional yang sedang
hangat diberitakan oleh berbagai media TV dan media cetak. Bila Ujian Nasional
yang sampai saat ini masih menjadi satu-satunya penentu kelulusan diyakini membekukan
pikiran, apakah tidak demikian dengan ujian atau ulangan harian? Yang
membekukan pikiran itu bukan ujian nasional atau ulangan harian, melainkan model
ujian yang menyamaratakan anak. Kesesuaian, penerimaan dan penghargaan terhadap
keunikan anak hampir tidak pernah dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan
keberhasilan belajar di sekolah.
Undang Undang
nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 9 (1) menyebutkan “Setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Bagaimana mungkin hal ini dapat dilaksanakan bila pendidik terpaksa mengikuti
sistem pendidikan yang menjadikan Ujian Nasional sebagai satu – satunya penentu
kelulusan. Sedikitnya tiga bulan menjelang ujian nasional, anak harus mengikuti
pemantapan dalam bentuk latihan soal – soal ujian diluar jam sekolah. Bahkan
tidak sedikit anak yang diharuskan mengikuti bimbingan intensif yang ditawarkan
lembaga bimbingan belajar diluar sekolah. Akibatnya anak – anak makin tertekan.
Padahal hak anak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang
sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan
tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri juga dijamin dalam pasal 11 UU No
23 tahun 2002.
Kebanyakan guru di Indonesia
mengandalkan buku pelajaran sebagai satu – satunya sumber belajar di
sekolah. Pada umumnya, dalam kegiatan
belajar mengajar di kelas, anak – anak dituntut untuk mengerjakan latihan soal
dari buku pelajaran yang sudah ditetapkan kemudian pulang. Masih sedikit guru
yang mampu menjadikan lingkungan yang tersedia di sekeliling sekolah sebagai
sumber belajar yang menarik dalam praktek kelas. Alasan yang paling mengemuka adalah
rendahnya kesejahteraan guru. Undang –
undang no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen ternyata masih jauh dari harapan
untuk dapat menyejahterakan guru. Bahkan
untuk sekedar naik satu kali gaji pokok
pun harus memenuhi kualifikasi akademik dan memiliki sertifikat pendidik
dulu.
Hambatan struktural dan
rendahnya imbalan finansial ini juga dirasakan oleh guru – guru di SD Hikmah
Teladan. Labschool pendidikan anak merdeka ini dirintis secara swadaya
finansial oleh gerakan keluarga peduli pendidikan pada tahun 2000. Berawal dari
komitmen untuk mengimplementasikan
konsep pendidikan anak merdeka dengan biaya yang terjangkau dan berdasarkan
kajian yang dilakukan di berbagai sekolah berprogram khas, pengelolaan keuangan
dan sumber daya di SD Hikmah Teladan diarahkan untuk mewujudkan prinsip tumbuh
bersama.
Penetapan prinsip tumbuh
bersama sebagai nama lain dari ‘gerakan
memerdekakan diri’ tanpa henti menuju
titik puncak kesempurnaan (complete-perfect : Schumacher atau kebenaran :
Gandhi). Tumbuh menyiratkan arah perkembangan
ke atas dan karenanya tak terbatas. Satu-satunya hal yang membatasi adalah
kesempurnaan Allah. Bersama
mengandung arti seluruh stakeholder di SD Hikmah Teladan seiring sejalan menuju
kelengkapan dan kesempurnaan.
Prinsip tumbuh bersama dalam
pengelolaan keuangan diwujudkan dalam
bentuk pendistribusian penerimaan dari masyarakat sebesar 60% untuk imbalan
finansial kepala sekolah, guru, tata usaha dan pegawai lainnya yang bekerja di
SD Hikmah Teladan, 20% untuk pengembangan Perguruan Darul Hikmah, dan 20% untuk
biaya operasional diluar gaji. Sedangkan dalam pengelolaan SDM, rekrutmen SDM
dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasio kebutuhan guru dan anak.
Peningkatan penerimaan gaji dan
pertambahan SDM terutama guru seiring dengan bertambahnya kepercayaan
masyarakat terhadap SD Hikmah Teladan. Komitmen kuat untuk mengimplementasi
pendidikan anak merdeka dengan biaya yang terjangkau turut menyebabkan
rendahnya peningkatan imbalan finansial bagi guru. Sistem penilaian kinerja SDM
yang sudah dirancang secara partisipatif pun tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya karena keterbatasan untuk memberikan peningkatan bonus secara
signifikan. Konflik antara manajemen dan SDM lainnya tak terhindarkan. Apalagi
konsep pendidikan anak merdeka ini bukan sesuatu yang didesain jadi sejak awal
tetapi terus diisi seiring dengan perkembangan pendidikan di tingkat kebijakan
makro maupun dalam praktek kelas.
