Berbicara permasalahan kesehatan reproduksi (kespro), ada
banyak orang menganggapnya sebagai pembahasan yang berkaitan dengan seksualitas
saja, padahal seks dapat diartikan sebagai jenis kelamin.
Berbagai hal berkaitan dengan pembahasan masalah kesehatan
reproduksi, baik bagi balita (pra sekolah), anak sekolah (6 – 12 tahun), remaja
(10 – 19 tahun) maupun orang dewasa sudah banyak dilakukan.
Bahkan diberbagai sekolahpun saat ini sudah mulai diberikan
mata pelajaran yang terkait dengan kesehatan reproduksi, ini kabar yang
menggembirakan tentunya tinggal bagaimana mengemasnya kedalam bagian dari kurikulum
di sekolah.
Merawat kesehatan reproduksi balita memang sangat penting,
karena membutuhkan peran orang tua dalam meningkatkan derajad kesehatan secara
menyeluruh, baik organ fisik, mental dan sosial balita.
Peran yang bisa diambil orang tua adalah berupa bagaimana
merawat, menjaga, mengasuh, memelihara, membesarkan anak balitanya agar tumbuh
dan berkembang secara sehat.
Ada sebuah peristiwa yang sering terjadi diberbagai tempat,
misalnya: ‘seorang anak perempuan kencing dengan posisi berdiri’ tentu akan banyak
mendapatkan tanggapan dari kaum ibu yang mengasuh pada saat itu, dimana ibu
mengucapkan kepada anaknya : ‘kalau kencing jangan berdiri dong’, anak
perempuan harus dengan jongkok, begini caranya sembari memberikan contoh,
tetapi ada pula orang tua yang langsung menyapa dan melarang dengan keras pada
anak perempuan tersebut tanpa ada penjelasannya,
padahal anak perempuan tersebut hanya meniru apa yang telah dilihatnya pada
teman laki-laki sebayanya yang waktu kencing dilakukan dengan berdiri.
Dengan peristiwa diatas jelas bahwa pemahaman orang tua dalam
memberikan tanggapan kepada anak perempuannya sangat relatif dan beragam,
tentunya pendidikan seksualitas perlu dihadirkan juga pada balita yang
menyangkut pengenalan identitas diri dan jenis kelamin, hubungan antara
laki-laki dan perempuan, organ-organ reproduksi dan fungsinya, bagaimana merawat
kesehatan, menghindarkan diri dari kekeran seksual dan sebagainya.
MENGENALI ORGAN SEKS
Rasa keingintahuan anak tentang seksualitas sebetulnya sudah
muncul sejak anak masih balita, mulai usia 3 (tiga) tahun rasa keingintahuan
terhadap masalah seks tercermin mulai dari pengamatan/penglihatan anak terhadap
organ tubuhnya, hal ini terlihat dengan adanya aktifitas maupun tanda-tanda
anak bermain-main dengan organ seksnya, yaitu memegang-megang, menggaruk-garuk
ataupun menggesek-gesekkan alat kelaminnya.
Sebagai orang tua, jika melihat anaknya melakukan hal
tersebut diatas, maka orang tua segera melakukan tindakan pendekatan dengan
anak dengan cara mengajak berbicara bahwa apa yang dilakukan anak dengan
memegang-megang kelamin/kemaluan maka tangan yang digunakan bekas
memegang-megang/menggaruk-garuk kelamin tersebut akan menjadi kotor (ada kuman
yang menempel) sehingga kalau makan, tangan belum dicuci/ dibersihkan bisa
terkena/menimbulkan penyakit (misalnya sakit perut).
Pada anak balita, keingintahuannya biasanya timbul bila ia
berhadapan dengan orang lain yang berlainan jenis dalam keadaan telanjang, ia
akan melihat bahwa alat kelaminnya sendiri berbeda dari alat kelamin orang
lain, hal ini menimbulkan pertanyaan dalam diri anak dan biasanya secara spontan
ia akan langsung bertanya kepada orang tuanya, disini tugas orang tua
memberikan penjelasan bahwa ada perbedakan antara laki-laki dan perempuan,
sehingga jenis dan bentuk kelaminnya berbeda, termasuk organ tubuh lainnya yang
dimiliki masing-masing.
