KONSEP DASAR KEPEMIMPINAN
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat
diartikan sebagai proses mernengaruhi dan mengarahkan para
pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert (1995), kepemimpinan adalah the process of directing and influencing the task-related activities
of group members.
Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan
dan memengaruhi para anggota dalam hat berbagai aktivitas yang
harus dilakukan. Lebih jauh lagi, Griffin (2000) membagi pengertian kepemimpinan menjadi 2 konsep, yaitu sebagai proses, dan sebagai atribut. Sebagai proses, kepemimpinan difokuskan
kepada apa yang dilakukan oleh para pemimpin, yaitu proses di mana para pemimpin menggunakan pengaruhnya
untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai,
bawahan, atau yang dipimpinnya, memotivasi mereka untuk mencapai tujuan tersebut, serta membantu
menciptakan suatu budaya produktif dalam organisasi. Adapun
dari sisi atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai
seseorang yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi
perilaku orang lain tanpa menggunakan
kekuatan, sehingga orang-orang yang
dipimpinnya menerima dirinya sebagai sosok yang layak memimpin mereka.
Seperti manajemen, kepemimpinan (leadership) telah
didefinisikan dengan berbagai cara yang
berbeda oleh berbagai orang yang berbeda
pula. Menurut Stoner, kepemimpinan manajerial dapat didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan
pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya. 1) Ada tiga implikasi penting dari deimisi tersebut :
Pertama, kepemimpinan
menyangkut orang lain - bawahan atau
pengikut. Kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin, para anggota kelompok membantu menentukan
status/ kedudukan pemimpin dan
membuat proses kepemimpinan dapat berjalan.
Tanpa bawahan, semua kualitas kepemimpinan seorang manajer akan menjadi
tidak relevan.
Kedua, kepemimpinan
menyangkut suatu pembagian kekuasaan yang
tidak seimbang di antara para pemimpin dan anggota kelompok. Para pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan berbagai kegiatan para anggota kelompok, tetapi para
anggota kelompok tidak dapat
mengarahkan kegiatan-kegiatan pemimpin secara langsung, meskipun dapat juga melalui sejumlah cara secara
tidak langsung.
Ketiga, selain dapat memberikan pengarahan kepada
para bawahan atau pengikut, pemimpin dapat juga mempergunakan pengaruh.
Dengan kata lain, para pemimpin tidak hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan
tetapi juga dapat mempengaruhi bagaimana
bawahan melaksanakan perintahnya. Sebagai contoh, seorang manajer
dapat mengarahkan seorang bawahan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu,
tetapi dia dapat juga mempengaruhi bawahan
dalam menentukan cara bagaimana tugas itu dilaksanakan dengan tepat.
Kepemimpinan adalah bagian penting manajemen,
tetapi tidak sama dengan manajemen.
Kepemimpinan merupakan kemampuan yang
dipunyai seseorang untuk mempengaruhi orang-orang lain agar bekerja
mencapai tujuan dan sasaran. Manajemen mencakup kepemimpinan, tetapi juga mencakup fungsi-fungsi lain
seperti perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan.
PENDEKATAN-PENDEKATAN STUDI KEPEMIMPINAN
Penelitian-penelitian dan teori-teori
kepemimpinan dapat diklasifikasikan sebagai pendekatan-pendekatan kesifatan,
perilaku, dan situasional ("contingency")
dalam studi tentang kepemimpinan.
Pendekatan pertama
memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak. Pendekatan kedua
bermaksud mengidentifikasikan perilaku-perilaku
(behaviors) pribadi yang berhubungan dengan kepemimpinan efektif. Kedua pendekatan ini mempunyai anggapan bahwa seorang individu yang memiliki sifat-sifat
tertentu atau memperagakan perilaku-perilaku tertentu akan muncul sebagai pemimpin dalam situasi kelompok
apapun di mana dia berada.
Pemikiran dan penelitian
sekarang mendasarkan pada pendekatan ketiga, yaitu
pandangan situasional tentang
kepemimpinan. Pandangan ini menganggap bahwa kondisi yang menentukan efektifitas kepemimpinan bervariasi dengan situasi - tugas-tugas yang dilakukan, ketrampilan dan
pengharapan bawahan, lingkungan organisasi, pengalaman masa lalu pemimpin.
dan bawahan, dan sebagainya. Pandangan
ini telah menimbulkan pendekatan "contingency
" pada kepemimpinan, yang bermaksud untuk menetapkan faktor-faktor situasional yang menentukan seberapa besar efektifitas situasi gaya kepemimpinan tertentu.
PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN
Pendekatan-pendekatan kesifatan dalam
kenyataannya tidak dapat menjelaskan apa yang
menyebabkan kepemimpinan efektif. Oleh sebab itu pendekatan perilaku tidak lagi mencoba
untuk mencari jawab sifat-sifat
pemimpin, tetapi mencoba untuk menentukan apa yang dilakukan oleh para pemimpin efektif - bagaimana mereka mendelegasikan tugas, bagaimana
mereka berkomunikasi dengan dan memotivasi bawahan mereka, bagaimana
mereka menjalankan tugastugas, dan
sebagainya. Tidak seperti sifat-sifat, bagaimanapun juga, perilaku-perilaku
dapat dipelajari atau dikembangkan. Sehingga individu-individu dapat dilatih dengan perilaku-perilaku kepemimpinan yang tepat
agar mampu memimpin lebih efektif.
Di samping itu,
berbagai-penelitian juga menunjukkan bahwa perilaku-perilaku
kepemimpinan yang sesuai dalam suatu situasi tidak perlu harus cocok dalam situasi lain..
Sebagai contoh, dalam perusahaan-perusahaan
barang konsumsi dengan persaingan yang ketat
dibutuhkan ketrampilan untuk
memotivasi individu-individu secara kreatif, yang mungkin tidak
diperlukan oleh perusahaan-perusahaan dengan tingkat spesialisasi tinggi.
Pendekatan perilaku memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi fungsi
dan gaya gaya
kepeanmpinan. Teori-teori dan penelitian-penelitian yang
paling terkenal adalah 1) Teori X dan Teori Y dari Douglas
McGregor, 2) Studi Michigan oleh ahli psikologi sosial Rensis Likert, 3).
Kisi-kisi Manajerial dari Blake dan Mouton, dan 4). Studi Ohio State.
FUNGSI-FUNGSI KEPEMIMPINAN
Pendekatan perilaku membahas orientasi atau
identifikasi pemimpin. Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar
kelompok berjalan dengan efektif, seseorang
harus melaksanakan dua fungsi utama : (1) fungsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas ("task-related")
atau pemecahan masalah, dan (2)
fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok ('group-maintenance") atau
sosial. Fungsi pertama menyangkut
pemberian saran penyelesaian,
informasi dan pendapat. Fungsi
kedua mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar - persetujuan dengan kelompok lain,
penengahan perbedaan pendapat, dan sebagainya.
GAYA-GAYA KEPEMIMPINAN
Pandangan kedua tentang
perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin dalam hubungannya dengan
bawahan. Para peneliti telah mengidentifikasikan dua gaya kepemimpinan : gaya de- - ngan orientasi tugas (task-oriented) dan gaya
dengan orientasi karyawan (employ ee-oriented). Manajer berorientasi tugas mengarahkan dan
mengawasi bawahan secara tertutup untuk menjamin bahwa tugas dilaksanakan sesuai yang diinginkannya. Manajer dengan gaya kepemimpinan ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan dariPada pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
Manajer berorientasi karyawan mencoba untuk lebih memotivasi bawahan dibanding
mengawasi mereka. Mereka mendorong
para anggota kelompok untuk
melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan bawahan untuk
berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati dengan para
anggota kelompok.
Teori X Dan Teori Y Dari
Mcgregor
Strategi kepemimpinan efektif
yang mempergunakan manajemen partisipatif dikemukakan oleh Douglas McGregor, dalam buku klasiknya, The Human Side of Enterprise. Buku ini mempunyai dampak besar pada para
mena jer, sehingga walaupun edisi pertamanya
tela.h dipublikasikan lebih dari
dua dekade, tetapi konsep-konsepnya masih
dipelajari dalam program-program pengembangan manajemen saat ini. Konsep McGregor yang paling terkenal adalah bahwa strategi kepemimpinan
dipengaruhi anggapan-anggapan seorang pemimpin tentang sifat dasar manusia. Sebagai
hasil pengalannannya menjadi konsultan
McGregor menyimpulkan dua kumpulan anggapan yang saling berlawanan yang dibuat oleh para manajer dalam industri.
