BAB VI
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN HAM MENURUT DEKLARASI PBB, PANCASILA DAN UUD 1945
Pada bab sebelumnya, Anda telah mempelajari perkembangan pemikiran HAM dari zaman kuno hingga modern, serta di berbagai negara Eropa, Amerika, Asia dan Afrika. Pada subunit ini Anda akan dapat mempelajari kembali pemikiran HAM di dalam lembaga PBB, dan di negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan mempelajari subunit ini, Anda dapat membandingkan pemikiran HAM di berbagai negara di dunia dan HAM di negara Indonesia.
Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan dapat membandingkan HAM menurut Deklarasi PBB dan HAM berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
6.1 HAM menurut Deklarasi PBB
Setelah usai perang dunia kedua tahun 1945 yang ditandai dengan menyerahnya negara Jepang dan Jerman kepada sekutu serta banyak negara Asia dan Afrika yang merdeka, dibentuklah suatu badan internasional yang menampung negara di seluruh dunia. Badan internasional tersebut disebut United Nation of Organization disingkat UNO dan diterjemahkan menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Semula PBB ini didirikan dengan maksud untuk mencegah perang dunia kembali.
Piagam PBB telah menempatkan HAM sebagai salah satu tujuan dari kerja sama internasional. Melalui kerja sama perlindungan HAM dapat ditingkatkan. Hal ini dinyatakan dalam paragraf 2 antara lain “...to reafirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person, an the equal rights of men and women...”. Pergaulan internasional di antara bangsa-bangsa yang merdeka tersebut didasarkan pada asas kebebasan dan penghapusan diskriminasi ras, seks, bahasa, dan agama. Sebagaimana dinyatakan pada pasal 1 ayat 2 “to achieve international cooperation ... and encouraging respect for human rights and for fundamental freedom for all without distinction as race, sex, language, or religion” Pada sidang majelis umum tanggal 10 Desember 1948, PBB mendeklarasikan pernyataan umum HAM melalui Universal Declaration Independent of Human Right. Deklarasi HAM ini berisi 30 pasal. Semua pasal tersebut menegaskan pada semua bangsa bahwa setiap manusia dilahirkan itu memiliki hak fundamental yang tidak dapat dirampas dan dicabut oleh manusia lainnya. Makna HAM yang dinyatakan di dalam deklarasi tersebut mengakui manusia sebagai pribadi atau individu.
Isi dari deklarasi PBB tentang HAM sudah cukup lengkap manakala dilihat dari pernyataan HAM yang dikemukakan tahun 1948 tersebut pada saat perang dunia II baru saja berakhir. Secara menyeluruh, ketigapuluh pasal HAM dalam deklarasi tersebut adalah sebagai berikut.
(1) Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat serta hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.
(2) Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini tanpa pengecualian apapun. Misalnya tanpa membedakan bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, pemilikan, kelahiran atau status lainnya. Tidak ada perbedaan status politik, status hukum, dan status internasional negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang belum merdeka, belum memiliki pemerintahan sendiri ataupun di bawah pembatasan kedaulatan negara lain.
(3) Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan, dan keselamatan seseorang.
(4) Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhamba orang lain, atau seseorang dilarang melakukan perhambaan dan perbudakan dalam bentuk apapun.
(5) Tidak seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam tanpa mengingat kemanusiaan atau dengan perlakuan atau hukuman yang menghinakan
(6) Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi di hadapan undang-undang di mana saja ia berada.
(7) Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan undang-undang dan berhak atas perlindungan yang sama dari setiap perbedaan yang menghapus pernyataan ini dan dari hasutan yang ditujukan pada perbedaan semacam ini.
(8) Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang berkuasa mengadili perkosaan hak-hak dasar yang diberikan oleh undang-undang dasar negara atau undang-undang.
(9) Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang secara sewenang-wenang.
(10) Setiap orang berhak memperoleh perlakuan yang sama dan suaranya didengarkan sepenuhnya di muka umum secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak memihak dalam menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan kepadanya.
(11) ayat 1 menyatakan:
Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran pidana dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang-undang dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka di mana segala jaminan yang perlu untuk pembelaannya diberikan.
Ayat 2 menyatakan:
Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran pidana menurut undang-undang nasional atau internasional ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan.
(12) Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan perseorangannya, keluarganya, rumah tangganya, hubungan surat menyuratnya, dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan undang-undang terhadap gangguan-gangguan atau pelanggaran-pelanggaran demikian.
(13) ayat 1 menyebutkan:
Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas lingkungan negara.
Ayat 2
Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya.
(14) Ayat 1
Setiap orang berhak mencari dan mendapat suaka di negara lain untuk menjauhi pengejaran.
Ayat 2
Hak ini tidak dapat dipergunakan dalam pengejaran yang benar-benar timbul dari kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik atau dari perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar-dasar PBB.
(15) Ayat 1
Setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan. Ayat 2
Tidak seorang pun dapat dengan semena-mena dikeluarkan dari suatu kewarganegaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarganegaraannya.
(16) Ayat 1
Orang-orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, berhak untuk mencari jodoh dan untuk membentuk keluarga tanpa dibatasi oleh kebangsaan, kewarganegaraan atau agama. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, dan di kala perceraian.
Ayat 2
Perkawinan harus dilakukan atas dasar suka sama suka dari kedua mempelai.
Ayat 3
Keluarga adalah kesatuan yang wajar dan bersifat pokok dari masyarakat dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.
(17) Ayat 1
Setiap orang mempunyai hak milik baik sendiri maupun bersama orang lain.
Ayat 2
Tidak seorang pun boleh dirampas hak miliknya dengan semena-mena.
(18) Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama, termasuk bebas berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaannya dengan cara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain di tempat umum maupun tempat sendiri.
(19) Setiap orang berhak atas kebebasan mengeluarkan pendapat, termasuk kebebasan berpendapat tanpa mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, serta menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun tanpa memandang batas-batas.
