PENGERTIAN BELAJAR
a. Pengertian Belajar yang Populer
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan
membuat tafsirannya tentang "belajar". Seringkali
pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu sama lain. Dalam uraian ini
kita akan berkenalan dengan beberapa perumusan saja, guna melengkapi dan memperluas pandangan kita tentang mengajar.
Belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. (learning is defined as the modocation or strengthening of
behavior through experiencing).
Menurut pengertian ini,
belajar adalah merupakan suatu proses, suatu
kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil
belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan.
Pengertian ini
sangat berbeda dengan pengertian lain tentang belajar, yang menyatakan bahwa belajar
adalah memperoleh pengetahuan; belajar adalah
latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.
Sejalan dengan perumusan di atas, ada
pula tafsiran lain tentang belajar,
yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dibandingkan dengan
pengertian pertama, maka jelas, tujuan belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan
tingkah laku, hanya berbeda cara atau
usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitikberatkan pada interaksi
antara individu dengan lingkungan.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa :
- Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari situasi belajar.
- Tujuan dan maksud belajar timbul dari kehidupan anak sendiri.
- Di dalam mencapai tujuan itu, siswa senantiasa akan menemui kesulitan, rintangan-rintangan dan situasi-situasi yang tidak menyenangkan.
- Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.
- Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya. Belajar apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang dipelaiari.
- Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan dengan tujuan dalam situasi belajar.
- Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan.
- Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.
- Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berada dalam lingkungan itu.
- Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.
Perubahan Tingkah Laku Sebagai
Bukti/Indikator Belajar
Bukti bahwa seseorang telah melakukan kegiatan
belajar ialah adanya perubahan
tingkah laku pada orang tersebut, yang sebelumnya tidak ada atau tingkah
lakunya tersebut masih lemah atau kurang. Tingkah laku memiliki unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur
objektif adalah unsur motorik atau unsur jasmaniah, sedangkan unsur subjektif adalah unsur rohaniah.
Prinsip-prinsip Perubahan Tingkah Laku
- Tingkah laku dimotivasi. Seseorang mau berbuat sesuatu karena adanya tujuan yang hendak dicapainya. Perubahan tingkah laku dimulai dari dalam organisme yang bermotivasi, dan keadaan ini timbul berkat kebutuhan pada organisme tersebut.
- Tingkah laku yang bermotivasi adalah tingkah laku yang sedang terarah pada tujuan. Motivasi mengandung dua aspek, yakni adanya keadaan tegang (tension) atau ketakpuasan dalam diri seseorang, dan kesadaran bahwa tercapainya tujuan akan mengurangi ketegangan itu. Ini berarti, pencapaian tujuan adalah pengurangan ketegangan dan pemuasan kebutuhan seseorang.
- Tujuan yang disadari oleh seseorang mempengaruhi tingkah lakunya dalam upayanya mencapai tujuan tersebut. Konsekuensinya ialah tingkah laku bersifat selektif dan regulatif. Seseorang memilih perbuatan/tindakan yang hanya mengacu ke arah pencapaian tujuan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
- Lingkungan menyediakan kesempatan untuk bertingkah laku tertentu, dan/atau membatasi tingkah laku seseorang. Ini berarti, lingkungan sebagai situasi stimulus dalam satu sisi dapat memuaskan kebutuhan, dan di sisi lainnya dapat membatasi pemuasan kebutuhan dengan cara tertentu.
- Tingkah laku dipengaruhi oleh proses-proses dalam organisme. Persepsi, pengalaman dan konsepsi yang dimiliki seseorang mempengaruhi tingkah laku terhadap aspek-aspek tertentu dan lingkungannya, misalnya sikap terhadap orang/individu lain.
- Tingkah laku ditentukan oleh kapasitas dalam diri organisme manusia. Kapasitas itu berupa inteligensi dan abilitas sesuai dengan tingkat perkembangannya. Seseorang mampu melakukan suatu perbuatan sesuai dengan tingkat kapasitasnya sendiri.
