Kasus
Yuyun, siswi SMP di Bengkulu yang menjadi korban pemerkosaan dan pembunuhan yang
dilakukan oleh 14 orang remaja ingusan, telah mengejutkan segenap masyarakat
Indonesia. Dari kasus ini, hari demi hari kita disuguhi pemberitaan tentang berbagai
kekerasan seksual terhadap anak-anak yang telah terjadi selama ini. Yuyun
hanyalah salah satu dari sekian banyak anak korban kekerasan seksual di
Indonesia yang sangat mengerikan. Data yang dapat dihimpun (http://nasional.kompas.com/read/2016/05/13/23025921/Mendikbud.Nilai.Kekerasan.Seksual.pada.Anak.Muncul.karena.Potensi.Masalah.Dibiarkan)
menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun angka kekerasan seksual pada anak
cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 terjadi 1.445 kasus; tahun
2014 tercatat 1.423 kasus dan tahun 2015 terdapat 1.718 kasus.
Kejahatan
seksual terhadap anak jelas tidak dapat dipandang sebelah mata. Maka tidaklah
berlebihan bila kondisi ini disebutkan sebagai keadaan darurat. Entah korban
itu akhirnya tewas dibunuh atau dibiarkan tetap hidup, keduanya tetap
mengundang keprihatinan yang teramat mendalam, bahkan juga kegeraman yang luar
biasa besar. Betapa tidak? Seorang bocah yang mestinya memiliki masa kehidupan
yang panjang, secara tiba-tiba tercabut dari kehidupannya dan tewas dalam
kondisi yang teramat menyedihkan. Demikian pula bila si bocah tetap dibiarkan
hidup, ia akan menanggung trauma yang tidak pernah dapat disembuhkan sepanjang
hidupnya. Tidak sedikit korban kekerasan seksual di masa kanak-kanak akan tetap
menangis ketika menceritakan kembali pengalaman traumatis itu, sekalipun
peristiwa itu telah berlalu puluhan tahun lamanya. Masa kanak-kanak yang
mestinya dilewati dengan penuh keriangan, pada detik ketika penjahat seksual menjamahnya,
ia kehilangan semua keriangan itu.
Sebagai
orang dewasa dan juga orang tua, kita harus mencegah dan berusaha sekuat tenaga
menghentikan kejahatan ini. Kita harus menyelamatkan anak-anak kita yang polos dan
lugu ini dari tangan-tangan satanik. Untuk itu baiklah kita memperhatikan
berbagai penyebab terbukanya peluang kejahatan seksual ini, agar kita dapat
mengambil langkah-langkah pencegahan dan pengamanan secara tepat dan bijak.
Beberapa Faktor Penyebab Kejahatan Seksual
Pada Anak di Indonesia
1. Ancaman
hukuman yang relatif ringan, sistem penegakan hukum yang lemah serta menuntut
biaya yang tinggi serta proses yang amat melelahkan mental dan fisik pelapor,
membuat korban dan keluarganya seringkali menghindari proses hukum terhadap
penjahat seks. Bila pun pelaku mendapatkan hukuman, vonis yang dijatuhkan
terasa jauh dari rasa keadilan masyarakat, khususnya korban dan keluarganya.
Para pelaku pemerkosa Yuyun hanya dituntut 10 tahun penjara. Sungguh merupakan
kenyataan pahit yang mesti ditelan oleh keluarga yang kehilangan seorang
putrinya secara biadab. Memang disadari
sepenuhnya bahwa hukuman yang berat belum tentu menghentikan kebiadaban para
(calon) penjahat seks tersebut. Tetapi setidaknya ancaman hukuman yang berat
akan membuat para calon pelaku akan berpikir ulang sebelum melakukan aksi-aksi
kejinya.