(20) Ayat 1
Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan untuk berkumpul dan berpendapat Ayat 2
Tidak seorang pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.
(21) Ayat 1
Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri baik secara langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih secara bebas.
Ayat 2
Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintah di negerinya.
Ayat 3
Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah, kemauan ini harus dinyatakan dalam pemilihan berkala yang jujur sesuai hak pilih yang bersifat umum dan sama melalui pemungutan suara secara rahasia atau cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.
(22) Sebagai anggota masyarakat, setiap orang berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang perlu untuk martabatnya dan untuk perkembangan pribadi dengan perantaraan usaha-usaha nasional dan kerja sama internasional yang sesuai dengan sumber kekayaan setiap negara.
(23) Ayat 1
Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak memilih pekerjaan dengan bebas, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan baik serta berhak atas perlindungan terhadap pengangguran.
Ayat 2
Setiap orang tanpa ada perbedaan, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
Ayat 3
Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin penghidupannya bersama dengan keluarganya sepadan dengan martabat.
Ayat 4
Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
(24) Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari-hari liburan berkala dengan menerima upah.
(25) Ayat 1
Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menerima kesehatan, keadaan yang
baik untuk diri dan keluarganya, termasuk untuk soal makanan, pakaian, perumahan, perawatan kesehatannya serta usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran, kematian suami, lanjut usia, atau mengalami kekurangan nafkah atau ketiadaan mata pencaharian yang lain di luar penguasaannya.
Ayat 2
Ibu dan anak-anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam atau di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.
(26) Ayat 1
Setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus bebas biaya, setidak-tidaknya dalam tingkat rendah dan tingkat dasar. Pengajaran sekolah rendah diwajibkan, pengajaran teknik dan bidang studi harus terbuka bagi semua orang dan pengajaran tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang berdasarkan kecerdasan.
Ayat 2
Pengajaran harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta upaya memperkokoh penghargaan terhadap HAM dan kebebasan dasar. Pengajaran harus dapat meningkatkan saling pengertian, rasa saling menerima, persahabatan antara semua bangsa, golongan kebangsaan atau kelompok agama, dan harus memajukan kegiatan-kegiatan PBB dalam memelihara perdamaian.
Ayat 3
Ibu bapak mempunyai hak utama untuk memilih jenis pengajaran yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.
(27) Ayat 1
Setiap orang bebas ikut serta dalam kehidupan budaya masyarakat, menikmati kesenian, dan ikut serta dalam memajukan ilmu pengetahuan dan dalam mendapat manfaatnya.
Ayat 2
Setiap orang berhak mendapat perlindungan atas kepentingan moral dan material yang didapatnya sebagi hasil dari temuan ilmu pengetahuan, kesusastraan, atau kesenian yang diciptakannya sendiri.
(28) Setiap orang berhak atas susunan sosial internasional di mana hak-hak dan kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini dapat dilaksanakan.
(29) Ayat 1
Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat tempat untuk mengembangkan pribadi secara penuh dan utuh.
Ayat 2
Di dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi syarat kesusilaan, tata tertib umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Ayat 3
Hak dan kebebasan ini tidak boleh dijalankan dengan cara yang bertentangan dengan tujuan dan dasar-dasar PBB.
(30) Tidak satu pun dari pernyataan ini boleh diartikan sebagai pemberian hak kepada salah satu negara, golongan atau seseorang untuk melakukan kegiatan atau perbuatan yang bertujuan merusak salah satu hak dan kebebasan yang tercantum dalam pernyataan ini.
Pernyataan HAM sebagaimana ditetapkan dalam deklarasi PBB tersebut di atas pada dasarnya tidak mempunyai kekuatan hukum selama negara anggota PBB tidak menetapkannya sesuai dengan hukum positif yang berlaku di negaranya. Namun demikian, adanya deklarasi PBB tentang HAM tersebut menunjukkan bahwa masyarakat internasional telah menyepakati bahwa HAM harus dihormati dan mengikat secara moral. Tidak ada sebuah negara manapun di dunia yang menolak dan tidak memiliki komitmen terhadap HAM dikatakan sebagai negara yang beradab. Meskipun dalam prakteknya, negara tersebut dengan dalih penegakan hukum dan HAM melakukan pelanggaran demi melindungi kekuasaan suatu rezim.
Pernyataan HAM dalam deklarasi PBB tersebut diikuti dengan disusunnya berbagai konvensi internasional sebagai berikut.
1. Konvensi nomor 98 tentang diberlakukannya prinsip-prinsip hak berorganisasi dan berunding yang diterima oleh ILO tahun 1949.
2. Konvensi nomor 100 tentang pengupahan yang sama bagi buruh perempuan dan laki-laki untuk pekerjaan yang sama diterima ILO tahun 1951.
3. Konvensi hak-hak politik Perempuan yang diterima oleh sidang umum PBB tahun 1952.
4. Konvensi mengenai hak kewarganegaraan perempuan bersuami diterima dalam sidang umum PBB tahun 1957.
5. Konvensi hak-hak anak diterima dalam sidang umum PBB tahun 1959.
6. Konvensi menentang diskriminasi dalam bidang pendidikan diterima dalam konferensi UNESCO tahun 1960.
7. Konvensi tentang izin menikah, usia minimum menikah dan pencatatan pernikahan diterima dengan resolusi tahun 1962.
8. Konvensi internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial diterima dalam sidang PBB tahun 1965.
9. International Convenant on Economic, Social, and Cultural Rights (konvensi internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya).
10. International Convenant on Civil and Political Rights (konvensi internasional tentang hak-hak sipil dan politik).
11. Option Protocol to the International Convenant on Civil and Political Rights (protokol konvensi internasional tentang hak-hak sipil dan politik).
