oleh: YM Bhikkhu Sri Paññavaro Mahathera
Betapa besar peranan ibu dan ayah dalam
mendidik putra-putrinya, hingga di zaman dahulu mereka sering disejajarkan
dengan Brahma. Brahma adalah dewa yang mempunyai empat sifat luhur tanpa batas
—cinta kasih, kasih sayang, simpati, dan keseimbangan batin— kepada semua
makhluk. Bagi orangtua yang baik keempat sifat luhur tersebut akan menjadi
dasar yang tanpa batas dalam mendidik anak-anaknya. Oleh karena itu anak-anak memandang
mereka laksana Dewa Brahma.
Pengorbanan Orangtua.
Semua agama menempatkan kedudukan orangtua
pada tempat terhormat. Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tiada seorang pun
yang nuraninya bisa mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas dari orangtua
mereka. Selama sembilan bulan ibu menjaga dan memberikan darahnya sendiri demi
putra yang dikandung. Pada saat melahirkan betapa seorang ibu amat menderita.
Ia tidak mempedulikan hidupnya sendiri. Harapan satu-satunya hanyalah:
"Semoga anakku lahir dengan selamat".
Bagi ibu dan ayah lahirnya seorang putra
—lebih-lebih putra pertama— adalah kebahagiaan yang luar biasa. Tetapi,
kebahagiaan itu sesungguhnya adalah awal suatu pengorbanan dan kebajikan tanpa
batas yang merupakan kewajiban orangtua demi masa depan putra tercinta. Sulit
digambarkan perjuangan orangtua dalam membesarkan dan mendidik anak-anak
mereka. Anak adalah bagian hidup orangtua. Kalau anak sakit, orangtua akan
sangat menderita. Sebaliknya, bila anak mereka sehat dan bahagia, orangtua pun
turut bahagia. Anak-anak adalah harta yang tidak ternilai harganya. Mereka
pembawa kebahagiaan tetapi juga penyebab kesulitan orangtua.
Sesuatu yang tidak mungkin meleset adalah:
Cinta orangtua pasti lebih besar bila dibandingkan dengan cinta anak-anak kepada
orangtua mereka. Orangtua yang baik selalu berusaha memberikan yang paling baik
kepada anak-anaknya.
Kewajiban Orangtua.
Kewajiban setiap orangtua adalah berusaha
mengembangkan kesejahteraan anak-anaknya secara utuh. Meskipun kadang-kadang
ada saja anak-anak tidak berbakti, yang melupakan pengorbanan orangtua mereka,
selalu menuntut, dan bahkan melawan dengan kekerasan kepadanya; orangtua yang
bijaksana harus tetap menjadi orangtua penyayang pemaaf, penuh kemurahan hati,
selalu berpikiran bijak; serta selalu bersedia melakukan kewajiban-kewajiban
mereka secara ikhlas. Kewajiban orangtua tidak akan berhenti sekalipun anak
mereka telah berkeluarga —meskipun sudah tentu kewajiban mereka tidak lagi sama
seperti pada waktu anak mereka belum berkeluarga.
Cita-cita yang pasti terkandung dalam
setiap nurani orangtua adalah: mengusahakan —sejak anaknya masih dalam
kandungan sekalipun— agar anaknya menjadi orang berguna dan terhormat. Dan
lebih lagi, sebelum menutup mata nanti, ia ingin menyaksikan anak-anaknya hidup
maju, damai, bahagia, serta melebihi —atau paling tidak sama dengan— dirinya.
Keteladanan.
Kewajiban orangtua dalam mendidik dan
membimbing anak-anaknya menuntut suatu hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,
yaitu: contoh teladan. Sungguh tepat ungkapan: "Lebih baik satu kali
contoh daripada lima
kali nasihat". Selain faktor akibat karma dari kehidupan yang lalu, dan
pengaruh-pengaruh lainnya; sikap orangtua akan memberi pengaruh yang cukup
besar pada pribadi anak.
Orangtua tidak bisa cuci-tangan atas
kenakalan, kemerosotan, dan kehancuran moral anaknya. Selain diri sang anak
sendiri, orangtua adalah orang yang paling ikut bertanggung jawab atas
kepribadian anak.
Untuk menunaikan kewajiban dengan
sesempurna mungkin atas anak-anak —permata hidupnya dan penerus generasi—
setiap orangtua harus mengerti dengan jelas —tanpa keraguan sedikit pun tentang
tugas yang harus dipenuhi. Berjuang keras memberikan suri-teladan yang baik,
dan berusaha mati-matian tidak memberikan contoh-contoh jelek dalam kehidupannya
sehari-hari.