Meskipun demikian, kerja keras
kepala sekolah dan guru untuk mencapai mutu layanan pendidikan membuahkan hasil
SD Hikmah Teladan mendapatkan akreditasi A dari Badan Akreditasi Nasional pada
tahun pelajaran 2005 - 2006.
PERAN KELUARGA DI SEKOLAH
Kini, bukti riset sudah tidak diragukan lagi. Jika
sekolah bekerja sama dengan keluarga untuk mendukung pembelajaran, anak-anak
cenderung berhasil tidak hanya di sekolah, namun sepanjang hidup mereka. Bahkan
prediktor paling akurat tentang prestasi siswa di sekolah bukanlah penghasilan
atau status sosial, namun sejauh mana keluarga mampu:
1. Menciptakan
lingkungan rumah yang mendorong belajar
2.
Menyatakan pengharapan tinggi
(tapi realistis) akan keberhasilan anak-anak mereka
3.
Terlibat
dalam pendidikan anak-anak di sekolah dan di masyarakat.
Jika orangtua terlibat dalam pendidikan anak-anak mereka
di rumah, anak-anak cenderung berprestasi baik di sekolah. Jika orangtua
terlibat pula di sekolah, anak-anak melaju lebih pesat lagi di sekolah, dan
sekolah akan menjadi lebih baik pula.
Dikutip
dari:
Henderson,
A. (1994) A New Generation of Evidence: The Family is Crucial to Student
Achievement.
Trend yang berkembang dalam hal pemberdayaan
kemandirian satuan pendidikan terutama sekolah berprogram khas dan munculnya
kesadaran keluarga terhadap pendidikan turut memperkuat gerakan keluarga ini. Tuntutan
akan pentingnya akuntabilitas sekolah terutama dari orang tua siswa makin menguat. Pada saat yang bersamaan, reformasi di bidang pendidikan juga mendorong
pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung otonomi sekolah melalui
fungsionalisasi komite sekolah sebagai bagian terpenting dalam penguatan akuntabilitas
sekolah.
Kesempatan ini dimanfaatkan
oleh gerakan keluarga peduli pendidikan dengan terlaksananya silaturahmi
Persatuan Orang Tua Murid (POM) dari berbagai sekolah berprogram khas yang
diselenggarakan masyarakat pada penghujung tahun 1999. Setiap pengurus POM yang
hadir bersepakat untuk mendorong transparansi pengelolaan keuangan dan mutu
layanan pendidikan di sekolah masing – masing.
Sebagian besar komite sekolah yang terbentuk di
berbagai kota besar hanya menjadi alat legitimasi kepala sekolah. Rendahnya
kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam pengambilan keputusan sebagai akibat
dari rendahnya tingkat kepercayaan terhadap upaya – upaya reformasi di setiap
satuan pendidikan yang dikelola pemerintah. Sebelum terbentuknya komite
sekolah, lembaga BP3 yang mewadahi partisipasi orang tua siswa sudah lama hanya
menjadi perpanjangan kebijakan kepala sekolah. Sosialisasi peran dan fungsi
komite sekolah pun belum menyentuh pada
sasaran yang tepat terutama kepada kelompok terpinggirkan.
Bagaimana dengan gerakan keluarga peduli pendidikan di SD
Hikmah Teladan?
Sampai tahun pelajaran 2002 – 2003, gerakan keluarga
peduli pendidikan diarahkan pada sosialisasi konsep pendidikan anak merdeka
bekerja sama dengan persatuan orang tua murid dan guru taman kanak-kanak (POMG) di Cimahi dan Bandung Barat. Sosialisasi ini dilaksanakan
pada pertemuan POMG bulanan di 20 taman kanak – kanak per tahun. Periode ini
merupakan tahun keemasan dengan bergabungnya keluarga peduli pendidikan yang
siap menyelaraskan gagasan dan harapan demi kepentingan terbaik bagi anak di SD
Hikmah Teladan.