6.2 Ajaran HAM di dalam Pancasila dan UUD 1945
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup kolektif bangsa Indonesia menjadi leitstern atau pemandu di dalam memahami HAM. Pemahaman ini perlu dimiliki setiap warga negara agar dapat melaksanakan HAM dengan sebaik-baiknya. HAM merupakan hak dasar yang dimiliki setiap individu yang harus dilindungi oleh negara dan hukum. Sementara itu, konsep individu berhubungan dengan pandangan hidup bangsa. Setiap bangsa memiliki cara pandang sendiri di dalam melihat diri sendiri dan lingkungannya. Pandangan Pancasila tentang hakikat kodrat dan martabat manusia sebagai individu tidak bertentangan dengan HAM (Marzuki Darusman, 1995).
Pandangan bangsa Pancasila tentang ide HAM sangat jelas digambarkan secara sistematis di dalam Pembukaan UUD 1945. Ide dasar HAM dimulai dengan kemerdekaan adalah hak setiap bangsa manapun di dunia. Perampasan dan penghilangan kemerdekaan individu satu atas individu lain, atau bangsa yang satu atas bangsa lainnya dalam bentuk penjajahan merupakan tindakan yang tidak berperikemanusiaan dan berkeadilan (alinea satu Pembukaan UUD 1945). Sekalipun semua orang atau bangsa menyadari bahwa HAM itu merupakan masalah fundamental dalam kehidupannya tetapi HAM itu harus diperjuangkan dan diujudkan dalam perilaku tidak mudah dilakukan.
Perjuangan bangsa Indonesia untuk memperoleh HAM yang dirampas bangsa lain sangat panjang. Dengan darah dan air mata, bahkan dengan nyawa, perjuangan bangsa Indonesia itu berhasil mengantarkan pada kemerdekaan. Negara Indonesia merdeka yang dicita-citakan sesuai HAM itu adalah negara yang di dalamnya bangsa Indonesia dapat hidup merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur (alinea dua Pembukaan UUD 1945).
Ide tentang HAM bagi bangsa Indonesia adalah HAM yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan alinea ketiga yang berbunyi “atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan dengan keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa HAM itu harus sesuai atau tidak bertentangan dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Kemerdekaan itu didorong oleh keinginan yang luhur.
Sejak proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, perhatian bangsa Indonesia terhadap HAM sudah demikian besar. Perhatian itu diwujudkan dengan memasukkan unsur HAM ke dalam alinea pertama UUD 1945, yaitu “kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Di samping itu, pada pasal 27 UUD 1945 ayat 1 dijelaskan pula bahwa “segala warga negara bersama ini kedudukannya di dalam bidang hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Diteruskan pada ayat 2 yang berbunyi, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Pada pasal lain, yaitu 28, 29, 30, 31, 32, 33, dan 34 juga menjelaskan tentang berbagai hak asasi. Apakah hak-hak asasi yang terkandung di dalam pasal-pasal tersebut di atas? Namun mengapa kita dianggap oleh bangsa lain (Barat) belum memperhatikan HAM baik dalam konstitusi maupun dalam prakteknya? Diskusikan dengan teman Anda permasalahan ini!
Pencantuman unsur HAM ke dalam beberapa pasal sebagaimana tersebut di atas, UUD 1945 dianggap belum secara eksplisit dan terang-terangan menyebut HAM. Hal ini dapat dilihat dari perdebatan para pendiri negara pada awal kemerdekaan. Perdebatan itu terjadi pada saat sidang BPUPKI, berkaitan dengan apakah HAM perlu dicantumkan secara eksplisit di dalam UUD 1945 atau tidak. Muhammad Yamin menghendaki agar HAM itu dicantumkan, sementara Soepomo memandang tidak perlu. Alasan Soepomo pada waktu itu adalah HAM yang di Barat itu bercorak individualisme yang sangat tidak sesuai dengan asas kekeluargaan dalam kehidupan kebangsaan Indonesia. Sejak itulah polemik terjadi antara pemikiran sosialistik dan individualistik-liberalistik dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Perhatian terhadap HAM semakin jelas ketika UUDS mencantumkan HAM secara eksplisit. Pada pasal 7 sampai dengan pasal 43 dicantumkan prinsip- prinsip HAM dalam bentuk “hak-hak kebebasan-kebebasan dasar manusia” (Firdaus dalam Muladi, 2005). Setelah kembali ke UUD 1945, pada masa presiden Sukarno dan presiden Suharto, ajaran HAM bersumber pada ketentuan dalam UUD 1945 tersebut.
Dalam perjalanannya, bangsa Indonesia baik pada masa presiden Sukarno maupun presiden Suharto dianggap tidak serius dalam menangani HAM. Berbagai tekanan dari dalam dan luar negeri terus mengalir. Aktivis HAM di dalam negeri terus ditekan oleh penguasa. Berbagai bantuan luar negeri selalu dikaitkan dengan pelaksanaan HAM. Tekanan terus menerus itu kemudian direspons dengan membentuk komisi Hak Asasi Manusia pada tahun 1993. Selanjutnya pada tahun 1998 MPR mengeluarkan Ketetapan Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, tahun 1999 diundangkan Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Baru setelah UUD 1945 di amandemen keempat, HAM itu secara eksplisit dimasukkan ke dalam pasal 28 ayat A sampai dengan J.
Untuk memahami ajaran HAM di dalam Pancasila dan UUD 1945 perlu terlebih dahulu memahami hakikat kodrat manusia Indonesia sebagai pendukung ajaran HAM tersebut. Keseluruhan ajaran HAM itu pada hakikatnya dapat dikembalikan kepada hakikat kodrat manusia seutuhnya. Hakikat kodrat manusia seutuhnya didasarkan atas pandangan hidup manusia Indonesia. Bagaimana manusia Indonesia memandang kehidupan itu akan menentukan pandangan terhadap diri dan lingkungannya, termasuk HAM.
