UPAYA MENANGANI ANAK PUTUS SEKOLAH DI SURAKARTA
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan
adalah sarana yang digunakan anak untuk mengembangkan kemampuan, membentuk
karakter, dan akhlak. Bahkan banyak juga orang tua yang mengharapkan dengan
mengenyam pendidikan, anak dapat memperbaiki kehidupan yang lebih baik
nantinya. Sekolah merupakan salah satu tempat yang menjadi sumber didapatnya
pendidikan. Keadaan anak putus sekolah di kota Surakarta sangat memprihatinkan.
Di setiap titik lampu lalu lintas didapati anak-anak yang mengamen dan
meminta-minta. Di pinggiran jl. Dr Soeharso Solo terlihat gadis belia berdandan
ala rock n roll. Rambutnya acak-acakan lengkap dengan aksesoris di sekujur
tubuhnya. Orang-orang menyebutnya dengan komunitas punk.
Keadaan yang
terjadi disebabkan oleh berbagai hal. Misal salah satu penyebabnya yaitu
lingkungan. Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak, lingkungan yang
baik akan menghasilkan anak yang baik, begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini,
anak putus sekolah menjadi bagian dari dampak lingkungan yang kurang baik atau
kurang mendukung anak. Biasanya anak putus sekolah mempunyai lingkungan yang
hampir semua memiliki nasib yang sama yaitu putus sekolah. Contohnya lingkungan
yang disitu banyak orang perokok, berjudi, narkoba, dan lain-lain. Jadi anak
putus sekolah dapat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Ekonomi juga
berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Ekonomi merupakan kebutuhan setiap
orang. Contohnya adalah uang. Seorang anak membutuhkan uang untuk membiayai
sekolahnya, karena banyak kebutuhan sekolah yang harus dipenuhi dengan uang.
Misal untuk membayar SPP, membeli seragam, membeli buku, bahkan untuk uang saku
setiap harinya. Anak yang putus sekolah biasanya kurang mampu dalam ekonomi.
1
|
B.
Rumusan
Masalah
1) Apa
pengertian dari anak putus sekolah ?
2) Bagaimana
keadaan anak putus sekolah di Surakarta ?
3) Apa
saja resiko anak putus sekolah ?
4) Bagaimana
upaya untuk mengatasi anak-anak yang putus sekolah ?
C.
Tujuan
1) Untuk
mengetahui pengertian dari anak putus sekolah.
2) Untuk
mengetahui keadaan anak putus sekolah di Surakarta.
3) Untuk
mengetahui resiko anak putus sekolah.
4) Untuk
mengetahui upaya untuk mengatasi anak-anak yang putus sekolah di Surakarta.
D.
Teori
Anak Putus Sekolah
Putus
sekolah merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh Negara berkembang atau
Negara miskin. Semakin tinggi angka anak putus sekolah mengindikasikan semakin
rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di Negara yang bersangkutan, sebaliknya
semakin rendah angka anak putus sekolah menunjukkan tingginya kualitas
pendidikan disuatu Negara. Dalam hal ini dimaksdud adalah bahwa pendidikan
sangat berpangaruh dalam pembangunan dalam suatu Negara. Putus sekolah
merupakan predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu
menyelesaiakan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan
studinya kejenjang pendidikan berikutnya (Ary H. Gunawan 2010: 18).
Putus
sekolah adalah proses berhentinya siswa
secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan
tempat dia belajar.
Artinya adalah terlantarnya
anak dari sebuah lembaga
pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kondisi
ekonomi keluarga yang
tidak memadai (Musfiqon, 2007:19).
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat MC Millen Kaufman, dan
Whitener (1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak
dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang
tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Menurut Depag RI (2003:4), Anak
putus sekolah (drop out) adalah anak yang karena suatu hal tidak mampu
menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah secara
formal. Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak ini wajib
dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan
dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu
orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang
jalannya pendidikan.
Pendidikan itu
tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung jawab sekolah.
Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban moral untuk menyelamatkan
pendidikan. Sehingga ketika ada anggota masyarakat yang tidak bisa sekolah
hanya karena tidak punya uang, maka masyarakat yang kaya atau tergolong
sejahtera memiliki kewajiban moral untuk menjadi orang tua asuh bagi
kelangsungan sekolah anak yang putus sekolah pada tahun ini mencapai puluhan
juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan itu
dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh seluruh orang
tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini. Keluarga adalah
lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh seorang anak, bahkan
sejak masih dalam kandungan. Karena itu pendidikan di keluarga yang mencerahkan
dan mampu membentuk karakter anak yang soleh dan kreatif adalah modal penting
bagi kesuksesan anak di masa – masa selanjutnya.
E.
Metode
Pengkajian teori
tidak akan terlepas dari kajian pustaka atau studi pustaka. Karena teori secara
nyata dapat diperoleh melalui studi atau kajian kepustakaan. Nazir (2005 : 93)
menyatakan bahwa studi kepustakaan atau studi literatur, selain dari mencari
sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk
mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah
berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan generalisasi yang pernah
dibuat sehingga situasi yang diperlukan diperoleh.
Menurut Pohan
(2012) kegiatan ini (penyusunan kajian pustaka) bertujuan mengumpulkan data dan
informasi ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah
berkembang dan telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah,
catatan, rekaman sejarah, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di
perpustakaan. Kajian ini dilakukan dengan tujuan menghindarkan terjadinya
pengulangan, peniruan, plagiat, termasuk suaplagiat. Dasar pertimbangan perlu
disusunnya kajian pustaka dalam suatu rancangan penelitian menurut Ratna (2012)
didasari oleh kenyataan bahwa setiap objek kultural merupakan gejala
multidimensi sehingga dapat dianalisis lebih dari satu kali secara
berbeda-beda, baik oleh orang yang sama maupun berbeda. Berdasarkan pendapat
ahli di atas kajian pustaka adalah bahan-bahan bacaan yang berkaitan dengan
objek penelitian yang pernah dibuat dan didokumentasikan yang digunakan untuk
menganalisis objek penelitian yang dikaji.
Sumber kajian
pustaka ini diambil dari metode buletin. Nazir (2005: 107)
menyatakan bahwa buletin adalah tulisan ilmiah pendek yang diterbitkan secara
berkala dan berisi catatan ilmiah ataupun petunjuk ilmiah tentang satu kegiatan
operasional. Jika buletin berisi satu artikel mengenai hasil penelitian, sering
disebut contributions. Pencarian data mengenai anak putus sekolah yang ada di
kota Surakarta, peneliti melakukannya dengan cara sekunder, yaitu dilakukan dengan
cara membaca berita dari koran harian yaitu Solopos dan jawapos yang membahas
mengenai anak putus sekolah di Surakarta.
F.
Data
Hasil yang diperoleh dari pemetikan data secara
sekunder tersebut, menerangkan bahwa Sebanyak 3.696 anak putus sekolah di Kota
Solo. Mereka yang tidak melanjutkan wajib belajar pendidikan sembilan tahun ini
terjadi pada usia 7 hingga 18 tahun.
Data ini terungkap dalam rapat Dinas Pendidikan,
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), dan Badan Pemberdayaan
Masyarakat (Bapermas) Kota Solo dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Solo
mengenai pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (Lkpj) Wali Kota Solo
2017, di Kantor DPRD Solo.
G.
Pembahasan
1) Keadaan
anak putus sekolah di Surakarta
Berdasarkan
Koran harian Solopos yang membahas mengenai Kasus anak Solo putus sekolah
menerangkan bahwa Sebanyak 3.696 anak putus sekolah di Kota Solo. Mereka yang
tidak melanjutkan wajib belajar pendidikan sembilan tahun ini terjadi pada usia
7 hingga 18 tahun.
Data ini
terungkap dalam rapat Dinas Pendidikan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda), dan Badan Pemberdayaan Masyarakat (Bapermas) Kota Solo dengan Badan
Anggaran (Banggar) DPRD Kota Solo mengenai pembahasan Laporan Keterangan
Pertanggungjawaban (Lkpj) Wali Kota Solo 2017, di Kantor DPRD Solo, akhir pekan
lalu.