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut,
dapat dilakukan penilaian terhadap
perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar, yakni :
- Kebutuhan-kebutuhan apa yang ada pada diri organisme yang memungkinkan tumbuhnya tingkah laku yang bermotivasi?
- Motivasi apa yang mendasari perubahan tingkah laku itu?
- Tujuan apa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang?
- Apakah lingkungan menyediakan kesempatan untuk melakukan tingkah laku tertentu?
- Proses-proses apa yang mempengaruhi tingkah laku itu?
- Kapasitas dan abilitas apa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang?
b. Pengertian Belajar Menurut Beberapa Aliran Psikologi
Dalam sejarah
perkembangan psikologi, kita akan mengenal beberapa
aliran psikologi. Tiap aliran psikologi tersebut memiliki tafsiran sendiri-sendiri
tentang "belajar", menurut pandangannya masingmasing. Pandangan-pandangan itu umumnya berbeda satu
sama lain dengan alasan-alasan
tersendiri.
Dalam uraian ini, kita akan meninjau beberapa aliran psikologi saja,dalam hubungannya dengan teori
belajar, yakni : (1). Teori psikologi
klasik, (2). Teori psikologi daya, (3). Teori mental state, (4). Teori psikologi behaviorisme, (5). Teori
psikologi gestalt.
Belajar Menurut Psikologi
Klasik
Menurut teori ini, manusia terdiri dari jiwa (mind)
dan badan (body) atau zat (matter). Jiwa dan zat ini berbeda
satu sama lain. Badan adalah suatu objek yang sampai ke alat dria, sedangkan jiwa adalah suatu realita yang non material, yang ada di
dalam badan, yang berpikir, merasa, berkeinginan, mengontrol kegiatan
badan, serta bertanggung jawab. Zat
sifatnya terbatas dan bukan suatu keseluruhan realita, melainkan berkenaan dengan proses-proses material, yang terikat
dengan hukum-hukum mekanis.
Sedangkan jiwa merupakan fakta-fakta tersendiri,
seperti : rasa sakit, frustasi, aspirasi, apresiasi, tujuan dan kehendak, itu semua bukan hasil daripada zat,
tetapi mempunyai sumber tersendiri
dalam realita yang berbeda, yang mempunyai hak berbicara dan secara relatif bebas dari hukum-hukum mekanis.
Realita ini disebut mind substansi.
Jiwa merupakan suatu substansi, artinya merupakan
satu kesatuan tersendiri, beroperasi secara bebas dari zat, merupakan jiwa yang hidup (living soul), mempunyai kekuatan
untuk berinisiatif, dapat menemukan
hukum-hukum alam dan menguasainya. Jiwa bersifat permanen, dalam arti tidak dapat melepaskan dari zat, bahkan
dapat menstimulir proses zat itu,
sehingga menghasilkan pengalaman baru. Jiwa
dapat mengakibatkan sistem syaraf memperkaya pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini bergantung pada mind substansi. Dalam hal
ini, konsepsi yang diperoleh secara langsung berasal dari dunia luar
melalui sense of experience. Konsepsi-konsepsi itu adalah merupakan
abstraksi dari empiris (John Locke).
Menurut teori ini, hakikat belajar adalah all learning is a process of
developing or training of mind. Kita belajar melihat objek dengan menggunakan substansi dan sensasi. Kita
mengembangkan kekuatan mencipta,
ingatan, keinginan, dan pikiran, dengan melatihnya. Dengan kata lain pendidikan adalah suatu proses dari dalam atau inner
development. Tujuan pendidikan
adalah self-development atau self-cultivation atau self-realization.
Belajar Menurut Psikologi Daya
Menurut teori
ini, jiwa manusia terdiri dari berbagai daya, mengingat, berpikir, merasakan, kemauan dan sebagainya. Tiap daya
mempunyai
fungsinya sendiri-sendiri. Tiap orang mempunyai/memiliki semua daya-daya itu, hanya berbeda kekuatannya saja.
