Pendidikan Orang Dewasa
Pendahuluan
Pada dasarnya "orang dewasa" memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam kehidupannnya.
Pada dasarnya "orang dewasa" memiliki banyak pengalaman baik dalam bidang pekerjaannya maupun pengalaman lain dalam kehidupannnya.
Tentu saja untuk menghadapi peserta pendidikan yang pada umumnya
adalah "orang dewasa" dibutuhkan suatu strategi dan pendekatan yang
berbeda dengan "pendidikan dan pelatihan" ala bangku sekolah, atau
pendidikan konvensional yang sering disebut dengan pendekatan Pedagogis. Dalam praktek "pendekatan pedagogis" yang
diterapkan dalam pendidikan dan pelatihan seringkali tidak cocok. Untuk itu,
dibutuhkan suatu pendekatan yang lebih cocok dengan "kematangan",
"konsep diri" peserta dan "pengalaman peserta". Di dalam
dunia pendidikan, strategi dan pendekatan ini dikenal dengan "Pendidikan Orang Dewasa" (Adult
Education).
Pengertian
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
Malcolm Knowles dalam publikasinya yang berjudul "The Adult Learner, A Neglected Species" mengungkapkan teori belajar yang tepat bagi orang dewasa. Sejak saat itulah istilah "Andragogi" makin diperbincangkan oleh berbagai kalangan khususnya para ahli pendidikan.
Andragogi berasal dari bahasa Yunani kuno "aner", dengan akar kata andr-
yang berarti laki-laki, bukan anak laki-laki atau orang dewasa, dan agogos yang
berarti membimbing atau membina, maka andragogi secara harafiah dapat diartikan
sebagai ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Sedangkan istilah lain yang sering dipergunakan sebagai
perbandingan adalah "pedagogi", yang ditarik dari kata "paid" artinya anak dan
"agogos" artinya membimbing atau memimpin. Maka dengan demikian
secara harafiah "pedagogi" berarti seni atau pengetahuan membimbing
atau memimpin atau mengajar anak.
Karena pengertian pedagogi adalah seni atau pengetahuan
membimbing atau mengajar anak maka apabila menggunakan istilah pedagogi untuk
kegiatan pelatihan bagi orang dewasa jelas tidak tepat, karena mengandung makna
yang bertentangan. Pada awalnya, bahkan hingga sekarang, banyak praktek proses
belajar dalam suatu pendidikan yang ditujukan kepada orang dewasa, yang seharusnya
bersifat andragogis, dilakukan dengan cara-cara yang pedagogis. Dalam hal ini
prinsip-prinsip dan asumsi yang berlaku bagi pendidikan anak dianggap dapat
diberlakukan bagi kegiatan pendidikan bagi orang dewasa.
Namun karena orang dewasa sebagai individu yang sudah
mandiri dan mampu mengarahkan dirinya sendiri, maka dalam andragogi yang
terpenting dalam proses interaksi belajar adalah kegiatan belajar mandiri yang
bertumpu kepada warga belajar itu sendiri dan bukan merupakan kegiatan seorang
guru mengajarkan sesuatu (Learner
Centered Training / Teaching)
Asumsi-Asumsi
Pokok
Malcolm Knowles dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
Malcolm Knowles dalam mengembangkan konsep andragogi, mengembangkan empat pokok asumsi sebagai berikut:
- Konsep Diri
Asumsinya bahwa kesungguhan dan kematangan diri
seseorang, bergerak dari ketergantungan total (realita pada bayi) menuju ke
arah pengembangan diri sehingga mampu untuk mengarahkan dirinya sendiri dan
mandiri. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa secara umum konsep diri
anak-anak masih tergantung sedangkan pada orang dewasa konsep dirinya sudah
mandiri. Karena kemandirian inilah orang dewasa membutuhkan untuk mendapatkan
penghargaan orang lain sebagai manusia yang mampu menentukan dirinya sendiri (Self Determination) dan mampu
mengarahkan dirinya sendiri (Self
Direction). Apabila orang dewasa tidak menemukan dan menghadapi situasi dan
kondisi yang memungkinkan timbulnya penentuan diri sendiri dalam suatu
pelatihan, maka akan menimbulkan penolakan atau reaksi yang kurang
menyenangkan. Orang dewasa juga mempunyai kebutuhan psikologis agar secara umum
menjadi mandiri, meskipun dalam situasi tertentu boleh jadi ada ketergantungan
yang sifatnya sementara.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pendidikan.
Hal ini menimbulkan implikasi dalam pelaksanaan praktek pendidikan, khususnya yang berkaitan dengan iklim dan suasana pembelajaran dan diagnosa kebutuhan serta proses perencanaan pendidikan.
