Hanya
sektor UKM yang mampu bertahan dari krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1998,
sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh krisis. Krisis ini telah
mengakibatkan kedudukan posisi pelaku sektor ekonomi berubah. Usaha besar satu
persatu bangkrut karena bahan baku impor meningkat secara drastis, biaya
cicilan utang meningkat sebagai akibat dari nilai tukar rupiah terhadap dollar
yang menurun dan berfluktuasi.
Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap bertahan, bahkan cendrung bertambah. (Departemen Koperasi, 2008)
Sektor perbankan yang ikut terpuruk turut memperparah sektor industri dari sisi permodalan. Banyak perusahaan yang tidak mampu lagi meneruskan usaha karena tingkat bunga yang tinggi. Berbeda dengan UKM yang sebagian besar tetap bertahan, bahkan cendrung bertambah. (Departemen Koperasi, 2008)
Beberapa
penyebab laju pertumbuhan ekonomi membaik tetapi tidak memperbaiki peningkatan
kesempatan kerja adalah; pertama, sumber perbaikan pertumbuhan ekonomi umumnya
berasal dari konsumsi masyarakat dan pemerintah, bukan
berasal dari peningkatan
kapasitas perekonomian.
Kedua,
kebijakan politik berasal dari probisnis menjadi proburuh. Hal ini
mengakibatkan peningkatan biaya tenaga kerja relative terhadap faktor produksi
lainnya. Pertumbuhan ekonomi yang dibutuhkan dimasa mendatang adalah
pertumbuhan ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja. Keadaan ini akan terwujud
jika penyimpangan (distorsi),
khususnya dalam pasar tenaga kerja, yang menyebabkan peningkatan rasio upah
terhadap biaya produksi lainnya meningkat. (Ikhsan, 2004).
UKM
memiliki potensi yang begitu besar namun kenyataanya UKM masih mengalami
berbagai hambatan maka tujuan dari penelitian ini diharapkan dapat membantu dan
mengatasi permasalahan dalam UKM sehingga hasil penelitian membawa dampak
positif bagi pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi selanjutnya.
Pemerintah
dan sektor perbankan juga sangat penting terkait dengan segala hal mengenai
pendanaan UKM, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan. Peran
dari para investor baik itu dari dalam maupun luar negeri, tidak dapat pula
kita kesampingkan. Dalam pengembangan UKM para perilaku usaha tidak hanya bisa
dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan
ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi
(terutama pengembangan dunia usaha) yang ditempuh selama ini belum menjadikan
ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UKM. Pemerintah
pada intinya memiliki kewajiban untuk turut memecahkan tiga hal masalah klasik
yang kerap kali menerpa UKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi. Maka
dalam hal ini penulis menawarkan solusi melalui “Pentingnya UKM Untuk Mendorong
Pertumbuhan Ekonomi Di Indonesia”.
Usaha Kecil Menengah (UKM)
Menurut
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) :
- Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
- Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
- Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Badan
Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas
tenagakerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga
kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang
memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang.
Berdasarkan
beberapa defenisi UKM di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa UKM merupakan
suatu kegiatan usaha menghasilkan laba yang dikerjakan satu orang atau lebih
sesuai kelompok usahanya.
Pengelompokan atau kategorisasi
usaha-usaha di suatu negara mempunyai tujuan strategis, antara lain dikaitkan
dengan standar kuantitatif tertentu, serta seberapa jauh dapat dimasukkan
kedalam jenis-jenis usaha atau bisnis. Tujuan pengelompokan usaha dapat
disebutkan beragam dan pada intinya mencakup empat macam tujuan, yaitu sebgai
berikut:
- untuk keperluan analisis yang dikaitkan dengan ilmu pengetahuan (teoritis).
- untuk keperluan penentuan kebijakan-kebijakan pemerintah.
- untuk meyakinkan pemilik modal atau pengusaha tentang posisi perusahaannya.
- untuk pertimbangan badan tertentu berkaitan dengan antisipasi kinerja perusahaan (Partomo dan Soejodono, 2004).
Ciri-Ciri
Usaha Kecil Menengah (UKM)
Ada beberapa ciri dari usaha kecil
menengah (UKM), sebagai berikut:
- Bahan baku mudah diperoleh
- Menggunakan teknologi sederhana sehingga mudah dilakukan alih teknologi
- Keterampilan dasar umumnya sudah dimiliki secara turun-temurun
- Bersifat padat karya atau menyerap tenaga kerja yang cukup banyak
- Peluang pasar cukup luas, sebgaian besar produknya terserap di pasar lokal/domestik dan tidak tertutup sebagian lainnya berpotensi untuk diekspor
- Melibatkan masyarakat ekonomi lemah setempat, secara ekonomis menguntungkan.