Dharma telah menjelaskan kewajiban orangtua
ini dengan sangat rinci. Terdapat lima
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap orangtua bagi anak-anaknya:
1.
|
Berusaha
menghindarkan anak-anak dari kejahatan.
|
2.
|
Mendorong
anak-anak untuk berbuat baik.
|
3.
|
Memberikan
pendidikan yang layak.
|
4.
|
Membantu
mencarikan pasangan yang sesuai.
|
5.
|
Menyerahkan
warisan pada saat yang tepat.
|
1.
|
Berusaha
menghindarkan anak-anak dari kejahatan.
|
Sejak anak-anak belum bisa menyebutkan
urutan satu sampai sepuluh dengan benar, mereka sudah harus belajar tentang
kehidupan. Orangtua adalah guru pertama bagi mereka. Orangtua —bukan orang
lain— mempunyai kewajiban untuk pertama kali mendidik anak-anaknya sendiri
tentang moral. Mendidik supaya anak-anak malu dan takut berbuat jahat.
Bagi setiap orang, rumah adalah sekolah
yang pertama. Disadari atau tidak disadari, segala tingkah laku orangtua
—sebagai guru pertama— akan menjadi pelajaran dasar yang sangat mudah diserap
oleh kepekaan anak-anak. Tingkah laku orangtua yang diserap anak itu ikut
membentuk dasar kepribadian anak —yang mewarnai tingkah laku anak hingga kelak
kemudian. Oleh karena itu sungguh tidak bijaksana ibu atau ayah yang
mengajarkan kepada anak-anaknya secara langsung ataupun secara tidak langsung
contoh-contoh perbuatan tercela seperti: ketakutan, kata-kata kasar, berbohong,
menipu, membenci, balas dendam, dan semacamnya.
Orangtua yang ingin dipatuhi oleh
anak-anaknya harus membangun kewibawaannya sendiri dengan cara menunjukkan
contoh teladan perbuatan-perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari, dan
menghindari semua perbuatan yang tercela. Orangtua yang sering membohongi anak
akan mendapatkan hal yang sama dari anaknya sendiri. Dan kalau anak sudah mulai
berani membohongi atau menyembunyikan sesuatu terhadap guru pertamanya, maka
untuk seterusnya orangtua akan sulit memberikan bimbingan yang baik. Orangtua
kehilangan fungsi kontrol terhadap anak-anaknya. Sikap saling membohongi adalah
awal dari ketidak-jujuran. Ketidak-jujuran menjadi penghalang utama bagi
kehidupan keluarga yang terbuka. Kalau antara orangtua dan anak tidak ada lagi
keterbukaan —tidak saling mempercayai, maka keharmonisan yang menjadi idaman
hanya tinggal impian. Akhirnya keakuan tumbuh menggantikan suasana cinta kasih
dan kasih sayang. Hubungan harmoni kekeluargaan berubah menjadi hubungan
formal.
Dari segi yang lain, orangtua bijaksana
harus mengerti semua keadaan anaknya oleh karena mereka pun pernah mengalami
masa sebagai anak. Orangtua akan menjadi tidak bijaksana lagi dan menyebabkan
timbulnya sikap tertutup bagi sang anak bila terlalu berusaha mempertahankan
sikap sabar, simpati, serta tetap murah hati atas kesalahan anak-anaknya. Sikap
ini adalah kunci untuk memasuki nurani anak yang paling halus dan kemudian
memberikan bimbingan yang benar kepada mereka. Inilah wujud nyata sikap cinta
kasih orangtua yang —seharusnya— tanpa batas kepada anak-anaknya. Dan seperti
yang sering saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, kunci utama mewujudkan
sikap cinta kasih ini adalah: pengendalian diri. Orangtua tidak dibenarkan
bersikap emosional atau serampangan. Mereka harus berusaha tetap sabar dan kuat
mengendalikan diri meskipun menghadapi anak mereka sendiri.
2.
|
Mendorong
anak-anak untuk berbuat baik.
|
Orangtua yang tidak bertanggung jawab rela
menyerahkan anak-anaknya meskipun baru berumur beberapa bulan —kepada pembantu
atau pengasuh. Akibat dari tindakan ini anak-anak menjadi lebih dekat dengan
pembantu ketimbang dengan ibu atau ayahnya sendiri.
Sifat-sifat baik yang dididikkan sejak
kecil laksana benih ditanam di ladang yang baru dibuka. Di antara sekian banyak
benih pasti ada yang tumbuh menjadi pohon subur yang sarat dengan buah.
Orangtua tahu dengan pasti sifat-sifat baik
apakah yang harus ditumbuhkan dalam diri anak. Beberapa yang paling penting
akan saya sebutkan di sini; kasih sayang atau suka menolong, rukun, setia
kawan, tanggung jawab, rajin, kreatif, jujur, bakti, taat pada agama, tegas,
hemat, berani, dan percaya diri.