Agar daya-daya itu berkembang
(terbentuk), maka daya-daya itu perlu dilatih, sehingga dapat berfungsi. Teori ini bersifat
formal, karena mengutamakan pembentukan
daya-daya.
Anggapan ini sama halnya dengan daya-daya pada
badan. Apabila suatu daya telah dilatih, maka
secara tidak langsung akan mempengaruhi
daya-daya lainnya dan seseorang dapat melakukan transfer of learning terhadap situasi lain.
Untuk itulah
maka kurikulum harus menyediakan mata pelajaran-mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya-daya tadi. Tekanannya bukan terletak pada isi materinya,
melainkan pada pembentukannya. Pendidikan
dengan latihan pemilihan mata pelajaran dilakukan atas dasar pembentukan daya-daya secara efisien dan
ekonomis. Kurikulum terorganisir
dan diperuntukkan bagi semua anak, dan kurang mementingkan isi, minat anak
tidak diperhatikan, yang penting ialah kerja keras. Kebudayaan ditanamkan
pada anak untuk mempersiapkannya ke
tujuan masyarakat.
Berkat kemajuan dalam psikologi, maka muncullah teori-teori baru yang disebut "Phrenologi". Phrenologi
adalah kombinasi antara Psikologi
daya dan fisiologi yang, pada prinsipnya menyatakan bahwa otak kita terbagi menjadi beberapa daerah dan tiap daerah
mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Tiap fungsi itu terletak pada
bagian tertentu pada otak. Dengan
demikian terdapat karakteristik mental individual. Tiap fungsi mempunyai pusatnya masing-masing dan mengandung kesatuan fungsional.
Belajar Menurut Teori Mental State
Teori ini berpangkal pada psikologi asosiasi
yang dikembangkan oleh J. Herbart
yang pada prinsipnya, jiwa manusia terdiri dari kesan-kesan/tanggapan-tanggapan
yang masuk melalui penginderaan. Kesan-kesan itu
berasosiasi satu sama lain dan membentuk mental atau kesadaran
manusia. Tambah kuat asosiasi itu tambah lama kesan-kesan itu tinggal di
dalam jiwa kita. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama lain dan membentuk mental atau
kesadaran. Kesan-kesan itu akan mudah diungkapkan
kembali (reproduksi) apabila kesan-kesan itu tertanam dengan kuat dalam ruang
kesadaran. Dan sebaliknya apabila kesan-kesan itu lemah, maka akan lebih mudah lupa. Jadi
yang penting menurut teori ini ialah bahan-bahan atau materi
yang disampaikan kepada seseorang. Teori ini
bersifat materialistis, mengutamakan bahan.
- Jiwa
yang baik apabila bahan yang diterima adalah baik, dalam arti sesuai dengan norma-norma
etis.
Menurut teori ini,
belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat dria yang disampaikan dalam
bentuk perangsang-perangsang dari luar.
Pengalaman-pengalaman berasosiasi dan bereproduksi. Karena itu latihan memegang peranan penting. Lebih
banyak latihan dan ulangan,
maka akan lebih dan lebih lama pengalaman dan pengetahuan itu tinggal
dalam kesadaran dan ingatan seseorang, dan sebaliknya kurang ulangan
dan latihan maka pengalaman/pengetahuan akan cepat terlupakan.
Belajar Menurut Psikologi Behavioristik
Behaviorisme
adalah suatu studi tentang kelakuan manusia.
Timbulnya
aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori Psikologi Daya dan teori
Mental State. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu
hanya menekankan pada segi kesadaran saja.
Dalam behaviorisme, masalah matter (zat) menempati
kedudukan yang utama. Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan.
Behaviorisme dapat menjelaskan kelakuan manusia secara saksama dan menyediakan program pendidikan
yang efektif.
Dari uraian tersebut, ternyata konsepsi behaviorisme besar pengaruhnya terhadap masalah belajar.