Pancasila sebagai dasar negara tidak dapat dipisahkan dari Pembukaan. MPR berketetapan tidak akan mengubah Pembukaan karena di dalamnya terdapat beberapa hal yang fundamental sebagai berikut.
a. Alinea pertama memuat pernyataan bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu penjajahan harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
b. Alinea kedua, pembukaan memuat kisah perjuangan pergerakan kemerdekaan dalam menentang segala bentuk penjajahan dan meraih proklamasi kemerdekaan Indonesia.
c. Alinea ketiga memuat pernyataan (declaire) kemerdekaan negara Indonesia. Kemerdekaan itu bukan hanya buah hasil perjuangan pergerakan kemerdekaan saja, tetapi juga hasil rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dorongan keinginan yang luhur. Keinginan luhur tersebut adalah agar seluruh bangsa Indonesia memiliki kehidupan yang bebas. Kemerdekaan merupakan jembatan emas dan di seberang jembatan itu ada kehidupan yang bebas. Jembatan tersebut dibangun dengan usaha keras, diridhoi Tuhan, dan didasari dengan niat yang baik dan luhur. Tanpa ketiganya maka kemerdekaan sebagai hak asasi manusia tidak dapat dijalankan dengan baik.
d. Alinea keempat memuat Pancasila sebagai dasar negara dan tujuan negara. Negara Indonesia didirikan oleh pendiri negara dengan tujuan (a) melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, (b) memajukan kesejahteraan umum, (c) mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia, (d) ikut serta dalam menjaga ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kedudukan Pembukaan UUD 1945 sebagai Pokok Kaidah Negara Fundamental (Notonagoro, 1984) yang bersifat tetap tidak berubah. Perubahannya hanya pada aspek implementasi melalui berbagai peraturan pelaksanaan. Kedudukan Pembukaan UUD 1945 tersebut sangat tinggi sehingga berfungsi sebagai norma tertinggi atau sumber segala sumber hukum dalam negara.
Secara konstitusional, HAM sudah termuat pada pasal-pasal UUD 1945 secara integratif. Secara khusus HAM tertuang di dalam pasal 28 UUD 1945. HAM tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut.
1. Hak Pribadi
a. Hak hidup
Ketentuan tentang HAM di dalam UUD 1945 sebagian besar mengatur hak asasi sebagai pribadi. Manusia sebagai pribadi sejak lahir membawa berbagai hak yang harus dilindungi, bahkan harus dikembangkan. Setiap orang sebagai pribadi memiliki hak hidup tetapi di dalamnya ada pula hak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hak hidup itu dimulai sejak dalam kandungan usia 40 hari, suatu usia dari zigote yang telah menerima roh dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Janin tersebut perlu dilindungi agar ia berkembang sesuai dengan hakikat kodratnya sebagai manusia. Pasal 28 ayat A menyatakan bahwa setiap berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hak hidup selalu disertai dengan kewajiban untuk mempertahankan kehidupannya. Orang yang menganiaya diri apalagi sampai bunuh diri telah melanggar hak hidup dan sekaligus merendahkan derajat dan martabat manusia. Hewan saja tidak ada yang sengaja bunuh diri, apalagi manusia yang dibekali Tuhan dengan berbagai kemampuan akal, rasa, kehendak dan keimanan akan menjadi lebih rendah daripada binatang bila sampai bunuh diri.
b. Hak melanjutkan keturunan
Untuk melangsungkan keturunan, seseorang hanya dapat melakukan melalui lembaga perkawinan yang sah. Tujuannya agar dapat membentuk keluarga yang bahagia lahir dan batin berdasarkan tuntunan agama yang diyakininya. Seks bebas dan kehidupan seks pranikah bukan menjadi hak pribadi karena bertentangan dengan ajaran agama. Pasal 28 B ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Dari pasal ini dapat diketahui bahwa perolehan anak secara biologis itu hanya dapat diperoleh melalui perkawinan yang sah dan dibesarkan dalam suatu lingkungan keluarga yang harmonis.
Upaya untuk melanjutkan keturunan (reproduksi) sebagaimana pada makhluk lainnya dilakukan manusia melalui aturan yang diberikan Tuhan di dalam ajaran agama. Menurut UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Perkawinan, perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut keyakinan agama yang dianut oleh kedua mempelai. Tujuannya adalah membentuk keluarga bahagia lahir dan batin. Kebahagiaan bukan sekedar diukur dengan upaya memenuhi kebutuhan lahir saja tetapi juga kebutuhan batin misalnya, ketenangan, kedamaian, dan ketenteraman dalam rumah tangga. Di samping itu, cara reproduksi tersebut didasari dengan kebudayaan dalam bentuk upacara adat perkawinan. Perkawinan itu bukan sekedar mempersatukan dua pribadi yang berbeda tetapi mempersatukan dua keluarga, atau masyarakat yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Sebelum perkawinan dilangsungkan, dilakukan upacara lamaran pihak calon mempelai laki-laki pada calon mempelai perempuan. Setiap masyarakat mempunyai cara sendiri untuk melangsungkan lamaran dan perkawinan yang sah secara budaya. Perkawinan secara budaya tersebut tidak ada pada kegiatan reproduksi pada hewan. Justru karena itulah manusia memiliki kedudukan, harkat, dan martabat yang lebih tinggi daripada hewan.
c. Hak pendidikan
Manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya dan lemah. Bahkan, ketika lahir daripada makhluk lainnya. Kelangsungan hidupnya harus memperoleh pertolongan dan bantuan dari orang lain. Tanpa bantuan melalui pendidikan, manusia tidak dapat hidup secara layak. Sedemikian rupa keadaan manusia tersebut sehingga disebut sebagai homo educandum. Dikatakan demikian karena manusia adalah makhluk yang dapat dididik, mendidik, dan perlu pendidikan. Dapat didik karena manusia dapat diubah perilakunya, dan dapat mendidik karena ia dapat mengubah perilaku dan menyampaikan perubahan tersebut kepada manusia lainnya. Dikatakan perlu dididik karena tanpa pendidikan tersebut manusia tidak dapat hidup layak dan dapat mempertahankan kehidupannya.