Anak-anak yang
putus sekolah terdiri dari jenjang SD,
SMP dan SMA. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora)
menyatakan ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak tersebut tak mendapat
pendidikan secara penuh. Diantaranya kondisi ekonomi keluarga, kondisi
lingkungan yang tak mendukung, serta motivasi dari anak yang kurang kuat. Dari
ketiga sebab tersebut dapat dikatakan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi
perkembangan anak, lingkungan yang baik akan menghasilkan anak yang baik,
begitu juga sebaliknya. Dalam hal ini, anak putus sekolah menjadi bagian dari dampak
lingkungan yang kurang baik atau kurang mendukung anak. Biasanya anak putus
sekolah mempunyai lingkungan yang hampir semua memiliki nasib yang sama yaitu
putus sekolah. Contohnya lingkungan yang disitu banyak orang perokok, berjudi,
narkoba, dan lain-lain. Jadi anak putus sekolah dapat dipengaruhi oleh
lingkungannya.
Ekonomi juga
berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Ekonomi merupakan kebutuhan setiap
orang. Contohnya adalah uang. Seorang anak membutuhkan uang untuk membiayai
sekolahnya, karena banyak kebutuhan sekolah yang harus dipenuhi dengan uang.
Misal untuk membayar SPP, membeli seragam, membeli buku, bahkan untuk uang saku
setiap harinya. Anak yang putus sekolah biasanya kurang mampu dalam ekonomi.
Selain karena
sebab lingkungan dan ekonomi, yang menjadi sebab anak putus sekolah adalah
karena rendahnya motivasi untuk melanjutkan sekolah. Biasanya anak dengan
ekonomi keluarga yang rendah akan lebih memilih untuk membantu orang tua dalam
mencukupi kebutuhan ekonomi keluarganya. Mereka akan beranggapan bahwa apabila
melanjutkan sekolah hanya akan tambah mempersulit keadaan ekonomi keluarganya.
Motivasi dapat juga sangat berpengaruh pada anak dalam melanjutkan sekolah.
2) Resiko
Anak Putus Sekolah
Sekolah sebagai
satuan pendidikan berperan maksimal dalam kehidupan masyarakat,maka masyarakat dapat tercerdaskan
dan terangkat harkat dan pendidikannya. Semakin tinnginya sekolah seseorang
juga mampu mengangkat status sosial di masyarakat. Anak yang bersekolah sangat
berperan penting dalam meningkatkan pembangunan di dalam suatu Negara, karena
anak merupakan generasi penerus bangsa. Namun bagaiman dengan anak yang tidak
bersekolah, tentunya hal tersebut menjadi suatu masalah yang sangat serius dan
menjadi penghambat pembangunan dalam suatu Negara. Meningkatnya angka
penganguran menjadikan banyak masyarakat miskin dan tentunya hal tersebut
merupakan masalah yang diakibatkan karena pengetahuan yang minim Dan tentunya
mempunyai resiko tersendiri bagi anak. Berikut merupakan akibat yang
ditimbulkan bagi anak putus sekolah :
a) Akibat
dalam putus sekolah mengakibatkan banyaknya jumlah pengangguran dan merupakan
tenaga kerja yang tidak terlatih. Dalam sebuah Negara seperti Indonesia hal
tersebut merupakan masalah yang sangat besar sehingga harus ditangani dengan
serius. Adanya kekurang cocokan kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja, dimana
friksi profil lulusan merupakan akibat langsung dari perencanaan pendidikan
yang tidak berorientasi pada realitas yang terjadi dalam masyarakat. Pendidikan
dilaksanakan sebagai bagian parsial, terpisah dari konstelasi masyarakat yang
terus berubah.
b) Anak
putus sekolah dapat pula mengganggu keamanan masyarakat. Tidak adanya kegiatan
yang menentu menjadikan anak dapat menimbulkan kelompok liar dimana kegiatan
kelompok tersebut bersifat negative seperti, mencuri, memakai narkoba,
mabuk-mabukan, menipu, menodong dan sebagainya.
c) Menjadi
subjek dan objek kriminalitas seperti ; kenakalan remaja, tawuran,
kebut-kebutan dijalan raya, perkelahian. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya
pembekalan skill bagi mereka yang putus sekolah.