3.
|
Memberikan
pendidikan yang layak.
|
Setiap orangtua wajib mengusahakan agar
anak-anaknya terlatih dalam ilmu pengetahuan dan keterampilan supaya kelak
dapat bekerja sendiri. Membekali anak dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan
adalah jauh lebih berharga ketimbang membiarkan anak bodoh tetapi memberikan
harta cukup banyak. Orangtua harus sadar betapa beratnya hidup tanpa bekal
pendidikan.
Sungguh tepat ungkapan yang mengatakan:
"Orangtua adalah guru di rumah, sedangkan guru adalah orangtua di
sekolah". Memang orangtua tidak mampu mengajar sendiri berbagai ilmu
pengetahuan. Anak-anak harus menuntut ilmu di sekolah sampai semaksimal
mungkin. tetapi, orangtua mempunyai kewajiban moral untuk menjelaskan kepada
anak-anak tentang manfaat yang sangat besar dari ilmu pengetahuan bagi
kehidupan mereka. Kalau anak-anak mengerti dengan jelas tentang manfaat ilmu
pengetahuan ini, mereka akan bersemangat dalam mencari dan menimba ilmu. Kalau
anak sampai malas belajar, kemudian menjadi bandel dan malas ke sekolah; guru
di rumah —yaitu orangtua— tidak bisa terlepas dari kesalahan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah
pendidikan agama. Orangtua harus memberikan agama yang diyakininya kepada
anak-anaknya. Si anak kecil yang belum mampu berpikir tidak mungkin bisa
dilepas untuk memilih agamanya sendiri. Orangtua harus mengajak dan sekaligus
memberi contoh mengikuti ajaran-ajaran agama dengan tekun. Jangan membiarkan
anak-anak mengaku beragama tetapi tidak mengerti apa yang harus dipatuhi.
Sesungguhnya agama akan memberikan landasan moral yang cukup kokoh bagi setiap
anak.
4.
|
Membantu
mencarikan pasangan yang sesuai.
|
Orangtua wajib membantu dengan hati-hati
dan penuh kebijakan agar anak-anak mereka mendapatkan pasangan yang baik.
Perkawinan adalah suatu kesepakatan untuk hidup bersama seumur hidup yang tidak
dapat dipisahkan secara mudah. Oleh karena itu orangtua wajib memberi
petunjuk-petunjuk agar perkawinan membawa kebahagiaan bagi putra-putrinya.
Setelah seorang anak hidup berkeluarga, ini
berarti ia telah penuh menjadi warga masyarakat. Ia telah dewasa penuh dan
harus mampu hidup mandiri.
Ia tidak boleh lagi mempunyai pikiran
menggantungkan diri pada orangtua, karena akhirnya orangtua pun akan pergi
meninggalkan anak-anak untuk selama-lamanya. Oleh karena itu, sekarang tiba
waktunya bagi orangtua untuk tidak ikut campur tangan lagi mengatur segala
sesuatu dalam keluarga sang anak. Tindakan orangtua yang selalu mencampuri
urusan rumah tangga anak adalah tindakan yang dianggapnya cinta kasih, tetapi
sesungguhnya —tindakan seperti itu— menganggap anaknya masih belum dewasa.
Orang tua harus menjaga keseimbangan batin —sifat luhur yang keempat, mendorong
dan mengakui bahwa kini anaknya sudah dewasa— harus bisa mandiri. Mendorong
anaknya untuk menyelesaikan sendiri persoalan-persoalan yang muncul. Orangtua
membantu dengan mengawasi dari belakang: Tut wuri handayani.
Tidak jarang pertengkaran, bahkan
perceraian terjadi karena orangtua —baik dari pihak istri maupun suami— terlalu
banyak campur tangan dalam rumah tangga anak. Cinta kasih yang tidak pada
tempatnya akan berubah menjadi racun penghancur.
5.
|
Menyerahkan
warisan pada saat yang tepat.
|
Kewajiban menyerahkan warisan ini
diletakkan di tempat terakhir. Ini menunjukkan bahwa warisan bukan sesuatu yang
paling penting bagi seorang anak. Warisan yang paling berharga adalah ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan harta warisan yang diterima oleh anak
yang tidak bermoral malah akan bisa menghancurkannya. Tetapi sudah merupakan
kewajiban moral bagi setiap orangtua untuk dengan bijaksana menyerahkan
miliknya —yang telah dikumpulkan dengan kerja keras— pada saat yang dipandang
tepat kepada anak-anaknya sendiri.
Berkah Orangtua Dan Anak.
Benar-benar suatu kehidupan yang membawa
berkah termulia bila setiap orangtua merawat, mendidik, dan menjaga
anak-anaknya dengan tidak lengah. Demikian juga sebaliknya, suatu berkah
termulia bagi setiap anak yang menghargai, merawat, dan membantu —dengan penuh
rasa cinta— ibu serta ayah mereka masing-masing.***
Sumber:
|
KUMPULAN "DHAMMADESANA" Jilid
2; Sri Paññavaro Thera; 1990.
|