Belajar ditafsirkan sebagai latihan-latihan
pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.Dengan memberikan rangsangan
(stimulus), maka anak akan mereaksi
dengan respons. Hubungan stimulus-respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada
dasarnya kelakuan anak adalah terdiri
atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus
tertentu. Dengan latihan-latihan maka hubungan-hubungan
itu akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory. Kelakuan tadi akan
dapat ditransferkan ke dalam situasi baru menurut
hukum transfer tertentu pula.
Keberatan terhadap teori ini, ialah
karena teori ini menekankan pada refleks dan
otomatisasi dan melupakan kelakuan yang bertujuan (a purposive
behavior).
2. TEORI BELAJAR
Teori Conectionisme dan
Hukum-hukum Belajar
Thorridike dengan S-R Bond
Theorynya menyusun hukum-hukum belajar
sebagai benikut :
a. Hukum
pengaruh (The law of effect).
Hubungan-hubungan diperkuat atau diperlemah
tergantung pada kepuasan atau
ketidaksenangan yang berkenaan dengan penggunaannya.
b. Hukum
latihan (The law exercise).
Atau prinsip use and
disuse. Apabila hubungan itu Bering dilatih, maka la akan menjadi kuat
(Fixed).
c. Hukum
kesediaan/kesiapan (The law of readiness).
Apabila suatu ikatan (Bond) slap untuk berbuat,
perbuatan itu memberikan kepuasan,
sebaliknya apabila tidak slap maka akan menimbulkan
ketidakpuasan/ketidaksenangan/terganggu.
Hukum-hukum yang dikemukakan oleh Thorndike itu,
lebih dilengkapi dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
- Siswa harus mampu membuat berbagai jawaban terhadap stimulus (multiple responses).
- Belajar dibimbing/diarahkan ke suatu tingkatan yang penting melalui sikap siswa itu sendiri.
- Suatu jawaban yang telah dipelajari dengan baik dapat digunakan juga terhadap stimulus yang lain (bukan stimuli yang semula), yang oleh Thorndike disebut dengan “Perubahan Asosiatif” (associative shifting).
- Jawaban-jawaban terhadap situasi-situasi baru dapat dibuat apabila siswa melihat adanya analogi dengan situasi-situasi terdahulu.
- Siswa dapat mereaksi secara selektif terhadap faktor-faktor yang esensial di dalam situasi (prepotent element) itu.
Belajar Menurut Psikologi
Kognitif
Teori kognitif berpijak pada tiga
hal, ialah
Perantara sentral (central intenndiaries).
1). Proses-proses pusat otak
(central brain), misalnya ingatan atau ekspektasi
merupakan integrator tingkah laku yang bertujuan. Pendapat ini berdasarkan pada inferensi tingkah laku yang tampak
(diamati).
2). Pertanyaan tentang apa
yang dipelajari? Jawabannya adalah struktur kognitif, bahwa yang dipelajari adalah fakta, kita
mengetahui di mana adanya, yang
mengetahui alternate routes illustrates cognitive structure. Variabel
tingkah laku nonhabitual adalah struktur
kognitif sebagai bagian dari apa yang dipelajari.
3). Pemahaman dalam pemecahan
masalah. Pemecahan suatu masalah
ialah dengan cara menyajikan pengalamnan lampau dalam bentuk struktur perseptual
yang mendasari terjadinya insight (pemahaman)
di mana adanya pengertian mengenai hubungan-hubungan
yang esensial. Preferensi yang digunakan adalah the contemporary
structuring of the problem.
Prinsip-prinsip Belajar Teori Kognitif
1. Gambaran perseptual
sesuai dengan masalah yang dipertunjukkan kepada siswa adalah kondisi belajar yang penting. Suatu masalah belajar yang terstruktur dan disajikan
upaya gambaran-gambaran yang esensial
terbuka terhadap inspeksi dari siswa.