2. Kemajuan teknologi
informasi (internet dan gadget) telah memudahkan penyebaran berbagai materi
kekerasan maupun hal-hal yang berbau pornografi. Hal-hal yang berbau
pornografi tersebut dapat berupa beberapa hal berikut;
a a.) pornografi – berupa gambar-gambar seksual,
b b.) pornoteks – berupa tulisan bisa dalam bentuk
cerita seksual, buku komik, dll,
c c.) pornosuara – berupa suara yang berisi tuturan
hal-hal seksual
d d.) pornoaksi – berupa gerakan tubuh, dan juga
menonjolkan bagian-bagian
tubuh tertentu, dan
tubuh tertentu, dan
e e.) pornomedia – berupa tayangan-tayangan hal
seksual yang ditampilkan
oleh media; televisi, film, video, dll.
oleh media; televisi, film, video, dll.
Hal-hal seperti disebutkan di atas telah mencuci otak
anak-anak kita dengan imajinasi dan fantasi liar tentang hal-hal yang tidak
sesuai dengan usia dan perkembangan jiwa dan mental mereka.
3.
Hasil
penelitian menunjukkan suatu kondisi yang sungguh amat memprihatikan, bahwa ternyata
banyak orang Indonesia di bawah usia 25 tahun telah mengalami kecanduan pornografi
(porn addiction) yang disebabkan karena terlalu sering mengkonsumsi
materi-materi pornografi. Hal kecanduan materi pornografi dan dampak
destruktif (perusakan) pada otak anak-anak dan remaja pernah dipaparkan oleh
ibu Elly Risman pada tahun 2008 dalam ajang pertemuan ilmiah IPK (Ikatan
Psikologi Klinis) dan APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik). Namun tanggapan
pada masa itu dinilai sangat tidak memuaskan.
4. Lagu-lagu yang
popular di masyarakat menjual hal-hal seksual tanpa memperhatikan pasar yang
mendengarkannya adalah termasuk juga anak-anak dan remaja. Banyak lagu yang
disukai itu hanya berisikan syair-syair yang menonjolkan hal-hal seksual. Salah
satu contoh adalah dengan menciptakan lagu yang mengarah pada bagian tubuh
tertentu seperti dada dan paha yang kian menyulut fantasi liar anak-anak dan
remaja.
5. Kesadaran
yang amat minim dari pada orang tua, pendidik maupun pembimbing anak-anak untuk
memberikan pendidikan seks pada anak-anak secara tepat. Para orang tua
masih saja merasa canggung atau tabu untuk membicarakan masalah seks dengan
anak-anaknya. Jauh sebelum teknologi internet merasuki kehidupan manusia, para
pemerhati pendidikan anak telah berulang kali mengingatkan pentingnya
pendidikan seks pada anak sedini mungkin. Tetapi bahkan ketika dunia sudah
diubah sedemikian rupa dengan kehadiran internet, kesadaran untuk memberikan
pendidikan seks di usia dini tetap saja terabaikan.
6. Banyak
orang tua yang kurang membekali anak-anaknya tentang perlindungan diri,
sehingga banyak anak tidak melaporkan kepada orang tua apabila ada orang lain
yang secara tidak bertanggung jawab menyentuh bagian-bagian tubuh yang sangat
pribadi. Banyak pula orang tua yang tidak secara tegas mendidik anak-anak
laki-lakinya untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak senonoh terhadap lawan
jenisnya.
7. Nutrisi
fisik hormonal yang terkandung dalam makanan masa kini semakin membuat anak
mengalami kematangan hormon dan organ seksual sebelum waktunya. Kematangan dini
membuat anak tidak siap menghadapi dan mengendalikan dorongan seksual yang
muncul dari dalam dirinya.
8.
Lack of
safety and security system (minimnya sistem keamanan dan pengamanan) yang
bertujuan memberi perlindungan pada anak-anak dan perempuan secara bersamaan,
juga memberikan sumbangan terjadinya peristiwa kejahatan seksual tersebut.
Orang tua di tengah segala kesibukannya dan tanpa kewaspadaan, meninggalkan
anak-anaknya di rumah tanpa pengawasan yang memadai. Padahal justru predator atau
pemangsa anak-anak seringkali adalah orang-orang yang ada di sekitar rumah
mereka.
9. Kemiskinan
membuat sebuah keluarga tinggal di sebuah rumah yang teramat sempit,
berdesak-desakan dengan para tetangga, dan membuat anak melihat
aktivitas-aktivitas seks dalam kondisi tersebut. Tidak sedikit orang tua
yang tidur bersama beberapa anaknya dalam satu kamar yang teramat sempit.