Orang tua siswa angkatan pertama menyambut baik
gagasan pemisahan pengelolaan sumbangan pengembangan pendidikan dan biaya
layanan kebutuhan anak dengan membentuk Tim Adhoc Koperasi pada bulan Agustus
2000. Koperasi Syariah Darul Hikmah resmi didirikan oleh guru, orang tua siswa,
dan manajemen Perguruan Darul Hikmah dengan komitmen untuk mendukung sumber
pembiayaan penelitian dan pengembangan konsep pendidikan anak merdeka di SD
Hikmah Teladan. Mulai bulan Oktober 2000 uang tabungan siswa, penetapan dan
pengelolaan biaya katering, abodemen, kantin, dan penyediaan Lembar Kerja Siswa
dan referensi dikelola sepenuhnya oleh koperasi..
Beberapa keluarga berlomba – lomba untuk memberikan
simpanan pokok khusus dan memperbesar tabungan anak. Lebih dari Rp 70.000.000,-
terkumpul pada tahun 2002 diluar simpanan pokok dan simpanan wajib dan 70%
diantaranya dipinjamkan untuk penambahan sarana dan pra sarana SD Hikmah
Teladan sesuai dengan Surat Keputusan Bersama antara Ketua Koperasi SD Hikmah
Teladan dan Direktur Perguruan Darul Hikmah.
Kepercayaan yang begitu besar dari orang tua siswa
ini disambut baik oleh penguru Koperasi Syariah Darul Hikmah dengan segera
merekut staf akuntansi dan keuangan yang paham ekonomi syariah. Prinsip
pemisahan antara Baitul Maal dan Baitul Tamwil di Koperasi Syariah Darul Hikmah
memberikan keleluasaan kepada pengurus Koperasi untuk menjalankan fungsinya.
Lima orang tua siswa menyediakan diri sebagai voluntir untuk mengurus Baitul
Maal. Melalui Baitul Maal Koperasi Syariah Darul Hikmah inilah gerakan sosial
kritis keluarga peduli pendidikan diperluas. Bantuan dana talangan sumbangan
pengembangan pendidikan kepada orang tua siswa yang membutuhkan, santunan
sosial untuk guru, siswa dan orang tua, bea siswa untuk anak berprestasi, bantuan
biaya operasional di SD Hikmah Teladan dan MI Cimindi I dan II, pinjaman dana
tanpa mark up pembiayaan untuk berobat bagi guru dan orang tua siswa, diberikan
secara proporsional.
Baitul Maal Koperasi Syariah Darul Hikmah
mendapatkan dana dari infak bulanan orang tua dan guru, infak keterlambatan
pembayaran sumbangan pengembangan pendidikan dan layanan kebutuhan siswa, infak
dari mark up pembiayaan, dan sumber dana lainnya yang tidak mengikat.
Meskipun belum memberikan sisa hasil usaha yang
besar, Baitul Tamwil telah membantu guru – guru SD Hikmah Teladan dan beberapa
anggota Koperasi Syariah Darul Hikmah dalam bentuk pembiayaan sewa beli dalam
jangka waktu tertentu.
Iklim yang kondusif bagi pengembangan pendidikan di
SD Hikmah Teladan ini juga diperkuat dengan terbentuknya Majelis Syuro
Perguruan Darul Hikmah. Anggota Majelis Syuro Perguruan Darul Hikmah adalah
perwakilan pengurus Yayasan Darul Hikmah, perwakilan Syuro Guru Hikmah Teladan,
orang tua siswa SD Hikmah Teladan dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan. Majelis
Syuro Perguruan Darul Hikmah menjalankan fungsi pengawasan dan memberikan
pertimbangan terhadap pengembangan mutu layanan pendidikan di SD Hikmah
Teladan.
Beberapa terobosan penting yang dilaksanakan oleh
Majelis Syuro Perguruan Darul Hikmah adalah menguatnya komitmen untuk
meningkatkan kesejahteraan guru secara berkelanjutan melalui uji coba bea guru
pada tahun pelajaran 2002 – 2003 dan aktivasi persatuan orang tua murid di
setiap kelas yang menjadi cikal bakal terbentuknya Komite Sekolah SD Hikmah
Teladan.
Penguatan partisipasi orang tua dan guru dalam
pengambilan keputusan ini merupakan berkah dari kepedulian keluarga besar SD
Hikmah Teladan untuk mengembangkan pendidikan demi kepentingan terbaik anak.
Manajemen Perguruan Darul Hikmah yang didesain terbuka memberikan iklim yang
kondusif bagi tumbuhnya partisipasi masyarakat di SD Hikmah Teladan. Orang tua
siswa diberi keleluasaan untuk mengakses laporan keuangan Perguruan Darul
Hikmah. Penetapan layanan kebutuhan siswa seperti biaya katering, abodemen, dan
biaya penelitian dan pengembangan Lembar Kerja Siswa diputuskan bersama melalui
mekanisme Rapat Anggota Koperasi Syariah Darul Hikmah.
