A. Pendahuluan
Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin
tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang
benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah,
keindahan atau kejelekan dan sebagainya.
- Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal.
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal.
- Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
- Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
- Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsumg yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi
bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari
ahli filsafat saja
secara rasio.
Banyak orang termenung pada
suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan
kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang
soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini?
Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ?
Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah
terjadi secara kebetulan ? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana,
ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .
Semua soal tadi adalah
falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah
menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme,
pragmatisme.
Oleh
karena itu filsafat
dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang
fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Pengertian Filsafat
pendidikan Islam
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta,
dan kata Sophos yang
berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau
hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat bukanlah hikmah itu
sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya,
memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya.
Selanjutnya ia menambahkan bahwa filsafat
dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan
akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia.
Selain itu terdapat pula
teori lain yang mengatakan bahwa filsafat
berasal dari kata Arab falsafah,
yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia:
philos berarti cinta, suka (loving),
dan sophia yang
berarti pengetahuan, hikmah (wisdom).
Jadi, Philosophia
berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya
disebut Pholosopher yang
dalam bahasa Arab disebut failasuf.
Sementara itu, A. Hanafi,
M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami
perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal
sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa
kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau
semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu
kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai
sasaran utamanya.
Filsafat
juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan
oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis. Selanjutnya bagaimanakah
pandangan para ahli mengenai pendidikan
dalam arti yang lazim digunakan dalam praktek pendidikan.Dalam hubungan ini dijumpai berbagai
rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan
rohani si – terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Berdasarkan
rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima
unsur utama dalam pendidikan,
yaitu 1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan
yang dilakukan secara sadar. 2) Ada
pendidik, pembimbing atau penolong. 3) Ada
yang di didik atau si terdidik. 4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan
tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang dipergunakan.
Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang
diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya
yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia
dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari
akhir. Islam tidak
hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan
penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan
kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk
mengatur masalah pendidikan.
Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Qur’an dan
al Sunnah. Sebagai sumber ajaran, al Qur’an sebagaimana telah dibuktikan oleh
para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran.
Demikian pula dengan al
Hadist, sebagai sumber ajaran Islam,
di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad
SAW, telah mencanangkan program pendidikan
seumur hidup ( long life
education ). Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang
ajaran-ajarannya bersumber pada al- Qur’an dan al Hadist sejak awal telah
menancapkan revolusi di bidang pendidikan
dan pengajaran. Langkah yang ditempuh al Qur’an ini ternyata amat strategis
dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia. Kini di akui dengan jelas
bahwa pendidikan
merupakan jembatan yang menyeberangkan orang dari keterbelakangan menuju
kemajuan, dan dari kehinaan menuju kemuliaan, serta dari ketertindasan menjadi
merdeka, dan seterusnya.
Dasar pelaksanaan Pendidikan
Islam terutama
adalah al Qur’an dan al Hadist Firman Allah :
“ Dan
demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Qur’an) dengan perintah kami.
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al
Qur’an itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan
sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar (
QS. Asy-Syura : 52 )”
Dan Hadis dari Nabi SAW :
“
Sesungguhnya orang mu’min yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang
senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya,
sempurna akal pikirannya, serta mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka
beruntung dan memperoleh kemenangan ia” (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)”
Dari ayat dan hadis di atas
tadi dapat diambil kesimpulan :
- Bahwa al Qur’an diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT.
- Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.
- Al Qur’an dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.
Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama
keharusan berlangsungnya pendidikan.
Karena ajaran Islam
bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan
ini. Pendidikan
dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya
kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam
pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat
hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu
berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki
lapangan penghidupan itu. Pendidikan
itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang
cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki
berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan
jalan dan memudahkan cara-cara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan
ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik.
Kalau teori pendidikan hanyalah
semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat
manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi seperti
itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko
yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus,
tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah
dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka
dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum
dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya. Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin
tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada
berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat menyelesaikan
pekerjaan-pekerjaan yang ideal.
Tidak ada satupun dari permasalahan
kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan
gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang
memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik
daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah
membicarakan masalah yang sangat mendasar. Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai
diatas mana proses pendidikan
Islam berlangsung
dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran
ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem
nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya
lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.
Pendidikan Islam mengidentifikasi
sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist,
meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
- Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya.
- Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
- Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Menyadarkan manusia tentang
kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan
menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk
mengambil manfaatnya
Setelah mengikuti uraian
diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan
Islam itu merupakan
suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan
pada al Qur’an dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli,
khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder. Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat
dikatakan adalah filsafat
pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam
atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh
ajaran Islam, jadi
ia bukan filsafat
yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam
pemikiran filsafat
pada umumnya.
C. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Islam
Penjelasan mengenai ruang
lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan
Islam telah diakui
sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber
bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah
disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat
pendidikan Islam harus menunjukkan
dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin
Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan
Islam berarti
memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh
(universal) tentang pendidikan,
ysng tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan
menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini
memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan
Islam adalah
masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru,
kurikulum, metode, dan lingkungan.
D. Kegunaan Filsafat
Pendidikan Islam
Prof. Mohammad
Athiyah abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5
tujuan yang asasi bagi pendidikan
Islam yang diuraikan
dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
- Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
E. Metode Pengembangan Filsafat Pendidikan Islam
Sebagai suatu metode,
pengembangan filsafat
pendidikan Islam biasanya memerlukan
empat hal sebagai berikut :
Pertama, bahan-bahan yang
akan digunakan dalam pengembangan filsafat
pendidikan. Dalam
hal ini dapat berupa bahan tertulis, yaitu al Qur’an dan al Hadist yang
disertai pendapat para ulama serta para filosof dan lainnya ; dan bahan yang
akan di ambil dari pengalaman empirik dalam praktek kependidikan.
Kedua, metode pencarian
bahan. Untuk mencari bahan-bahan yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui
studi kepustakaan dan studi lapangan yang masing-masing prosedurnya telah
diatur sedemikian rupa. Namun demikian, khusus dalam menggunakan al Qur’an dan
al Hadist dapat digunakan jasa Ensiklopedi al Qur’an semacam Mu’jam al Mufahras li Alfazh al
Qur’an al Karim karangan Muhammad Fuad Abd Baqi dan Mu’jam al muhfars li Alfazh al Hadist karangan
Weinsink.
Ketiga, metode pembahasan.
Untuk ini Muzayyin Arifin mengajukan alternatif metode analsis-sintesis, yaitu
metode yang berdasarkan pendekatan rasional dan logis terhadap sasaran
pemikiran secara induktif, dedukatif, dan analisa ilmiah.
Keempat, pendekatan. Dalam
hubungannya dengan pembahasan tersebut di atas harus pula dijelaskan pendekatan
yang akan digunakan untuk membahas tersebut. Pendekatan ini biasanya diperlukan
dalam analisa, dan berhubungan dengan teori-teori keilmuan tertentu yang akan
dipilih untuk menjelaskan fenomena tertentu pula. Dalam hubungan ini pendekatan
lebih merupakan pisau yang akan digunakan dalam analisa. Ia semacam paradigma
(cara pandang) yang akan digunakan untuk menjelaskan suatu fenomena.
F. Penutup.
Islam
dengan sumber ajarannya al Qur’an dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran
para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai
masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan.
Karenanya tidak heran ntuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang
khas tentang pendidikan,
yakni pendidikan Islam.
Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para
filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna
membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan
memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten.
Namun demikian adanya
pandangan tersebut bukan berarti Islam
bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari
luar dapat saja diterima oleh Islam
apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak
bertentangan.
Tugas kita selanjutnya
adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan
oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan,
zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian
masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis
ditengah-tengah percaturan global.