Peran
Penting UKM
Secara umum UKM dalam perekonomian
nasional memiliki peran :
- sebagai pemeran utama dalam kegiatan ekonomi,
- penyedia lapangan kerja terbesar,
- pemain penting dalam pengembangan perekonomian lokal dan pemberdayaan masyarakat,
- pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
- kontribusinya terhadap neraca pembayaran. (Departemen Koperasi, 2008).
Oleh karena itu
pemberdayaannya harus dilakukan secara terstruktur dan berkelanjutan, dengan
arah peningkatan produktivitas dan daya saing, serta menumbuhkan wirusahawan baru
yang tangguh.
Permasalahan
dan Penghambat UKM
Pada
umumnya permasalahan yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah (UKM) antara
lain meliputi: (Jafar Hafsah, 2004)
a.
Faktor Internal
· Kurangnya permodalan
Permodalan merupakan faktor utama yang diperlukan
untuk mengembangkan suatu unit usaha. Kurangnya permodalan UKM, oleh karena
pada umumnya usaha kecil dan menengah merupakan usaha perorangan atau
perusahaan yang sifatnya tertutup yang mengandalkan pada modal dari sisi
pemilik yang jumlahnya sangat terbatas, sedangkan modal pinjaman dari bank atau
keuangan lainnya sulit diperoleh, karena persyaratan secara administratif dan
teknis yang diminta oleh bank tidak dapat dipenuhi.
· Sumber Daya Manusia (SDM) yang Terbatas
Sebagian besar usaha kecil tumbuh secara
tradisional dan merupakan usaha keluarga yang turun temurun. Keterbatasan SDM
usaha kecil baik dari segi pendidikan formal maupun pengetahuan dan
keterampilannya sangat berpengaruh terhadap management pengelolaan usahanya,
sehingga usaha tersebut sulit untuk berkembang dengan optimal. Di samping itu
dengan keterbatasan SDM-nya, unit usaha tersebut relatif sulit untuk mengadopsi
perkembangan teknologi baru untuk meningkatkan daya saing produk yang
dihasilkan.
· Lemahnya Jaringan Usaha dan Kemampuan Penetrasi
Pasar Usaha kecil yang pada umumnya
merupakan unit usaha keluarga, mempuanyai jaringan usaha yang sangat terbatas
dan kemampuan penetrasi pasar yang rendah, oleh karena penduduk yang dihasilkan
jumlahnya sangat terbatas dan mempunyai kualitas yang kurang kompetitif.
Berbeda dengan usaha yang telah mempunyai jaringan yang sudah solid serta
didukung dengan teknologi yang dapat menjangkau internasional dan promosi yang
baik.
b.
Faktor Eksternal
· Iklim Usaha Belum Sepenuhnya Kondusif
Kebijaksanaan
pemerintah untuk menumbuhkembangkan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), meskipun
dari tahun ke tahun terus disempurnakan, namun dirasakan belum sepenuhnya
kondusif. Hal ini terlihat antara lain masih terjadinya persaingan yang kurang
sehat antara pengusaha-pengusaha kecil dengan pengusaha-pengusaha besar.
· Terbatasnya Sarana dan Prasarana Usaha
Kurangnya informasi yang berhubungan dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebabkan sarana dan prasarana yang mereka
miliki juga tidak cepat berkembang dan kurang mendukung kemajuan usahanya
sebagaimana yang diharapkan.
·
Impikasi Otonomi Daerah
Dengan
berlakunya Undang-Undang No.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, kewenangan
daerah mempunyai otonomi untuk mengatur dan mengurus masyarakat setempat.
Perubahan system ini akan mengalami implikasi terhadap pelaku bisnis kecil dan
menengah berupa pungutan-pungutan baru yang dikenakan pada usaha kecil dan
menengah (UKM). Jika kondisi ini tidak segera dibenahi maka akan menurunkan
daya saing Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Di samping itu semangat kedaerahan
yang berlebihan, kadang menciptakan kondisi yang kurang menarik bagi pengusaha
luar daerah untuk mengembangkan usahanya di daerah tersebut.
·
Implikasi Perdagangan Bebas
Sebagaimana
diketahui bahwa AFTA yang mulai berlaku tahun 2003 dan APEC tahun 2020 yang
berimplikasi luas terhadap usaha kecil dan menengah untuk bersaing dalam
perdagangan bebas. Dalam hal ini, mau tidak mau Usaha Kecil dan Menengah dituntut
untuk melakukan proses produksi dengan produktif dan efisien, serta dapat
menghasilkan produk yang sesuai dengan frekuensi pasar global dengan standar
kualitas.
·
Sifat produk dengan Lifetime Pendek
Sebagian
besar produk Industri kecil memiliki ciri atau karakteristik sebagai
produk-produk fasion dan kerajinan dengan lifetime yang pendek.