3) Upaya
Untuk Mengatasi Anak Putus Sekolah
Berbagai upaya
telah dilakukan pemerintah dalam usaha mengatasi anak putus sekolah dengan
melibat semua unsure yang terkait baik instansi pemerintahan maupun organisasi kemasyarakatan.
Hal tersebut sebagai perwujudan dari UUD 1945 yang mewajibkan sekolah semua
masyarakat dengan tujuan :
a) Pendidikan
yang murah dapat membuat masyarakat dari semua golongan mampu menikmati
sekolah. Sehingga dengan adanya pendidikan yang murah tidak akan memberatkan
masyarakat yang tidak mampu dalam memperoleh pendidikan.
b) Menggalang
kepedulian masyarakat pada permaslahan pendidikan. Masyarakat tidak akan
memiliki kepedulian dengan pendidikan yang murah, tetapi kepedulian dipicu oleh
keikut sertaan banyak pihak dalam lembaga pendidikan. Dengan pendidkan yang
murah maka kualitas masyarakat dapat ditingkatkan.
Selanjutnya, menurut Suyanto (2010:
348-349) menyatakan untuk mencegah anak putus sekolah dapat dilakukan dua hal
berikut yaitu :
a) Intervensi
dini mencegah anak putus sekolah
1. Pemasyarakatan
lembaga pra sekolah, Penelitian membuktikan bahwa anak yang melalui jenjang
pendidikan TK rata-rata memiliki kemmpuan beradaptasi dan prestasi belajar yang
lebih baik disbanding anak yang tidak melalui jenjang pendidikan TK
2. Penangan
anak yang bermasalah, khususnya anak yang memiliki prestasi belajar relatif
buruk disekolah. Anak yang tinggal kelas lama-kelamaan akan sering membolos,
semakin jauhnya jarak dengan guru dan akhirnya anak putus sekolah.
3. Memanfaatkan
dukungan dari lembaga-lembaga lokal yang sekiranya dapat dimanfaatkan untuk
membantu kegiatan belajar anak yang rawan putus sekolah.
b)
Otonomi dan fleksibilitas sekolah
Depertamen
Pendidikan Nasional menyediakan pendidikan alternative untuk anak yang tidak
putus sekolah. Adapun program yang dilakukan saat ini untuk mengatsi anak putus
sekolah ayaitu dengan mengikuti Program Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) yang
terdiri dari paket A bagi anak yang tidak tamat SD, paket B bagi yang tidak
tamat SMP dan paket C untuk yang tidak tamat SMA.
Pendidikan
kesetaraan ini ditujukan untuk menunjang penuntasan wajib Sembilan Tahun serta
memperluas akses pendidikan menengah yang menekankan kepada keterampilan
fungsional dan kepribadian professional. Pendidikan kesetaraan merupakan salah
satu program pada jalur pendidikan non formal.
Berikut ini upaya yang
dapat digunaka untuk mengatasi anak putus sekolah dilihat dari faktor ekonomi,
faktor motivasi, dan faktor lingkungan :
a) Faktor
Ekonomi
Dengan melihat
banyaknya anak putus sekolah di kota surakarta maka pemerintah kota surakarta
memberikan bantuan berupa dana BOS. Dana BOS merupakan bantuan untuk biaya
operasional sekolah untuk anak – anak dari keluarga tidak mampu meliputi
pengadaan buku- buku paket dan bantuan pembiayaan pendidikan yang manfaatnya
adalah untuk mengurangi biaya pendidikan yang dikeluarkan siswa. Meski dana
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) diharapkan dapat meningkatkan jumlah
keikutsertaan siswa/peserta didik, tetapi masih banyak anak – anak yang tidak
dapat bersekolah, putus sekolah dan tidak dapat melanjutkan pendidikan mereka
ke jenjang pendidikan berikutnya. Salah satu penyebab hal tersebut adalah
kesulitan orangtua/keluarga dalam memenuhi kebutuhan pendidikan lainnya seperti
baju seragam, buku tulis, sepatu, biaya transportasi maupun biaya pendidikan
lainnya yang tidak ditanggung oleh dana BOS. Hal inilah yang melatarbelakangi
dikembangkannya Program Bantuan BPMKS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota
Surakarta). BPMKS dibagi menjadi 3 jenis kartu kategori yaitu silver, gold dan platinum :
1. Kartu
BPMKS Silver. Kriteria Siswa yang dapat menerima :
a) Siswa Warga Surakarta dari warga
mampu yang bersekolah di kota Surakarta pada jenjang SD/MI Negeri, SMP/MTs
Negeri.