Ada kasus yang kerap terjadi pada orang tua yang memberikan
informasi atau pemahaman yang keliru terhadap anak tentang pemberian istilah yang
menyangkut organ reproduksi anak, misalnya orang tua menyampaikan/mengatakan
dengan sengaja atau tidak dengan sengaja, yaitu memberikan nama-nama yang tidak
sebenarnya, seperti penis dikatakan burung, lalu vagina dikasih istilah dompet,
akibatnya apa yang terjadi; informasi ataupun pemahaman yang sudah terlanjur
diterima anak akan bertahan lama hingga anak menjadi dewasa, hal ini akan
menimbulkan konsep yang salah pada anak mengenai seks dan akan terbawa sampai
ia sudah berkeluarga/menjadi orang tua yang berpotensi pula akan memberikan
konsep yang salah pada generasi berikutnya.
Perlunya lebih hati-hati orang tua memberikan pemahaman
tentang organ reproduksi dan fungsinya kepada balita, yaitu dengan memberikan
informasi yang benar dan jelas.
DORONGAN SEKSUAL
Dalam perkembangan kehidupan manusia sejak lahir sampai
dengan dewasa sudah memiliki dorongan-dorongan seksual, namun antara satu
dengan lainnya tidak sama, yaitu antara anak-anak dan orang dewasa. Dorongan seksual yang diwujudkan dalam kepuasan seksual pada
anak-anak pencapainnya tidak selalu melalui alat kelaminnya, tetapi melalui
daerah-daerah lain seperti, mulut dan anus. Cara pemuasannya juga berbeda sesuai dengan tahap-tahap perkembangan
yang dilalui sesuai dengan usianya, yaitu sebagai berikut :
1.
Masa
oral (0-1 tahun)
Merupakan tahap pertama perkembangan
psikoseksual dimana pada masa tersebut bayi memperoleh dan merasakan kepuasan
dan kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Kepuasan
dan kenikmatan ini timbul karena adanya hubungan antara perasaan lapar kemudian gelisah. Anak-anak
pada usia tersebut masih menyusui baik dari ASI maupun susu pengganti ASI. Menghisap susu selain untuk memenuhi rasa lapar juga untuk mendapatkan
kepuasan tersendiri akibat adanya gesekan-gesekan di sekitar daerah mulut. Kepuasan ini selain diperoleh
melalui menyusu juga dapat dicapai dengan memasukkan benda yang ada
disekitarnya atau jarinya sendiri kedalam mulutnya.
2.
Masa
anal (1-3 tahun)
Setelah melalui masa oral, anak
memindahkan pusat kenikmatan dari daerah mulut ke daerah anus/dubur.
Rangsangan pada daerah anus ini
berkaitan erat dengan kegiatan buang air besar/ tinja, karena keduanya
merupakan sumber kenikmatan, kepuasannya diperoleh dengan menikmati duduk di
pispot sampai lama.
Masa anal ini berhubungan pula dengan
soal kebersihan, keteraturan atau kerahan yang ingin diterapkan orang tua
kepada balita.
Dari sisi anak, ia bukan lagi pribadi
yang sepenuhnya pasif, melainkan ia mulai mau menentukan sendiri.
Dari sisi perkembangan sosialnya,
anak mulai bisa melakukan sendiri beberapa aktifitasnya yang tadinya harus
dilakukan dengan bantuan orang tua atau orang lain.
3.
Masa
phalik (3-5 tahun)
Masa dimana sumber kenikmatan
berpindah ke daerah kelamin, akan tetapi kepuasan seksual yang diperoleh pada
tahap ini belum dihubungkan dengan tujuan pengembangan keturunan/reproduksi.