Anggapan-anggapan
Teori X :
1. Rata-rata pembawaan manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya bila mungkin.
2.
Karena karakteristik manusia tersebut, orang harus
dipaksa, diawasi, diarahkan, atau diancam
dengan hukuman agar mereka menjalankan
tugas untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi.
3. Rata-rata manusia lebih menyukai diarahkan, ingin menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi relatif kecil, dan menginginkan
keamanan/jaminan hidup di atas segalanya.
Anggapan-anggapan
Teori Y :
1.
Penggunaan usaha phisik dan mental dalam bekerja adalah kodrat manusia, seperti bermain atau istirahat.
2. Pengawasan dan
ancaman hukuman eksternal bukanlah satusatunya
cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi. Orang akan melakukan pengendalian diri
dan pengarahan diri untuk mencapai
tujuan yang telah disetujuinya.
3.
Keterikatan pada tujuan merupakan fungsi dari
penghargaan yang berhubungan dengan prestasi mereka.
4. Rata-rata manusia, dalam kondisi yang layak,
belajar tidak hanya untuk menerima
tetapi mencari tanggung jawab,
5.
Ada kapasitas besar
untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan
6. kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan.
7.
Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan
sebagian saja dalam kondisi kehidupan
industri modern.
Seorang pemimpin yang menganut
anggapan-anggapan teori X akan
cenderung menyukai gaya
kepemimpinan otokratik. Sebaliknya, pemimpin
yang mengikuti teori Y akan lebih
menyukai gaya
kepemimpinan partisipatif atau demokratik.
Sistem Manajemen dari Likert
Penelitian kepemimpinan ini dilakukan oleh Lembaga Penelitian
Sosial pada University of Michigan.
Rensis Likert dan para pembantunya telah melakukan studi penelitian dalam
beberapa pekerjaan yang berbeda untuk melihat apakah prinsip-prinsip
atau konsep-konsep kepemimpinan yang valid dapat diketemukan.
Pada dasarnya, mereka
menemukan bahwa para penyelia yang mempraktekkan
pengawasan/pengendalian umum dan berorientasi pada
karyawan mempunyai semangat kerja yang lebih
tinggi dan produktifitas yang
lebih besar daripada para penyelia yang mempraktekkan
pengawasan/pengendalian tertutup _dan berorientasi pada tugas/pekerjaan. Likert, dengan menggunakan dua kategori gaya dasar ini, orientasi karyawan
dan orientasi tugas, menyusun suatu model
empat tingkatan efektifitas manajemen.
Sistem 1, manajer membuat semua keputusan yang berhubungan
dengan kerja dan memerintah para bawahan untuk melaksanakannya. Standar dan metoda pelaksanaan juga
secara kaku ditetapkan oleh manajer.
Sistem 2, manajer
tetap menentukan perintah-perintah, tetapi memberi
bawahan kebebasan untuk memberikan komentar terhadap perintah-perintah tersebut.
Bawahan juga diberi berbagai fleksibilitas
ADAKAH GAYA
KEPEMIMPINAN
IDEAL ?
Telah terjadi perdebatan
dalam waktu cukup lama untuk mencari jawaban apakah ada gaya kepemimpinan normatif atau ideal. Perdebatan ini biasanya terpusat pada gagasan
bahwa gaya ideal itu ada : yaitu gaya
yang secara aktif melibatkan bawahan
dalam penetapan tujuan dengan
menggunakan teknik-teknik manajemen partisipasif dan memusatkan perhatian baik terhadap karyawan dan tugas. Gagasan ini didukung oleh beberapa penelitian
dalam kepemimpinan yang dilakukan
dari tahun 1940 sampai 1950, bahkan sampai
tahun 1960-an, oleh seperti McGregor,
Likert, Lewin serta Blake dan Mouton.
Penelitian-penelitian teori motivasi sebelumnya juga mendukung bahwa pendekatan manajemen partisipatif sebagai yang
ideal. Banyak para praktisi manajemen merasa konsep-konsep
tersebut membuat peningkatan
prestasi dan perbaikan sikap.