- Peranan Pengalaman
Asumsinya adalah bahwa sesuai dengan perjalanan waktu
seorang individu tumbuh dan berkembang menuju ke arah kematangan. Dalam
perjalanannya, seorang individu mengalami dan mengumpulkan berbagai pengalaman
pahit-getirnya kehidupan, dimana hal ini menjadikan seorang individu sebagai
sumber belajar yang kaya, dan pada saat yang bersamaan individu tersebut memberikan
dasar yang luas untuk belajar dan memperoleh pengalaman baru. Oleh sebab itu,
dalam teknologi pembelajaran orang dewasa, terjadi penurunan penggunaan teknik
transmittal seperti yang dipergunakan dalam pelatihan konvensional dan menjadi
lebih mengembangkan teknik yang bertumpu pada pengalaman. Dalam hal ini dikenal
dengan "Experiential Learning Cycle"
(Proses Belajar Berdasarkan Pengalaman).
Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik pembelajaran. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapangan (field school), melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
Hal ini menimbulkan implikasi terhadap pemilihan dan penggunaan metoda dan teknik pembelajaran. Maka, dalam praktek pelatihan lebih banyak menggunakan diskusi kelompok, curah pendapat, kerja laboratori, sekolah lapangan (field school), melakukan praktek dan lain sebagainya, yang pada dasarnya berupaya untuk melibatkan peranserta atau partisipasi peserta pelatihan.
- Kesiapan Belajar
Asumsinya bahwa setiap individu
semakin menjadi matang sesuai dengan perjalanan waktu, maka kesiapan belajar
bukan ditentukan oleh kebutuhan atau paksaan akademik ataupun biologisnya,
tetapi lebih banyak ditentukan oleh tuntutan perkembangan dan perubahan tugas
dan peranan sosialnya.
Hal ini berbeda pada seorang anak, umumnya seorang
anak belajar karena adanya tuntutan akademik atau biologisnya. Tetapi pada
orang dewasa, kesiapan belajar ditentukan oleh tingkatan perkembangan mereka yang
harus dihadapi dalam peranannya sebagai kader, pekerja, orang tua atau pemimpin
organisasi.
Hal ini membawa implikasi terhadap
materi pembelajaran dalam suatu pendidikan tertentu. Dalam hal ini tentunya materi
pembelajaran perlu disesuaikan dengan kebutuhan yang sesuai dengan peran
sosialnya.
- Orientasi Belajar
Asumsinya, pada anak (yang belajar) orientasi belajarnya
‘seolah-olah’ sudah ditentukan dan dikondisikan untuk memiliki orientasi yang
berpusat pada materi pembelajaran (Subject
Matter Centered Orientation). Sedangkan pada orang dewasa, memiliki orientasi belajar
cenderung berpusat pada pemecahan permasalahan yang dihadapi (Problem Centered Orientation). Hal ini
dikarenakan belajar bagi orang dewasa merupakan kebutuhan untuk menghadapi
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan keseharian, terutama dalam kaitannya
dengan fungsi dan peranan sosial orang dewasa.
Selain itu, perbedaan asumsi ini
disebabkan juga karena adanya perbedaan perspektif waktu. Bagi orang dewasa,
belajar lebih bersifat untuk dapat dipergunakan atau dimanfaatkan dalam waktu
segera. Sedangkan anak, penerapan apa yang dipelajari masih menunggu waktu
hingga dia lulus dan sebagainya. Sehingga ada kecenderungan pada anak, bahwa
belajar hanya sekedar untuk dapat lulus ujian dan memperoleh sekolah yang lebih
tinggi.
Hal ini menimbulkan implikasi terhadap sifat materi pembelajaran atau pelatihan bagi orang dewasa, yaitu bahwa materi tersebut hendaknya bersifat praktis (menjawab kebutuhan) dan dapat segera diterapkan di dalam kenyataan sehari-hari.
Beberapa
Implikasi Untuk Praktek
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan sementara beberapa
perbedaan teoritis dan asumsi yang mendasari andragogi dan pedagogi
(konvensional) yang menimbulkan berbagai implikasi dalam praktek.
Dalam pedagogi atau konsep pendidikan konvensional,
karena berpusat pada materi pembelajaran (Subject
Matter Centered Orientation) maka implikasi yang timbul pada umumnya
peranan guru, pengajar, pembuat kurikulum, evaluator sangat dominan. Pihak
murid atau peserta belajar lebih banyak bersifat pasif dan menerima. Paulo
Freire, menyebutnya sebagai "Sistem Bank" (Banking System). Hal ini dapat terlihat pada
hal-hal sebagai berikut:
- Penentuan mengenai materi pengetahuan dan ketrampilan yang perlu disampaikan yang bersifat standard dan kaku.