Pada masa ini anak mulai menaruh
perhatian terhadap perbedaan anatomic antara laki-laki dan perempuan, terhadap
hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan seks.
Pada tahap perkembangan
psikososialnya, biasanya tingkah laku yang menonjol pada anak laki-laki adalah
mempermainkan alat kelamin, yaitu dengan menarik-narik penis.
Pada anak perempuan bentuk tingkah
lakunya adalah dengan menggesek-gesekkan bagian luar alat kelaminnya pada
guling maupun bantal.
Tingkah laku anak diatas adalah
normal, bila orang tua memarahi, maka anak bisa terganggu kejiwaannya seperti
seks phobia, impotensi, frigiditas dikala ia dewasa.
Usahakan alihkan perhatian anak pada
hal lain, dengan cara memindahkan tangan anak dari aktifitas itu, berikan
mainan yang menarik minatnya dan temani anak bermain hingga lupa aktifitas
tadi.
Bila sudah melewati masanya biasanya
anak akan meninggalkan kebiasaan itu.
Katakan kepada anak dengan tenang,
seperti : “Adik, penis/vaginanya nggak boleh dibuat mainan, nanti bisa lecet,
kalau lecet dipakai pipis akan sakit lo…”
Anak-anak sering melontarkan
pertanyaan kepada orang tua, apabila ada pertanyaan
Dari anak sebaikknya orang tua jangan
mengelak atau marah, tetapi bersikaplah tenang dan pastikan bahwa memang anak
membutuhkan informasi tersebut.
Berilah jawaban sebatas yang
ditanyakan anak dan pergunakanlah bahasa yang dapat dimengerti anak dengan
menggunakan kata-kata/istilah yang mudah diingat anak.
Pertanyaan yang sering muncul dari
anak balita tentang kesehatan reproduksi sangat beragam, misalnya ; kenapa
hanya ibu yang bisa melahirkan, kok ayah tidak bisa ?, kenapa adik/bayi ada
dalam perut ibu ?, bagaimana adik/bayi bisa keluar dari perut ibu ?, kenapa
alat kelaminku berbeda dengan milik adik ?, mengapa cara pipis anak
perempuan beda dengan laki-laki ?,
apa sih menstruasi itu ?, dari mana keluar darah menstruasi itu ?, kenapa ibu punya payu dara ?, apakah
aku juga akan punya bayi ?, bolehkan temanku memegang penisku ?, dan banyak
lagi lainnya.
Dari pertanyaan diatas akan kita coba
jawab pertanyaan ; “kenapa hanya ibu yang bisa melahirkan ?, …..jawabannya,
karena yang bisa hamil dan melahirkan hanya ibu, karena hanya ibu perempuan
yang punya rahim, rahim adalah tempat adik/bayi tumbuh dan berkembang dari
kecil hingga waktunya lahir.
Satu lagi, bagaimana adik/bayi ada
dalam perut ibu ?, …..jawabannya, karena adik/bayi bisa tumbuh dalam rahim ibu
jika sebuah sel telur (sangat kecil) dan sebuah sel sperma (biji kecil) saling
bertemu, kemudian akan menghasilkan pembuahan
dan akhirnya tumbuhlah bayi dalam rahim ibu.
Sebagai informasi tambahan, bahwa
ketika anak memasuki usia 6 (enam) tahun, ia masuk tahap latent, dimana
aktifitas seksual nampak seakan-akan menghilang atau tidak aktif, tingkah laku
yang condong kepada seks tidak terlihat dan anak-anak lebih suka melakukan
aktifitas-aktifitas lain yang tidak bersifat seks, yaitu seperti bermain-main,
bercanda biasa dan sebagainya, baru pada tahap berikutnya, yaitu anak mulai
berusia 11-14 tahun akan nampak lagi aktifitas seksualnya.