Kehidupan seseorang sebagai pribadi hanya dapat berkembang melalui pendidikan, penguasaan ipteks, seni dan budaya. Tujuannya untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan. Pasal 28 C ayat 1 menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. Kebutuhan dasar manusia bukan hanya sandang, papan, dan pangan saja, tetapi juga kebutuhan untuk mengembangkan diri melalui pendidikan, ipteks, seni dan budaya.
Kebutuhan akan pendidikan yang bermutu bagi setiap orang dirasakan semakin mendesak. Apalagi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dengan bangsa lain di dunia. Pendidikan bermutu dilihat dari penguasaan ipteks, seni dan budaya semakin menjadi kebutuhan dasar manusia. Menurut human development index (HDI), kualitas pendidikan dasar anak Indonesia paling rendah di antara negara-negara Asia Tenggara. Berdasarkan pasal 30 UUD 1945, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Persoalannya, pendidikan yang bermutu itu membutuhkan biaya yang sangat mahal. Akibatnya hanya sedikit orang saja yang dapat menikmati pendidikan yang bermutu di negeri ini. Biaya pendidikan yang semakin mahal mengakibatkan jurang kesenjangan di kalangan masyarakat. Tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah, dan swasta tidak cukup hanya dilakukan dengan alokasi biaya pendidikan 20 % dari APBN atau APBD tetapi harus ada kemauan untuk mengimplementasikan dalam bentuk kerja sama untuk menyelenggarakan pendidikan bermutu sebagai upaya memenuhi hak asasi manusia.
d. Hak atas pekerjaan yang layak
Untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, seseorang bekerja. Melalui pekerjaan itu orang mendapat upah atau gaji. Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Tugas negara memberikan layanan dan fasilitas yang memungkinkan orang dapat bekerja yang layak dan bermartabat sebagai manusia. Hal ini ditegaskan dalam pasal 28 D ayat 2 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan adil dan layak dalam hubungan kerja”. Hubungan kerja itu diatur dengan undang-undang perburuhan dan ketenagakerjaan. Pekerjaan yang dilakukan seseorang adalah suatu pekerjaan yang layak dilakukan karena: (1) tidak merendahkan martabat dan derajat manusia, (2) tidak melanggar hukum, (3) memberikan imbalan yang adil dan layak, (4) tidak mengeksploitasi dan memperbudak manusia, (5) mempekerjakan tenaga kerja di bawah umur, (6) tidak dilarang oleh agama.
Pekerjaan yang dilakukan tanpa kelayakan akan mengganggu hak orang lain. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah yang menunjukkan bahwa mengemis di keramaian lalu lintas yang padat sangat mengganggu lalu lintas, tidak memperhatikan keselamatan diri, dan berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan.
Gambar orang mengemis
e. Hak memeluk dan menjalankan agama sesuai dengan keyakinannya
Pasal 28 E ayat 1 menyatakan bahwa “setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, serta memilih pekerjaan, memilih kewarganegaran, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali”. Agama merupakan kepercayaan yang sangat esensial dan sensitif bagi seseorang. Oleh sebab itu setiap warga negara bebas memeluk dan menjalankan agama sesuai dengan kepercayaan tersebut. Di samping itu, setiap warga negara juga berhak memilih jenis pendidikan yang diikutinya. Pendidikan yang diikuti tersebut sesuai dengan minat, bakat dan kemampuan sehingga tidak seorang pun berhak memaksa orang lain untuk mengikuti pendidikan tertentu. Kebebasan untuk berkewarganegaraan dimiliki oleh seseorang sehingga ia bebas berpindah kewarganegaraan. Kewarganegaraan dapat diperoleh seseorang melalui: (1) ius sanguinis yaitu pewarganegaraan karena tempat kelahiran, (2) ius soli yaitu pewarganegaraan karena mengikuti orang tuanya, (3) pewarganegaraan karena proses hukum yaitu pendaftaran secara hukum kepada negara untuk diakui sebagai warga negara.
f. Hak untuk bebas dari tindak kekerasan dalam rumah tangga
Kekerasan dalam rumah tangga sering terjadi tetapi jarang terungkap karena dianggap sebagai masalah keluarga. Anggota yang rentan terhadap tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah anak dan perempuan. Menurut UU No. 23 tahun 2004, kekerasan dalam rumah tangga adalah suatu perbuatan yang dilakukan seseorang yang dapat menimbulkan penderitaan dan kesengsaraan secara fisik, seksual, psikologis, atau penelantaran rumah tangga atau merampas kemerdekaan secara melawan hukum dalam rumah tangga.
Menurut pasal 28 E ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, berhak atas perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa setiap orang berhak atas perlindungan pribadi dan bebas dari tindak kekerasan dalam rumah tangga. Dewasa ini tindak kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga semakin meningkat. Tindak kekerasan dapat terjadi di mana dan kapan saja serta korban kekerasan kebanyakan kaum perempuan dan anak-anak. Mereka berada pada posisi yang lemah baik secara fisik, mental, ekonomi, dan budaya sehingga dirasa perlu untuk mendapat perlindungan.
Menurut UU No. 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dijelaskan bahwa setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya penderitaan dan kesengsaran. Kekerasan dalam rumah tangga timbul karena berbagai faktor. Dari berbagai kasus, kekerasan dalam rumah tangga sebagian besar ditimbulkan karena faktor ekonomi. Tekanan ekonomi membuat keluarga tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Tekanan ekonomi yang hebat membuat anggota keluarga tersebut eksplosif mudah marah dan sulit mengendalikan diri. Misalnya, seorang perempuan desa yang miskin akhirnya bekerja sebagai pembantu rumah tangga (PRT). Pekerjaan yang diselesaikan tidak sesuai dengan harapan keluarga yang diikutinya. Akibatnya, PRT tersebut memperoleh perlakuan kasar dan kadang kala penyiksaan fisik dan mental.
Di samping faktor ekonomi, para korban kekerasan dalam rumah tangga memiliki pendidikan yang rendah. Mereka belum memiliki kesadaran akan hak dan kewajiban sehingga jika haknya dilanggar maka ia tidak tahu ke mana harus meminta perlindungan. Keluarga tidak terdidik juga potensial melakukan kekerasan dalam rumah tangga.