- Penentuan dan pemilihan prosedur dan mekanisme serta alat yang perlu (metoda & teknik) yang paling efisien untuk menyampaikan materi pembelajaran.
- Pengembangan rencana dan bentuk urutan (sequence) yang standard dan kaku
- Adanya standard evaluasi yang baku untuk menilai tingkat pencapaian hasil belajar dan bersifat kuantitatif yang bersifat untuk mengukur tingkat pengetahuan.
- Adanya batasan waktu yang demikian ketat dalam "menyelesaikan" suatu proses pembelajaran materi pengetahuan dan ketrampilan.
Dalam
andragogi, peranan guru, pengajar atau pembimbing yang sering disebut dengan
fasilitator adalah mempersiapkan perangkat atau prosedur untuk mendorong dan
melibatkan secara aktif seluruh warga belajar, yang kemudian dikenal dengan
pendekatan partisipatif. Dalam proses
belajarnya melibatkan elemen-elemen:
- Menciptakan iklim dan suasana yang mendukung proses belajar mandiri.
- Menciptakan mekanisme dan prosedur untuk perencanaan bersama dan partisipatif.
- Diagnosis kebutuhan-kebutuhan belajar yang spesifik.
- Merumuskan tujuan-tujuan program yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar.
- Merencanakan pola pengalaman belajar.
- Melakukan dan menggunakan pengalaman belajar ini dengan metoda dan teknik yang memadai.
- Mengevaluasi hasil belajar dan mendiagnosis kembali kebutuhan-kebutuhan belajar, sebagai sebuah proses yang tidak berhenti.
Oleh karena itu, dalam memproses interaksi belajar dalam
pendidikan orang dewasa, kegiatan dan peranan fasilitator bukanlah memindahkan
pengetahuan dan ketrampilan kepada peserta pelatihan. Peranan dan fungsi
fasilitator adalah mendorong dan melibatkan seluruh peserta dalam proses
interaksi belajar mandiri, yaitu proses belajar untuk memahami permasalahan
nyata yang dihadapinya, memahami kebutuhan belajarnya sendiri, dapat merumuskan
tujuan belajar, dan mendiagnosis kembali kebutuhan belajarnya sesuai dengan
perkembangan yang terjadi dari waktu ke waktu.
Dengan begitu maka tugas dan peranan fasilitator bukanlah
memaksakan program atau kurikulum dari atas atau dari NGO yang dibuat di balik meja –yang
berjarak/terlepas – dari kebutuhan dan
permasalahan yang dihadapi peserta belajar.
Langkah-Langkah
Pokok Dalam Proses belajar Partisipatif
(Andragogi)
Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran kegiatan pelatihan, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
Berdasarkan pada implikasi andragogi untuk praktek dalam proses pembelajaran kegiatan pelatihan, maka perlu ditempuh langkah-langkah pokok sebagai berikut:
1. Menciptakan Iklim
Pembelajaran yang Kondusif
Ada beberapa hal pokok yang
dapat dilakukan dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim dan suasana
yang kondusif untuk proses pembelajaran, yaitu:
- Pengaturan Lingkungan Fisik
Pengaturan
lingkungan fisik merupakan salah satu unsur dimana orang dewasa merasa
terbiasa, aman, nyaman dan mudah. Untuk itu perlu
dibuat senyaman mungkin:
· Penataan dan peralatan hendaknya disesuaikan dengan
kondisi orang dewasa.
· Alat peraga dengar dan lihat yang dipergunakan hendaknya
disesuaikan dengan kondisi fisik orang dewasa.
· Penataan ruangan, pengaturan meja, kursi dan peralatan
lainnya hendaknya memungkinkan terjadinya interaksi sosial.
- Pengaturan Lingkungan Sosial dan Psikologis
Iklim psikologis hendaknya
merupakan salah satu faktor yang membuat orang dewasa merasa diterima, dihargai
dan didukung. Untuk itu diperlukan:
·
Fasilitator
lebih bersifat membantu dan mendukung.
·
Mengembangkan suasana bersahabat, informal dan santai.
· Menciptakan suasana demokratis dan kebebasan untuk
menyatakan pendapat tanpa rasa takut.
·
Mengembangkan
semangat kebersamaan.
·
Menghindari adanya pengarahan dari siapapun.