PAHAMI ORGAN TUBUH
Semenjak anak bisa berbicara, orang tua perlu memberikan
pemahaman kepada anak balitanya mengenai kesehatan reproduksi, khususnya
alat-alat reproduksi.
Orang tua dapat mulai menjelaskan nama-nama anggota tubuh dan
fungsi/kegunaannya seperti mata untuk melihat, telinga untuk mendengar, mulut
untuk makan dan minum, hidung untuk bernafas dan sebagainya, setelah itu
dikenalkan dengan nama alat kelaminnya baik laki-laki maupun perempuan.
Orang tua perlu menghindari istilah-istilah yang salah kaprah
dalam memberi nama alat kelamin laki-laki maupun perempuan, karena jelas akan
membingungkan anak dikemudian hari, gunakan istilah-istilah yang sebenarnya
seperti penis, vagina, dubur, payudara dan sebagainya.
Untuk mengenalkan nama-nama tersebut sebaiknya pergunakanlah
waktu dan kesempatan yang baik dan tepat, misalnya saat anak sedang mandi, atau
saat anak sedang memakai
pakaian, atau pada saat anak melihat saudaranya yang
berlainan jenis telanjang didepannya, biasanya anak spontan akan heran dan
langsung bertanya, kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya
oleh orang tua.
Orang tua perlu memberikan pemahaman pada anak balitanya
bahwa organ tubuh mereka adalah milik mereka sendiri yang harus dirawat,
dipelihara dan dijaga dengan baik.
Cara merawat organ tubuh balita dapat dilakukan dengan :
Pertama, Menjaga kebersihan badan, lakukan
mandi dan gosok gigi setiap hari 2 kali dengan memakai sabun mandi dan pasta
gigi anak, menjaga kebersihan rambut kepala dengan shampoo, kebersihan kuku,
mencuci tangan sebelum makan, kebersihan pakaian khususnya untuk organ kelamin
dan organ lainnya secara rutin maupun berkala. Pada
balita yang belum bisa melakukan aktifitas tertentu, maka orang tua dapat
membantu sepenuhnya aktifitas diatas.
Kedua, Tidak semua orang boleh menyentuh,
apalagi memegang bagian tubuh yang sangat pribadi, kecuali ibu saat membantu
membersihkan anus setelah buang air besar, dokter yang memeriksa bagian tubuh
yang sakit. Hal ini untuk menghindari terjadinya pelecehan seksual, karena pelecehan
seksual pada anak seringkali justru dilakukan oleh orang terdekat dalam rumah.
Ketiga, Bila ada orang yang menyentuh tubuh
anak, orang tua perlu mengajarkan pada anak untuk berteriak dan berkata “tidak” atau anak mengatakan “Aku
tidak suka badanku dipegang” atau “Aku tidak suka kalau tubuhku disentuh”, bila anak merasa terancam
dan tidak nyaman ia dapat berteriak dengan mengatakan “Aku tidak mau” dan seterusnya.
Drs. Andang Muryanta, adalah Penyuluh Keluarga Berencana
Kecamatan Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, DI. Yogyakarta
DAFTAR PUSTAKA :
1. BPPM
DI. Yogyakarta, 2013, Panduan Pola Asuh
yang Stimulatif pada Balita
2. Direktorat
BKB dan Anak, BKKBN, 2014, Menjadi Orang
Tua Hebat, (Bahan Penyuluhan BKB Bagi Kader)
3. Andika, Alya 2010, Ibu, Dari Mana Aku Lahir, Yogyakarta, Pustaka Grahatama
4. Liwunfamily.wordpress.com/2013/05/23/pendidikan-kesehatan-reproduksi-usia-dini/
5. Edukasi.kompasina.com/2014/03/01/pentingnya-mengenalkan-pendidikan-seks-sejak-usia-dini-
635624-html
6. Andang Muryanta, 2014, Merawat
Kesehatan Reproduksi Anak Balita, Balai Penyuluhan
Keluarga Berencana (BPKB) Kec. Panjatan