Karakteristik orang tua siswa pada periode kedua
mulai tahun pelajaran 2003 – 2004 sangat berbeda dengan periode sebelumnya. Sebagian
besar merupakan teman – teman keluarga yang berhasil diyakinkan oleh orang tua
siswa yang sudah bergabung di SD Hikmah Teladan secara langsung maupun tak langsung.
Beberapa orang tua siswa sampai mempromosikan langsung ke taman kanak – kanak
tempat anaknya bersekolah sebelum masuk ke SD Hikmah Teladan. Secara tidak
langsung melalui keterlibatan orang tua, anak, guru, dan manajemen Perguruan
Darul Hikmah dalam kegiatan kampanye pendidikan untuk semua.
Pada awal bulan Maret 2003, Herry Sugiharto, salah
satu orang tua murid yang juga anggota Majelis Syuro Perguruan Darul Hikmah
menginformasikan tentang kegiatan kampanye global pendidikan sejalan dengan
prakarsa The Global Campaign for
Education. Manajemen Perguruan Darul Hikmah menyambut baik gagasan ini
dengan mendorong guru untuk melibatkan anak dalam kegiatan sekolah terbuka pada
tanggal 9 April 2003 dan penyampaian aspirasi anak kepada DPRD Propinsi Jawa
Barat sebagai bagian dari Sepekan Aksi Education For All yang dilaksanakan oleh
Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan bersama penggiat pendidikan di kota
bandung.
Sejak saat itulah SD Hikmah Teladan berpartisipasi
dalam kegiatan kampanye pendidikan yang diselenggarakan secara serempak di
seluruh dunia setiap bulan April. Kampanye ini bertujuan untuk mendorong pemerintah
menyediakan anggaran yang memadai agar setiap anak terutama perempuan terpenuhi
hak atas pendidikan berkualitas dan bebas biaya. Dalam kegiatan kampanye tahun
2003, partisipasi keluarga peduli pendidikan di SD Hikmah Teladan diwujudkan dalam bentuk pembukaan
perpustakaan keluarga untuk anak-anak yang tidak mampu selama sepekan, bantuan logistik dan pendampingan ketika anak
melaksanakan aksi damai artistik di seputar Gedung Sate Bandung.
Partisipasi ini kemudian meningkat dengan
keikutsertaan keluarga dalam kegiatan children
missing out mapping dan lobby akbar anak di balai kota Bandung pada tahun
2004. Hal ini berdampak pada komitemen pemerintah kota Bandung untuk mewujudkan
sekolah gratis dengan meluncurkan program Bandung Cerdas 2008.
Mulai tahun 2005, kegiatan kampanye diarahkan pada
perubahan kebijakan pendidikan yang lebih ramah anak dan menggiatkan
partisipasi keluarga dalam pendidikan. Komite Sekolah SD Hikmah Teladan
memberikan dukungan penuh ketika seluruh guru SD Hikmah Teladan bergabung
dengan Koalisi Pendidikan menyampaikan aspirasi dalam memperjuangkan dihapusnya
diskriminasi terhadap guru swasta dalam Rancangan Undang – Undang Guru dan
Dosen.
Bergabungnya KerLiP dalam Koalisi pendidikan membuka
peluang untuk menyebarluaskan gagasan pendidikan anak merdeka. Apresiasi yang
luarbiasa dari Harian Umum Kompas terhadap implementasi pendidikan anak merdeka
di SD Hikmah Teladan dan gerakan keluarga peduli pendidikan pada tanggal 11.
12, 13, dan 17 Oktober 2005, mengundang banyak pihak untuk datang ke SD Hikmah
Teladan. Beberapa diantaranya merupakan penggiat pendidikan berbasis komunitas
untuk kelompok masyarakat terpinggirkan. KerLiP segera menindaklanjuti
antusiasme masyarakat ini dengan membuka program sekolah magang. Penggiat
pendidikan dari komunitas anak nelayan, kampung Dano, Kupang, Bogor, dan
wilayah lainnya di Indonesia memanfaatkan program yang didesain tiga minggu ini untuk berbagi pengalaman
mengembangkan gerakan keluarga peduli pendidikan. Anugerah terindah bagi kami
ketika guru, orang tua, masyarakat mendorong demkratisasi pendidikan demi kepentingan terbaik bagi anak Indonesia.
Yanti Sriyulianti untuk majalah BASIS