·
Menyusun kontrak belajar yang disepakati bersama
2. Diagnosis Kebutuhan Belajar
Dalam andragogi tekanan lebih banyak diberikan pada
keterlibatan seluruh warga/peserta belajar di dalam suatu proses melakukan
diagnosis kebutuhan belajarnya:
- Melibatkan seluruh pihak terkait (stakeholder) terutama pihak yang terkena dampak langsung atas kegiatan itu.
- Membangun dan mengembangkan suatu model kompetensi atau prestasi ideal yang diharapkan
- Menyediakan berbagai pengalaman yang dibutuhkan.
- Lakukan perbandingan antara yang diharapkan dengan kenyataan yang ada, misalkan kompetensi tertentu.
3. Proses Perencanaan
Dalam
perencanaan pendidikan hendaknya melibatkan semua pihak terkait, terutama yang
akan terkena dampak langsung atas kegiatan pendidikan tersebut. Tampaknya ada
suatu "hukum" atau setidak tidaknya suatu kecenderungan dari sifat
manusia bahwa mereka akan merasa 'committed' terhadap suatu keputusan apabila
mereka terlibat dan berperanserta dalam pengambilan keputusan. Untuk itu
diperlukan:
- Libatkan peserta untuk menyusun rencana pendidikan, baik yang menyangkut penentuan materi pembelajaran, penentuan waktu dan lain-lain.
- Temuilah dan diskusikanlah segala hal dengan berbagai pihak terkait menyangkut pendidikan tersebut.
- Terjemahkan kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasi ke dalam tujuan yang diharapkan dan ke dalam materi belajar.
- Tentukan pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas di antara pihak terkait siapa melakukan apa dan kapan.
4. Memformulasikan Tujuan
Setelah menganalisis hasil-hasil identifikasi kebutuhan
dan permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah merumuskan tujuan yang
disepakati bersama dalam proses perencanaan partisipatif. Dalam merumuskan
tujuan hendaknya dilakukan dalam bentuk deskripsi tingkah laku yang akan
dihasilkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut di atas. Dalam setiap proses
belajar, tujuan belajar hendaklah mencakup tiga hal pokok yakni: kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
5. Mengembangkan Model Umum
Ini merupakan aspek seni dan arsitektural dari
perencanaan pendidikan dimana harus disusun secara harmonis antara beberapa
kegiatan belajar seperti kegiatan diskusi kelompok besar, kelompok kecil,
urutan materi dan lain sebagainya. Dalam hal ini tentu harus diperhitungkan
pula kebutuhan waktu dalam membahas satu persoalan dan penetapan waktu yang
sesuai.
6. Menetapkan Materi dan
Teknik Pembelajaran
Dalam menetapkan materi dan metoda atau teknik
pembelajaran hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Materi pembelajaran hendaknya ditekankan pada pengalaman-pengalaman nyata dari peserta belajar.
- Materi belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan berorientasi pada aplikasi praktis. Bukan berarti materi yang disusun hanya bersifat pragmatis.
- Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya menghindari teknik yang bersifat pemindahan pengetahuan dari fasilitator kepada peserta, tetapi akan lebih baik jika bersifat mendorong ketajaman analisis dan metodologi.
- Metoda dan teknik yang dipilih hendaknya tidak bersifat satu arah namun lebih bersifat partisipatif, atau dalam bahasa Freire “dialogis”.
7. Peranan Evaluasi
Pendekatan
evaluasi secara konvensional (pedagogi) kurang efektif untuk diterapkan bagi
orang dewasa. Untuk itu pendekatan ini tidak cocok dan tidaklah cukup untuk
menilai hasil belajar orang dewasa. Ada
beberapa pokok dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar bagi orang dewasa
yakni:
- Evaluasi hendaknya berorientasi kepada pengukuran perubahan perilaku setelah mengikuti proses pembelajaran / pelatihan.
- Sebaiknya evaluasi dilaksanakan melalui pengujian terhadap dan oleh peserta belajar itu sendiri (Self Evaluation).
- Perubahan positif perilaku merupakan tolok ukur keberhasilan.
- Ruang lingkup materi evaluasi "ditetapkan bersama secara partisipatif" atau berdasarkan kesepakatan bersama seluruh pihak terkait yang terlibat.
- Evaluasi ditujukan untuk menilai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan program pendidikan yang mencakup kekuatan maupun kelemahan program.
- Menilai efektifitas materi yang dibahas dalam kaitannya dengan perubahan sikap dan perilaku.
Demikian bahan bacaan singkat. Untuk lebih jelasnya harus
diuji melalui kegiatan riel dilapangan. Terima kasih.