2. Organisasi pengetahuan
harus merupakan sesuatu yang mendasar bagi
guru atau perencana pendidikan. Susunannya dari yang sederhana ke yang kompleks, dalam arti
dari keseluruhan yang sederhana ke
keseluruhan yang lebih kompleks. Masalah bagian keseluruhan adalah masalah organisasi, dan tidak bertalian dengan teori
pola kompleksitas. Sesuai dengan pandangan mengenai pertumbuhan kognitif, maka organisasi pengetahuan tergantung pada tingkat perkembangan siswa.
3. Belajar dengan pemahaman (understanding) adalah lebih permanen (menetap) dan lebih memungkinkan untuk
ditransferkan, dibandingkan dengan
rote learning atau belajar dengan formula. Berbeda
dengan teori Stimulus Respon, teori yang menitikberatkan pada pentingnya kebermaknaan dalam belajar dan mengingat (retention).
4. Umpan balik kognitif mempertunjukkan pengetahuan yang benar dan
tepat dan mengoreksi kesalahan belajar. Siswa menerima atau
menolak sesuatu berdasarkan konsekuensi dari siapa yang telah diperbuatnya. Dalam hal ini kognitif
setara dengan penguatan (reinforcement) pada S-R theory, tetapi teori
kognitif cenderung menempatkan titik beratnya pada pengujian
hipotesis melalui umpan balik.
5. Penetapan tujuan (goal-setting) penting sebagai motivasi
belajar. Keberhasilan dan kegagalan
menjadi hal yang menentukan cara menetapkan
tujuan untuk waktu yang akan datang.
6. Berpikir devergen menuju ke ditemukannya pemecahan masalah atau ke terciptanya produk yang bermlai
dan menyenangkan. Berbeda dengan
berpikir konvergen yang menuju ke mendapatkan
jawaban-jawaban yang benar secara logjka.
Berpikir devergen menuntut
dukungan (umpan balik) bagi upaya tentatif seseorang yang onsinal agar supaya dia dapat mengamati dirinya sebagai kreatif potensial.
Belajar Menurut Psikologi Gestalt
Dalam aliran
ini ada beberapa istilah yang artinya sama ialah field, patters, organisme, closure, integration, wholistic,
configuration, dan gestalt. Karena
itu psikologi gestalt sering disebut psikologi organisme atau field theory.
Menurut aliran ini, jiwa manusia adalah suatu
keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan terdiri dari
bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur
itu berada dalam keseluruhan menurut struktur yang telah
tertentu dan saling berinteralisi satu sama lain.
Pandangan im
sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar.
Beberapa pokok yang perlu mendapat perhatian antara lain ialah :
1). Timbulnya kelakuan adalah
berkat interaksi antara individu dan lingkungan di mana faktor apa yang telah
dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.
2). Bahwa
individu berada dalam keadaan keseimbangan dinamis, adanya gangguan terhadap
keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.
3). Mengutamakan segi pemahaman
(insight).
4). Menekankan kepada adanya
situasi sekarang, di mana individu menemukan dirinya.
5). Yang
utama dan pertama ialah keseluruhan, dan bagiian-bagian hanya bermakna dalam keseluruhan
itu.
Prinsip-prinsip Belajar
Gestalt (Field Theory)
1). Belajar dimulai dari suatu
keseluruhan. Keseluruhan yang menjadi permulaan,
baru menuju ke bagian-bagian. Dari hal-hal yang kompleks
menuju ke hal-hal yang sederhana. Dari keseluruhan organisasi
mata pelajaran menuju tugas-tugas harian yang beruntun.
Belajar dimulai dari satu unit yang kompleks menuju ke hal-hal yang mudah
dimengerti, deferensiasi pengetahuan dan kecakapan.