Adanya UU Nomor 23 tahun 2004 tersebut memberikan perlindungan hukum kepada setiap orang untuk tidak diperlakukan dengan kekerasan. Hanya saja, kekerasan dalam rumah tangga tersebut sulit diungkap karena dianggap sebagai urusan rumah tangga sendiri dan orang lain dianggap tidak boleh ikut campur.
g. Hak untuk mengembangkan diri
Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak (Pasal 11 UU No. 1999). Perkembangan pribadi tersebut tidak hanya bersifat fisik saja tetapi juga sosial, psikologis kejiwaan, rohaniah, dan spiritualitasnya. Secara fisik setiap orang, apalagi anak-anak berhak untuk tumbuh secara sehat. Kebutuhan fisik berupa makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, rumah sehat, dan gerak fisik yang sehat bagi perkembangan fisik secara optimal sangat dibutuhkan. Perkembangan psikologis kejiwaan juga harus berjalan secara wajar. Rasa aman dan terlindungi menjadi dambaan setiap orang. Kebutuhan rasa aman yang terpenuhi dengan baik akan menciptakan suasana yang tenteram, bebas dari rasa stres dan takut. Perasaan yang tenang membuat orang akan dapat hidup sejahtera. Demikian pula perkembangan sosial, rohaniah, dan spiritual juga akan berkembang manakala kebutuhan dasar lainnya tersebut dapat terpenuhi.
h. Hak untuk memperoleh keadilan
Setiap orang tanpa diskriminasi, berhak untuk memperoleh keadilan. Keadilan menjadi dambaan setiap orang. Ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban akan menimbulkan pelanggaran hak atas keadilan tersebut. Begitu berharga rasa keadilan itu maka di dalam masyarakat muncul simbol datangnya “ratu adil”, “gunungan” atau “nasi tumpeng” yang bagian bawah untuk dinikmati masyarakat yaitu kemakmuran. Untuk menjamin rasa keadilan itu maka perlu perlindungan hukum. Hukum tanpa keadilan akan sewenang-wenang dan keadilan tanpa hukum hanya akan menjadi impian karena tidak memperoleh perlindungan hukum.
2. Sosial dan Budaya
Memajukan diri sebagai pribadi tidak dapat dilepaskan dari kepentingan masyarakat. Kemajuan individu akan membawa kemajuan pula dalam masyarakat. Kebutuhan untuk memajukan kehidupan sosial masyarakat, bangsa dan negara menjadi hak setiap orang. Hal ini dinyatakan di dalam pasal 28 C ayat 2 yang berbunyi bahwa “setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara”.
Masyarakat Indonesia memiliki keanekaragaman budaya. Berbagai upacara adat dan kebudayaan, bahasa daerah, seni, pakaian serta makanan tradisional masih dijalankan untuk mengatur kehidupan bersama. Semuanya menjadi identitas nasional yang disimbolisasi dalam “bhinneka tunggal ika”. Kekayaan masyarakat dan budaya dijamin kelangsungan hidupnya untuk kemajuan peradaban manusia. Pasal 28 I ayat 3 menyatakan bahwa “identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban”.
Kehidupan bermasyarakat tidak dapat dilepaskan dari lingkungan hidup yang baik dan sehat. Gangguan kesehatan sering kali muncul dari lingkungan
hidup yang tidak sehat. Oleh sebab itu lingkungan hidup yang sehat menjadi hak setiap orang dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan di dalam pasal 28 H ayat 1 bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Interpretasi terhadap HAM ditentukan oleh faktor-faktor sosial budaya. Masyarakat yang terdidik relatif memiliki budaya yang sadar terhadap hak dan kewajiban. Kesadaran tersebut dibentuk melalui proses pendidikan yang panjang. Budaya kerja terbentuk juga melalui budaya terdidik. Kinerja seseorang akan menentukan penguasaan aset dan sarana yang dapat meningkatkan kesejahteraan.
Budaya pluralistik memberikan potensi dinamika masyarakat. Hal ini terjadi karena persepsi budaya terhadap kehidupan bersama berbeda-beda, bahkan bertentangan. Akibatnya mudah terjadi konflik. Penyelesaian budaya telah dilakukan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dengan memberikan konsep bhinneka tunggal ika, artinya meskipun berbeda-beda tetapi tetap satu sebagai bangsa Indonesia.
3. Hukum
Hukum merupakan aturan yang dibuat oleh lembaga yang berwenang, mempunyai tujuan tertentu, dan pelanggaran atas aturan tersebut akan dikenai sanksi hukum. Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3) menunjukkan bahwa negara kita menganut teori kedaulatan hukum. Artinya semua warga negara dan penyelenggara negara wajib tunduk dan patuh pada hukum.
Pasal 28 D ayat 1 dinyatakan bahwa “setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dalam bidang hukum”. Sebelumnya, pasal 27 ayat 1 dinyatakan pula bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya”. Dari pernyataan ini, hukum dilaksanakan untuk melindungi dan menjamin keadilan. Tidak ada diskriminasi dalam perlakuan hukum baik bagi penyelenggara negara maupun warga negara.
Pasal D ayat 4 dinyatakan bahwa “setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Status kewarganegaraan merupakan status hukum yang harus dipenuhi oleh setiap orang Indonesia. Bahkan, orang dapat berpindah kewarganegaraannya manakala memang diperlukan. Misalnya, seorang wanita menikah dengan laki-laki warga negara asing (WNA) atau sebaliknya, setiap laki-laki dapat menikah dengan perempuan WNA.