·
Terbatasnya Akses Pasar
Terbatsanya
akses pasar akan menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan
secara kompetitif baik di pasar nasional maupun internasional.
·
Aspek Permodalan UKM
Salah
satu kelemahan dalam pemberdayaan UKM di Indonesia umumnya bersifat parsial
yaitu dibidang permodalan, pemasaran atau bahan baku. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan pada keseluruhan yang merupakan proses dari kegiatan usaha
tersebut. Namun karena dimungkinkan oleh banyaknya masalah yang dihadapi UKM
serta pendidikan pengelola UKM umumnya rendah, mereka hanya bisa menyebutkan
masalah yang ada dalam pikirannya itu sehingga hanya bisa menyebutkan seperti di atas. (Thoha dan
Sukarna, 2006)
Usaha pemerintah dalam menbantu
usaha kecil dan menengah dilakukan di dua arah, yaitu yang berkenaan dengan
kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Dikebijakan fiskal pemerintah berusaha
untuk meningkatkan dan memberikan bantuan kepada usaha kecil dan usaha menengah
agar dapat berkembang dengan baik. Proyek Bimbingan Pengembangan Industri
Kecil (BIPIK). Dalam hal
kebijakan moneter, pemerintah mengembangkan program khusus kredit lunak untuk
menunjang pengembangan perusahaan-perusahaan kecil milik pribumi, seperti KIK
(Kredit Investasi Kecil) dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen). Pengawasan
usaha- usaha kecil yang telah dan yang dianggap perlu dibantu melalui badan-
badan milik negara juga merupakan bagian dari program kebijakan moneter.
(Tejasari, 2008)
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Definisi Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses
dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional
riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi
pertumbuhan output riil. Definisi pertumbuhan ekonomi yang lain adalah bahwa
pertumbuhan ekonomi terjadi bila ada kenaikan output perkapita. Pertumbuhan
ekonomi menggambarkan kenaikan taraf hidup diukur dengan output riil per orang.
Menurut
Sadono Sukirno (1996), pertumbuhan dan pembangunan ekonomi memiliki definisi
yang berbeda, yaitu pertumbuhan ekonomi ialah proses kenaikan output perkapita
yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan
salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya
pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat,
meskipun terdapat indikator yang lain yaitu distribusi pendapatan. Pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan output dalam jangka panjang. Pengertian tersebut
mencakup tiga aspek, yaitu proses, output perkapita, dan
jangka panjang. Jadi,
dengan bukan bermaksud
menggurui‟, pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu proses,
bukan gambaran ekonomi atau hasil pada saat itu. Boediono menyebutkan
secara lebih lanjut bahwa Pertumbuhan ekonomi juga berkaitan dengan kenaikan ”output
perkapita”. Dalam pengertian ini teori tersebut harus mencakup teori mengenai
pertumbuhan GDP dan teori mengenai pertumbuhan ekonomi. Sebab hanya apabila
kedua aspek tersebut dijelaskan, maka perkembangan output perkapita bisa
dijelaskan. Kemudian aspek yang ketiga adalah pertumbuhan ekonomi dalam
perspektif jangka panjang, yaitu apabila selama jangka waktu yang cukup panjang
tersebut output perkapita menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
1. Produk Domestik Bruto
Produk
Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional
atas output barang dan jasa. Produk
domestik bruto sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja
perekonomian. Tujuan PDB adalah meringkas aktivitas ekonomi dalam suatu nilai
uang tertentu selama periode waktu tertentu. (Mankiw, 2007)
2. Teori Pertumbuhan Ekonomi
Teori
pertumbuhan neoklasik (solow growth model).
Model petumbuhan Solow dirancang untuk menunjukan bagaimana pertumbuhan
persediaan modal, pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi
dalam perekonomian, serta bagaiman pengaruhnya terhadap output barang dan jasa
suatu negara secara keseluruhan. (Mankiw, 2007)
UKM terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Di Indonesia harapan untuk
membangkitkan ekonomi rakyat sering kita dengarkan karena pengalaman ketika
krisis multidimensi tahun 1997-1998 usaha kecil telah terbukti mampu
mempertahankan kelangsungan usahanya, bahkan memainkan fungsi penyelamatan di
beberapa sub-sektor kegiatan. Fungsi penyelamatan ini segera terlihat pada
sektor-sektor penyediaan kebutuhan pokok rakyat melalui produksi dan
normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling tidak telah menumbuhkan optimisme
baru bagi sebagian besar orang yang menguasai sebagian kecil sumber daya akan
kemampuannya untuk menjadi motor
pertumbuhan bagi pemulihan ekonomi.
Harapan
ini menjadi semakin kuat ketika muncul keberanian untuk mempercepat pemulihan
dengan motor pertumbuhan UKM. Pergeseran sesaat dalam kontribusi UKM terhadap
PDB pada saat krisis yang belum berhasil dipertahankan menyisakan pertanyaan
tentang faktor dominan apa yang membuat harapan tersebut tidak terwujud.