2). Keseluruhan memberikan
makna kepada bagian-bagian. Bagian-bagian terjadi dalam
suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya bermakna dalam rangka keseluruhan
tadi. Dengan demikian keseluruhan yang memberikan makna terhadap suatu bagian,
misal: sebuah ban mobil hanya bermakna kalau
menjadi bagian dari mobil, sebagai roda. Sebuah papan tulis hanya
bermakna sebagai papan tulis kalau ia berada dalam kelas, sebuah tiang kayu
hanya bermakna sebagai tiang kalau menjadi
satu dari sebuah rumah dan sebagainya.
3). Individuasi bagian-bagian
dari keseluruhan. Mula-mula anak melihat sesuatu sebagai keseluruhan. Bagian-bagian
dilihat dalam hubungan fungsional dengan keseluruhan. Tetapi lambat laun ia mengadakan deferensiasi bagian-bagian itu dari
keseluruhan menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil atau kesatuan yang lebih kecil. Contoh : mula-mula anak
melihat/mengenal wajah ibunya sebagai satu keseluruhan/kesatuan. Lambat laun
dia dapat memisahkan mana mata ibu, mana hidung ibu, mana telinga ibu, kemudian ia melihat bahwa wajah ibunya itu cantik
atau jelek, atau menarik dan sebagainya.
4). Anak
belajar dengan menggunakan pemahaman atau insight. Pemahaman adalah kemampuan melihat
hubungan-hubungan antara berbagai
faktor atau unsur dalam situasi yang problematis, seperti simpanse dapat melihat hubungan antara beberapa buah kotak menjadi sebuah tangan untuk mengambil buah
pisang karena ia sedang lapar.
3. CIRI-CIRI BELAJAR
Dengan pengertian tersebut,
maka temyata belajar sesungguhnya memiliki ciri-ciri (karakteristik) tertentu.
1). Belajar berbeda dengan kematangan
Pertumbuhan adalah saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaian tingkah
laku matang melalui secara wajar tanpa adanya
pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah berkat kematangan
(maturation) dan bukan karena
belajar. Bila prosedur latihan (training) tidak secara cepat mengubah tingkah laku,
maka berarti prosedur tersebut bukan
penyebab yang penting dan perubahan-perubahan tak dapat diklasifikasikan sebagai
belajar. Memang banyak perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi
juga tidak sedikit perubahan
tingkah yang disebabkan oleh interaksi antara
kematangan dan belajar, yang berlangsung dalam proses yang rumit. Misalnya, anak mengalami kematangan
untuk berbicara, kemudian berkat
pengaruh percakapan masyarakat di sekitarnya,
maka dia dapat berbicara tepat pada waktunya.
2). Belajar dibedakan dari
perubahan fisik dan mental
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi, disebabkan oleh terjadinya perubahan pada fisik
dan mental karena melakukan suatu perbuatan
berulangkali yang mengakibatkan badan menjadi
letih/lelah. Sakit atau kurang gizi
juga dapat menyebabkan tingkah laku berubah, atau karena mengalami kecelakaan
tetapi hal ini tak dapat
dinyatakan sebagai hasil perbuatan belajar.
Gejala-gejala seperti kelelahan mental,
konsentrasi menjadi kurang, melemahnya ingatan, terjadinya kejenuhan, semua
dapat menyebabkan terjadinya perubahan
tingkah laku, misalnya berhenti belajar, menjadi bingung, rasa
kegagalan, dan sebagainya. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tak dapat
digolongkan sebagai
belajar. Jadi perubahan
tingkah laku yang disebabkan oleh perubahan fisik dan mental bukan atau berbeda dengan belajar dalam
arti sebenamya.
3). Ciri
belajar yang hasilnya relatif menetap
Hasil belajar dalam bentuk
perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung dalam bentuk latihan (practice)
dan pengalaman (experience). Tingkah laku yang dihasilkan bersifat menetap dan
sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
Tingkah laku itu berupa perilaku (performance) yang nyata dan dapat
diamati. Misalnya, seseorang bukan hanya mengetahui sesuatu yang perlu
diperbuat, melainkan juga melakukan
perbuatan itu sendiri secara nyata. Jadi istilah
menetap dalam hal ini, bahwa perilaku itu dikuasai secara mantap. Kemantapan ini berkat
latihan dan pengalaman.