Akibatnya aktivitas intim orang tua (baik orang tua sendiri atau orang dewasa
yang tinggal di sebelah rumah) dapat didengar atau bahkan dilihat oleh
anak-anak.
10. Kesulitan ekonomi juga membuat kedua orang
tua sibuk mencari nafkah untuk kehidupan sehari-harinya, ibu yang harus bekerja
berjauhan dengan keluarganya (menjadi TKW di luar negeri misalnya), konflik
suami-istri yang berakhir dengan perceraian, menyebabkan terjadinya disfungsi
keluarga sebagai tempat anak bertumbuh dengan sehat baik secara fisik, mental
maupun spiritual. Tidak jarang pula figur orang tua menjadi figur yang jauh
dari ramah dan bersahabat. Figur orang tua terkadang dekat sekali dengan
kekerasan dan ketidakpedulian. Dalam kondisi demikian anak-anak bertumbuh tanpa
arahan, bimbingan dan didikan yang sungguh amat dibutuhkannya, sehingga
keluarga kehilangan fungsi dasarnya sebagai tempat pembentukan karakter dan
kepribadian anak.
Langkah-langkah Penting Pencegahan
Berikut
adalah langkah-langkah penting yang perlu dan harus diperhatikan oleh kita
sebagai orang dewasa dan orang tua tentang bagaimana pencegahan yang bisa
diberikan kepada anak di tengah kondisi darurat kekerasan seksual pada anak
ini.
1. Berikan pendidikan seks sedini mungkin
kepada anak-anak kita. Terangkan kepada anak-anak perbedaan alat-alat
reproduksi laki-laki dan perempuan dan apa fungsinya di masa depan anak-anak
nanti. Sebutkan nama alat kelamin dengan istilah ilmiah. Hindari penggunaan
istilah alat kelamin yang vulgar atau kasar, atau sebaliknya hindari juga menggunakan
istilah lain yang menutup-nutupi istilah bakunya (misalnya menggunakan kata “burung”
untuk alat kelamin pria, yang betul sebutkan saja “penis” yang adalah istilah
ilmiahnya). Terangkan pula bahwa dari alat kelamin inilah lahir anak-anak,
tetapi juga perlu ditekankan bahwa hal itu hanya boleh dilakukan bila anak-anak
sudah berusia dewasa dan sudah ada dalam ikatan suami-istri. Bila Anda
mengalami kesulitan untuk memberikan pendidikan seks bagi anak-anak Anda,
berkonsultasilah dengan guru-guru di sekolah atau para ahli.
2. Learning by sensory (belajar dari panca
indera, dalam hal ini penglihatan). Agar pendidikan seks tidak menjadi
sesuatu yang abstrak, para orang tua dianjurkan untuk terkadang mengajak
anak-anak usia balita untuk mandi bersama, sehingga secara visual mereka dapat
melihat perbedaan alat-alat reproduksi antara laki-laki dan perempuan. Dalam
kesempatan itu juga orang tua dapat menjelaskan kepada anak-anak tentang
alat-alat reproduksi tersebut dalam suasana yang akrab. Mengapa balita? Karena
di usia ini sensori-motor anak sedang berkembang dan ia akan menemukan
konsep-konsep baru untuk terus ditanam dalam ingatannya. Oleh sebab itu usia balita disebut juga sebagai golden age (usia emas) karena di masa
itulah masa-masa keemasan dan penting untuk membangun anak, apakah ia akan
bertumbuh menjadi baik atau malah sebaliknya. Semua tergantung bagaimana kita
sebagai orang tua membentuk anak-anak di masa-masa ini.
3. Orang tua berhubungan intim dengan melihat
situasi dan kondisi anak. Bila kondisi rumah amat terbatas, sehingga
anak-anak mesti tidur bersama dengan orang tua, atau kamar hanya disekat
seadanya, maka para orang tua hendaknya sangat berhati-hati ketika melakukan
hubungan intim.
4.