4. Politik
Pasal 28 D ayat ayat 3 dinyatakan bahwa “setiap warga negara berhak mendapat kesempatan yang sama dalam pemerintahan”. Lebih lanjut dalam pasal 28 E ayat 3 dinyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”. Hak politik ini kemudian dituangkan dalam UU Pemilu. Setiap warga negara memiliki kebebasan untuk mengikuti atau membentuk partai politik yang diminatinya. Kebebasan politik dapat dinikmati setiap warga negara untuk mendirikan partai politik, mempunyai hak pilih dan dipilih, bahkan berhak menjadi presiden dan wakil presiden. Pemilihan presiden dan wakil presiden dilakukan secara langsung dan berpasangan. Kedua pasangan tersebut dicalonkan melalui partai politik kemudian dipilih oleh rakyat secara langsung. Apabila pasangan tersebut belum memperoleh suara yang ditetapkan (50%+1), dilakukan pemilihan tahap II.
Kebebasan politik dilaksanakan dengan memperhatikan sopan santun dan budaya bangsa agar kebebasan tidak melanggar norma- norma yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu, kebebasan berpolitik dilakukan dengan mempertimbangkan aspek hukum agar tidak melanggar ketertiban dan keamanan masyarakat. Di samping itu kebebasan dalam berpolitik juga dilakukan sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan agar tidak menimbulkan dosa dan menjadi atheis. Akhirnya, kebebasan dalam berpolitik tidak bertentangan dengan negara karena akan meruntuhkan negara.
5. Hak Anak
Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.. Anak-anak dalam keluarga masih membutuhkan pertumbuhan dan perkembangan. Mereka masih lemah dan rentan terhadap berbagai tindak kekerasan dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Untuk itu perkembangan kehidupannya perlu dilindungi agar kepribadiannya berkembang secara wajar dan optimal. Sebagaimana ditegaskan dalam pasal 28 B ayat 2 yang menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Siapakah yang disebut dengan anak itu? Seseorang dikatakan masih anak jika yang bersangkutan belum mencapai usia 21 tahun atau belum pernah kawin.
Untuk melaksanakan dan melindungi hak anak tersebut, dibuatlah beberapa undang-undang. UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. UU nomor 3 tahun 1997 dibuat untuk secara khusus mengadili anak, dan UU Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak.
Menurut UU No. 23 tahun 2002, perlindungan anak adalah semua kegiatan yang menjamin dan melindungi anak-anak dan haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Anak-anak yang berhak mendapat perlindungan adalah sebagai berikut.
- Anak terlantar yaitu anak yang tidak tercukupi semua kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial;
- Anak yang menyandang cacat yaitu mereka yang mengalami hambatan fisik dan/atau mental sehingga mengganggu pertumbuhannya secara wajar;
- Anak yang memiliki keunggulan yaitu anak yang memiliki kecerdasan luar biasa atau bakat istimewa;
- Anak angkat yaitu anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut kepada lingkungan keluarga yang memperoleh putusan pengadilan yang tetap; dan
- Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga untuk diberikan perawatan, bimbingan, pemeliharaan, pendidikan, dan kesehatan.
Prinsip yang digunakan dalam perlindungan anak adalah sebagai berikut.
- Non diskriminasi.
- Kepentingan terbaik bagi anak.
- Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.
- Penghargaan terhadap pendapat anak.
Hak anak perlu dilindungi dengan tujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sehingga terwujudnya anak Indonesia yang berakhlak mulia dan sejahtera (pasal 3 UU No. 23 tahun 2002).
Agar anak tidak memperoleh tindak kekerasan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangannya, maka perlu dilindungi hak- haknya. Menurut UU nomor 4 tahun 1979, hak anak yang harus dilindungi adalah sebagai berikut.
- Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar.
- Anak berhak atas pelayanan yang mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosial sesuai dengan negara yang baik dan berguna.
- Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
- Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar.
Siapakah yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anak? Ya, orang tua yang pertama-tama bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Apabila orang tua terbukti melalaikan tugas dan tanggung jawabnya, maka ia dapat dicabut haknya untuk merawat dan mengasuh anaknya. Pencabutan kuasa pengasuhan tersebut tidak dapat menghapuskan kewajiban membiayai kehidupan, kesejahteraan, dan pendidikannya. Pencabutan kuasa asuh atas anak ditetapkan dengan keputusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
6.3 Hak Asasi Manusia Menurut Ajaran Islam
Agama Islam dipercaya umat Islam sebagai agama yang terakhir dan paling lengkap diturunkan Tuhan kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW dengan kitab suci Al Qur`an. Umat Islam sebagai pengikut nabi Muhammad SAW meyakini sistem kepercayaan di dalam rukun Islam dan rukun iman. Rukun Islam tersebut adalah (a) membaca syahadat, (b) shalat, (c) puasa, (d) zakat, dan (e) ibadah haji. Kelima rukun Islam tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Seseorang telah menjadi orang Islam karena telah menjalani kelima rukun Islam tersebut. Setelah menjadi orang Islam, maka ia beriman (percaya) kepada: (a) Allah, (b) kitab suci Alqur`an, (c) malaikat, (d) Rasul, (e) hal yang gaib, (f) ketentuan qodo` dan qodar (takdir).
Kehidupan umat Islam dibimbing dengan aturan dan tuntunan kitab suci Al Qur`an dan Sunnah Rasul. Tuntunan tersebut dapat dikelompokkan menjadi: (a) Aqidah yaitu keyakinan orang Islam terhadap ketauhidan (keesaan) kepada Allah, bukan kepada sesuatu yang lain. Aqidah tersebut sebagai esensi ajaran Islam yang tidak dapat ditawar-tawar lagi bagi seseorang. Cermin dari ketauhidan seseorang tampak dalam perilaku sehari-hari sebagai bentuk pengabdian hanya kepada Allah semata. (b) Syariah yaitu ajaran Islam sebagaimana terdapat di dalam kitab suci Al Qur`an dan sunnah Rasul. Syariah tersebut sebagai aturan hukum-hukum Islam akan membimbing orang kepada ketauhidan kepada Allah. Semua persoalan kehidupan dicarikan penyelesaiannya di dalam Al Qur`an dan sunnah Rasul tersebut. (c) Muamallah yaitu hubungan antarsesama manusia dan manusia dengan lingkungannya yang dijiwai dengan syariah dan aqidah. Baik buruknya perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia dan lingkungan alam ditentukan oleh aqidah dan syariah.