4. UNSUR-UNSUR
DINAMIS DALAM PROSES BELAJAR
Unsur-unsur yang terkait
dalam proses belajar terdiri dari (1). motivasi siswa, (2). bahan belajar,
(3). alat bantu belajar, (4). suasana belajar,
(5). kondisi subjek yang belajar. Kelima unsur inilah yang bersifat
dinamis itu, yang sering berubah, menguat atau melemah, dan yang mempengaruhi
proses belajar tersebut.
Motivasi Siswa
Motivasi adalah dorongan yang menyebabkan terjadi
suatu perbuatan atau tindakan
tertentu. Perbuatan
belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan
perbuatan belajar. Dorongan
itu dapat timbul dan dalam diri subjek yang belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat
pemuasan atau dorongan yang timbul
karena rangsangan dari luar sehingga subjek
melakukan perbuatan belajar.
Motivasi yang timbul karena kebutuhan dan dalam diri siswa dianggap lebih baik dibandingkan dengan
motivasi yang disebabkan oleh
rangsangan dari luar. Namun dalam praktiknya, sering motivasi dari dalam itu tidak ada atau belum
timbul. Keadaan ini memerlukan rangsangan
dari luar sehingga timbul motivasi belajar.
Bahan Belajar
Bahan belajar merupakan suatu unsur belajar yang pentmg mendapat perhatian oleh guru. Dengan bahan itu, para siswa
dapat mempelajari hal-hal yang
diperlukan dalam upaya mencapai tujuan belajar. Karna itu, penentuan bahan belajar mesti berdasarkan tujuan yang
hendak dicapai, dalam hal ini adalah
hasil-hasil yang diharapkan, misalnya berupa
pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pengalaman lainnya. Bahan-bahan yang
bertalian dengan tujuan itu telah digariskan dalam silabus dan GBPP.
Alat Bantu Belajar
Alat bantu
belajar merupakan semua alat yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar, sehingga
kegiatan belajar menjadi lebih
efisien dan efektif. Dengan bantuan berbagai
alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah dipahami, hemat waktu dan tenaga, dan
hasil belajar lebih bermakna.
Alat bantu
belajar disebut juga alat peraga atau media belajar, misalnya dalam bentuk bahan
tercetak, alat-alat yang dapat dilihat
(media visual), alat yang dapat didengar (media audio), dan alat-alat yang dapat didengar dan dilihat
(Audio-Visual Aids), serta sumber-sumber
masyarakat yang dapat dialami secara langsung.
Suasana Belajar
Suasana belajar
penting artinya bagi kegiatan belajar. Suasana yang
menyenangkan dapat menumbuhkan kegairahan belajar, sedangkan suasana yang kacau, ramai, tak tenang, dan
banyak gangguan, sudah tentu tidak menunjang kegiatan belajar yang
efektif. Karna itu, guru dan siswa senantiasa
dituntut agar menciptakan suasana lingkungan
belajar yang baik dan menyenangkan, menantang dan menggairahkan. Hal ini berarti bahwa suasana belajar turut menentukan
motivasi, kegiatan, keberhasilan belajar siswa.
Kondisi Subjek Belajar
Kondisi subjek belajar turut menentukan kegiatan dan
keberhasilan belajar. Siswa dapat belajar secara
efisien dan efektif apabila berbadan
sehat, memiliki inteligensi yang memadai, siap untuk melakukan kegiatan belajar, memiliki bakat khusus, dan
pengalaman yang bertalian dengan
pelajaran, serta memiliki minat untuk belajar. Siswa yang, sakit/kurang
sehat, inteligensi rendah, belum siap belajar, tidak berbakat untuk mempelajari
sesuatu, dan tidak memiliki pengalaman appersepsi yang memadai, kiranya akan
mempengaruhi kelancaran kegiatan dan mutu hasil belajamya.