Di lain pihak, beberapa penelitian membuktikan pula bahwa pendekatan
otokratik dibawah berbagai kondisi, pada kenyataannya lebih efektif dibanding pendekatan lain. Jadi, pengalaman-pengalaman kepemimpinan mengungkapkan bahwa dalam
berbagai situasi pendekatan otokratik
mungkin yang paling baik, dalam berbagai
situasi lain pendekatan
partisipatif yang lebih efektif; atau
pendekatan orientasi-tugas dibanding
pendekatan orientasi-karyawan dari sisi lain. Kesimpulan yang dapat
dibuat, bahwa kepemimpinan adalah kompleks dan gaya kepemimpinan yang paling tepat tergantung
pada beberapa variabel yang saling berhubungan - seperti ditunjukkan pembahasan
berikut.
PENDEKATAN SITUASIONAL "CONTINGENCY"
Pendekatan kesifatan dan
perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimpinan.
Disamping itu, sebagian besar penelitian masa kini menyimpulkan bahwa tidak
ada satupun gaya
kepemimpinan yang tepat bagi setiap manajer di bawah
seluruh kondisi. Pendekatan situasional-contingency
manggambarkan bahwa gaya yang
digunakan adalah bergantung pada faktor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi dan variabel-variabel
lingkungan lainnya. Teori-teori
situasional yang terkenal dan akan dibahas adalah (1) rangkaian kesatuan kepemimpinan dari
Tannembaum dan Schmidt, (2) teori
"contingency" dari Fiedler, dan (3) teori
siklus-kehidupan dari Hersey dan
Blanchard.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kepemimpinan
Seperti ditunjukkan
teori-teori di muka, ada berbagai faktor yang mempengaruhi situasi
kepemimpinan. Mary Parker Follett, yang mengembangkan
hukum situasi, mengatakan
bahwa ada tiga variabel kritis yang mempengaruhi gaya pemimpin, yaitu 1)
pemimpin, 2) pengikut atau bawahan, dan 3) situasi. Ketiganya saling berhubungan dan berinteraksi, seperti ditunjukkan gambar dibawah.
Follett juga menyatakan bahwa para
pemimpin seharusnya berorientasi pada kelompok
dan bukan berorientasi pada kekuasaan.
Berbagai penelitian juga menunjukkan
kompleksitas kepemimpinan di mana ada
lebih banyak variabel yang saling
berhubungan terlibat.
Variabel-variabel tersebut dapat diklasifikasikan sebagai faktor-faktor makro dan faktor faktor.mikro, seperti ditunjukkan dalam gambar berikut.
Rangkaian Kesatuan Kepemimpinan Tannenbaum dan Schmidt
Robert Tannenbaum dan
Warren H. Schmidt adalah di antara para
teoritisi yang menguraikan berbagai faktor yang mempengaruhi pilihan gaya
kepemimpinan oleh manajer. Mereka
mengemukakan bahwa manajer harus
mempertimbangkan tiga kumpulan "kekuatan" sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu :
Kekuatan-kekuatan dalam
diri manajer. yang mencakup 1)
sistern nilai, 2) kepercayaan
terhadap bawahan, 3) kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan 4) perasaan aman dan tidak aman.
Kekuatan-kekuatan dalam
diri para bawahan, meliputi 1) kebutuhan mereka akan
kebebasan, 2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, 3) apakah
mereka tertarik dalam dan mempunyai
keahlian untuk penanganan masalah, dan 4) harapan mereka mengenai keterlibatan dalamn pembuatan keputusan.
Kekuatan-kekuatan dari
situasi, mencakup 1) tipe organisasi, 2) efektifitas
kelompok, 3) desakan waktu, dan 4) sifat
masalah itu sendiri.
Konsep Tannenbaum dan
Schmidt ini disajikan sebagai suatu rangkaian kesatuan
kepemimpinan (leadership continuum), seperti ditunjukkan gambar 14.5. Pendekatan yang paling efektif sebagai manajer, menurut mereka, adalah sedapat mungkin fleksibel, maupun memilih perilaku
kepemimpinan yang dibutuhkan dalam
waktu dan
tempat tertentu.