Berbicara mengenai UKM di Indonesia
menganut cakupan pengertian
yang luas pada
seluruh sektor ekonomi
termasuk pertanian, serta menggunakan kriteria aset dan nilai penjualan sebagai
ukuran pengelompokan sesuai UU Nomor 9/1995 tentang usaha kecil dan Inpres
Nomor 10/1999 tentang pembinaan usaha menengah.
Dalam
analisis makroekonomi pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai tingkat pertambahan
dari pendapatan per kapita. Pertumbuhan ekonomi ini digunakan untuk
menggambarkan bahwa suatu perekonomian telah mengalami perkembangan dan
mencapai taraf kemakmuran yang lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi di suatu
negara dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDB. Laju pertumbuhan PDB yang
merupakan tingkat output diturunkan dari fungsi produksi suatu barang dan jasa.
Fungsi produksi menurut mankiw (2003).
Indikator
perkembangan UKM juga dilihat dari ekspor pada sektor UKM, peluang untuk
mengembangkan UKM yang akan memasuki pasar ekspor masih sangat memiliki prospek
yang cukup baik dan memiliki potensi yang cukup besar dimasa mendatang untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi di indonesia.
Badan Pusat
Statistik (2003) menyebutkan bahwa jumlah UKM tercatat 42,3 juta atau 99,90 %
dari total jumlah unit usaha. UKM (Usaha Kecil dan Menengah) menyerap tenaga
kerja sebanyak 79 juta atau 99,40 % dari total angkatan kerja. Kontribusi UKM
dalam pembentukan PDB sebesar 56,70 %. Kemudian sumbangan UKM terhadap
penerimaan devisa negara melalui kegiatan ekspor sebesar Rp 75,80 triliun atau
19,90 % dari total nilai ekspor. Sampai saat ini perekonomian Indonesia
mayoritas ditopang oleh sektor ini. Setidaknya, sektor usaha mikro, kecil, dan
menengah tersebut mampu menyerap sekitar 70 % tenaga kerja informal. Sisanya,
30 % bergerak di bidang formal. UMKM juga telah menyumbang produk ekspor sampai
16 %. Sektor usaha mikro kecil dan menengah ini perlu dibina dan diberdayakan,
karena merupakan penggerak perekonomian dan pengembang ekonomi kerakyatan.
Potensi itu terlihat tahun 2003, UMKM telah menyerap sebanyak 42,4 juta unit
usaha dan 79 juta tenaga kerja dengan
56,7 % dari PDB nasional.
Di Indonesia harapan untuk membangkitkan ekonomi rakyat
sering kita dengarkan karena pengalaman ketika krisis multidimensi tahun
1997-1998 usaha kecil telah terbukti mampu mempertahankan kelangsungan
usahanya, bahkan memainkan fungsi penyelamatan di beberapa sub-sektor kegiatan.
Fungsi penyelamatan ini segera terlihat pada sektor-sektor penyediaan kebutuhan
pokok rakyat melalui produksi dan normalisasi distribusi. Bukti tersebut paling
tidak telah menumbuhkan optimisme baru bagi sebagian besar orang yang menguasai
sebagian kecil sumberdaya akan kemampuannya untuk menjadi motor pertumbuhan
bagi pemulihan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 1997-2007. Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia.
Badan
Pusat Statistik. 2008. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS.
Departemen Koperasi. 2008. PDB,
Investasi, Tenaga Kerja, Nilai Ekspor UKM di Indonesia. Depkop. Jakarta.
Ikhsan, M. 2004. Mengembalikan Laju
Pertumbuhan Ekonomi Dalam Jangka Menegah: Peran Usaha Kecil dan Menengah.
Jurnal Analisis Sosial 9 (2):1- 31
Jafar, Mohammad Hafsah.2004. “ Upaya
Pengembangan Usaha Kecil Dan Menengah (UKM)”, Infokop Nomor 25 Tahun XX, 2004.
Mankiw,
N Gregory, 2007. Makro Ekonomi.Jakarta: Erlangga.
Partomo, T. dan A. Soejodono. 2004.
Ekonomi Skala Kecil/Menengah dan
Koperasi. Ghalia, Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2007. Ekonomi
Pembangunan (Proses, masalah, dan kebijakan). Jakarta: Kencana Prenada.
Tejasari, Maharani. 2008. Peranan Sektor
Usaha Kecil dan Menengah dalam penyerapan Tenaga Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Thoha,
M. 2001. Dinamika Usaha Kecil dan Rumah Tangga. LIPI. Jakarta.
AHMAD RAIHAN NUARI
Email : ahmadraihannuari@yahoo.com
Graduate Student, Economic Department, State
University of Medan