HAM dalam perspektif ajaran Islam didasarkan pada ketentuan di dalam Al Qur`an dan sunnah Rasul. HAM dalam Islam tidak bersifat sekuler sebagaimana pada ajaran HAM di Barat tetapi bersifat religius. Menurut Deklarasi Universal tentang HAM dalam Islam di Paris tahun 1981 (Supriyanto Abdi dalam Sobirin, 2003) beberapa pokok pikiran HAM adalah sebagai berikut.
a. Islam mempunyai konsep HAM yang genuine (asli) sudah dirumuskan sejak abad tujuh Masehi.
b. Seluruh kandungan deklarasi dirumuskan berdasarkan Al Qur`an dan Hadist (sunnah Rasul)
c. HAM merupakan preskripsi yang dititahkan kepada manusia dan bukan dibawa sejak lahir sehingga yang ada yaitu kewajiban manusia kepada Tuhan dan hak Tuhan kepada makhlukNya.
Menurut ajaran Islam, manusia itu dilahirkan dari materi yang sama dan dalam keadaan yang sama. Tidak ada diskriminasi di dalam Islam. HAM di dalam ajaran Islam memiliki 5 prinsip sebagai berikut:
a. hak perlindungan terhadap jiwa atau hak hidup,
b. hak perlindungan terhadap keyakinan (tidak ada penafsiran dalam agama atau bagimu agamamu dan bagiku agamaku),
c. hak perlindungan terhadap akal pikiran,
d. hak perlindungan terhadap hak milik, dan
e. hak berkeluarga atau hak memperoleh keturunan dan mempertahankan nama baik.
Kelima prinsip HAM tersebut dapat dikategorikan ke dalam tiga tingkatan sebagai berikut: (a) hak dasar yang bila dilanggar akan hilang kemanusiaannya misalnya akal pikiran dan keyakinan beragama, (b) hak sekunder yang bila dilanggar akan berakibat hilangnya hak elementer, dan (c) hak tersier yaitu hak yang lebih rendah daripada hak primer dan sekunder (Sobirin Malian, 2003).
Semua manusia diciptakan oleh Allah dengan unsur atau materi yang sama, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. An Nisa ayat 1. Atas dasar itu maka manusia mempunyai kedudukan dan derajat yang sama (equality ) sebagai hamba di muka Allah, Tuhan Yang Maha Esa seperti dijelaskan di dalam Q.S. AL An`am ayat 165. Perbedaannya hanya terletak pada ketaqwaan kepada Allah. Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling kenal mengenal dan bekerja sama membangun rumah tangga yang bahagia di dunia dan akhirat. Interpretasi gender yang membedakan antara jenis kelamin laki-laki hanya merupakan fiqih kultural yang bersifat pemihakan dan perhatian terhadap kelompok perempuan yang tertindas (Nasaruddin Umar, 2002) oleh tradisi sebelum Islam datang. Banyak kaum perempuan mengalami banyak perlakuan tidak adil sehingga ulama fikih memberikan pemihakan membela hak-hak kaum perempuan. Unsur kesetaraan dan keadilan tercermin di dalam Al Qur`an yang mempersilakan kecerdasaan manusia menata pembagian peran kaum laki-laki dan perempuan. Jika yang mengalami penindasan itu kaum laki-laki, maka aspek jender adalah pemihakan kepada kaum laki- laki yang tertindas tersebut. Kesetaraan dan keadilan sebagai hak yang dinikmati oleh siapapun juga untuk mencapai mawaddah warohmah (rahmat) dan sakinah dalam rangka tujuan hidup mulia di dunia dan akhirat.
Semua hak asasi yang dimiliki manusia menurut perspektif ajaran Islam dipahami sebagai upaya manusia untuk mendekatkan dan mengabdikan diri kepada Allah. Dengan kata lain hak-hak dasar manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Allah digunakan sebagai sarana untuk mengabdikan diri kepadaNya. HAM menjadi kewajiban asasi untuk melaksanakan semua aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah.
1. Pergaulan bebas dan longgarnya ikatan perkawinan terutama di kota besar, telah mengakibatkan banyak anak yang lahir di luar perkawinan yang sah. Kelahiran anak di luar perkawinan yang sah makin hari makin meningkat. Kelahiran di luar perkawinan ada yang disengaja dan ada pula yang tidak disengaja. Kelahiran anak di luar perkawinan karena kesengajaan terjadi karena pasangan sengaja hidup bersama tanpa terikat perkawinan sah. Dikatakan tidak sengaja karena ada tindak kekerasan seks yang menyebabkan kehamilan. Dapatkah karena kehamilan yang tidak dikehendaki orang tuanya digugurkan (aborsi) hanya untuk menutupi aib, mengurangi beban ekonomi sebab jumlah anak sudah banyak, dan lain sebagainya? Mengapa?
2. Dewasa ini, biaya pendidikan semakin meningkat bahkan cenderung sangat mahal apalagi untuk pendidikan yang bermutu. Dilihat dari HAM, apakah pendidikan yang bermutu tersebut harus dapat dinikmati oleh semua anggota masyarakat tanpa kecuali? Mengapa demikian?
3. Tekanan ekonomi membuat sebagian warga negara bekerja dalam bidang-bidang yang tidak layak dilakukan. Misalnya sebagai pemulung, PSK, penjual obat terlarang, perdagangan manusia (trafficking) dan lain sebagainya. Apakah demi kebebasan dan hak asasi pekerjaan tersebut dapat dilakukan? Mengapa?
4. Apakah demi alasan mendidik anak, seorang guru atau orang tua melakukan tindak kekerasan seperti memukul dengan keras anak tersebut? Mengapa demikian?
5. Mengapa dalam kebebasan berpolitik tidak boleh memfitnah dan menelanjangi lawan politiknya?
Downlod Versi PDF