Perhatikan penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi (laptop, komputer, handphone, tablet, dan gadget lain) milik
anak-anak Anda. Memperhatikan bukan berarti mengawasi 24 jam bagaimana
anak-anak Anda memakai gadget milik
mereka. Memperhatikan berarti Anda membangun komunikasi dengan baik dengan
anak-anak Anda, mengenai apa yang mereka lakukan dengan gadget mereka. Sampaikan pada anak, apabila mereka menemukan
hal-hal yang tidak pernah mereka ketahui sebelumnya, tunjukkan kepada orang tua
agar orang tua bisa memberikan pengetahuan dan arahan yang tepat dan benar.
5.
Orang tua perlu menegaskan kepada
anak-anaknya untuk tidak melakukan tindakan tidak senonoh terhadap lawan
jenisnya. Apa yang dimaksudkan dengan tindakan tidak senonoh mesti
diterangkan sejelas-jelasnya, misalnya menjelaskan bahwa mereka tidak boleh
memegang, menyentuh atau meraba dada, pantat, maupun penis atau vagina
kawannya. Demikian pula orang tua perlu mendidik anak laki-laki maupun
perempuan untuk menjauhi segala bentuk kekerasan fisik maupun kata-kata
terhadap kawan-kawannya.
6. Apabila orang tua harus bekerja di luar
rumah sepanjang hari, adalah penting untuk memiliki tempat yang aman bagi anak-anak sementara mereka bekerja. Pada umumnya rumah
kakek-nenek adalah tempat yang tepat untuk menitipkan anak. Tetapi tidak selalu
kondisi ideal ini dimiliki oleh keluarga-keluarga muda. Di luar negeri biasanya
terdapat tempat penitipan anak sementara orang tua bekerja, seperti misalnya day-care. Namun tempat-tempat itu
biasanya berbiaya tinggi, sehingga tidak semua orang tua juga dapat
membiayainya. Di Gereja Presbiterian Korea ada jemaat-jemaat yang menyediakan day-care bagi anak-anak dari keluarga
yang kedua orang tuanya bekerja sepanjang hari.
7.
Jangan biarkan anak perempuan berjalan
sendirian, apalagi bila ia harus melewati daerah-daerah rawan kejahatan seperti
misalnya tempat-tempat yang jauh dari keramaian. Pikiran bahwa itu sudah
biasa dilakukan oleh si anak haruslah dihentikan. Mengapa demikian? Karena hampir
semua kasus pemerkosaan anak tidak terjadi pada malam hari, tetapi justru pada
siang hari dan di tempat-tempat yang biasa dilewati oleh si anak.
8. Pasangan suami istri (pasutri) perlu secara
serius membina hubungan yang mesra dan harmonis. Keretakan atau
kehancuran perkawinan pasti akan berdampak sangat negatif bagi perkembangan
kejiwaan anak-anaknya. Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun ditetapkan
sebagai salah satu pelaku pemerkosaan
terhadap seorang anak gadis berusia 4 tahun (sumber dari Kompas.com). Dan dalam
penyelidikan, didapati bahwa anak laki-laki ini tumbuh dalam keluarga yang
berantakan. Bila sudah terjadi demikian, siapa yang mesti bertanggung jawab?
Salah siapakah semuanya ini?
9. Gereja juga perlu membekali baik orang tua
maupun guru-guru sekolah minggu tentang pendidikan seks bagi anak.
Dengan demikian para orang tua maupun guru-guru sekolah minggu memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk membimbing anak-anak secara
tepat dan benar.
Tidak
ada anak yang dilahirkan dalam kondisi mengetahui apa itu hal-hal yang porno.
Hal yang dapat membuat mereka mengetahui itu di kemudian hari adalah lingkungan
sekitar mereka tempat mereka belajar dan bermain. Oleh sebab itu, mari kita
manfaatkan momen lingkungan ini untuk membekali anak-anak kita dengan
pendidikan seks yang tepat, agar mereka tidak tersentuh oleh tangan-tangan
jahat pelaku kekerasan seksual, dan dapat menatap masa depan mereka dengan tawa,
keceriaan dan penuh dengan harapan.
a.n. Majelis Jemaat GKI
Sangkrah, Solo
Emmanuela Febrima
Yuliana Mouwlaka
Pdt. Mungki A. Sasmita