b) Siswa Warga Surakarta dari keluarga mampu yang
bersekolah di kota Surakarta jenjang SDLB, SMPLB dan SMALB Negeri/Swasta.
2. Kartu BPMKS Gold. Kriteria yang
dapat menerima :
a) Siswa warga kota Surakarta dari
keluarga tidak mampu yang bersekolah di kota Surakarta jenjang SD/MI/SDLB
Negeri/Swasta, SMP/MTs/SMPLB Negeri/Swasta, SMA/MA/SMALB Negeri/Swasta.
b) Siswa warga kota Surakarta dari
keluarga tidak mampu yang tidak bersekolah, tetapi masih dalam usia sekolah
jenjang SD/MI/SDLB Negeri/Swasta, SMP/MTs/SMPLB Negeri/Swasta, SMA/MA/SMALB
Negeri/Swasta serta akan melanjutkan di kota Surakarta.
3. Kartu BPMKS Platinum. Kriteri Siswa
yang dapat menerima :
a) Siswa Warga kota Surakarta dari
keluarga yang tidak mampu yang bersekolah pada sekolah plus (sekolah bertaraf
internasional) jenjang SD, SMP dan SMK kota Surakarta.
b) Siswa Warga kota Surakarta yang
tidak bersekolah, tetapi masih dalam usia sekolah jenjang SD, SMP dan SMK serta
yang akan melanjutkan ke Sekolah Plus (sekolah bertaraf internasional).
b) Faktor
motivasi
Banyak fenomena yang membuat motivasi ank-anak untuk
bersekolah menjadi rendah. Ada beberapa cara untuk meningkatkan motivasi
anak-anak yaitu dengan cara:
1. Hal-Hal
yang Dilakukan Oleh Guru.
a) Memilih
cara dan metode mengajar yang tepat termasuk memperhatikan penampilannya.
b) Menginformasilkan
dengan jelas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
c) Menghubungkan
kegiatan belajar dengan minat siswa.
d) Melibatkan
siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran misalnya melalui kerja kelompok.
e) Melakukan
evaluasi dan menginformasikan hasilnya, sehingga siswa mendapat informasi yang
tepat tentang keberhasilan dan kegagalan dirinya.
f) Melakukan
improvisasi-improvisasi yang bertujuan untuk menciptakan rasa senang anak
terhadap belajar. Misalnya kegiatan belajar diseling dengan bernyanyi bersama
atau sekedar bertepuk tangan yang meriah.
g) Menanamkan
nilai atau pandangan hidup yang positif tentang belajar misalnya dalam agama
islam belajar dipandang sebagi sebuah kegiatan jihad yang akan mendapatkan
nilai amal disisi Allah.
h) Menceritakan
keberhasilan para tokoh-tokoh dunia yang dimulai dengan mimpi-mimpi mereka dan
ceritakan juga cara-cara mereka meraih mimpi-mimpi itu. Ajak siswa untuk
bermimpi meraih sukses dalam bidang apa saja seperti mimpinya para tokoh dunia
tersebut.
i) Memberikan respon positif kepada siswa
ketika mereka berhasil melakukan sebuah tahapan kegiatan belajar. Respon
positif ini bisa berupa pujian, hadiah, atau pernyataan-pernyataan positif lainnya.
2. Hal-Hal
yang dilakukan oleh Orang Tua.
a) Mengontrol
perkembangan belajar anak. Orang tua perlu menyediakan waktu untuk mengontrol
kegiatan anak.
b) Mengungkap
harapan-harapan yang realistis terhadap anak.
c) Menanamkan
pemahaman agama yang baik khususnya yang terkait dengan motivasi.
d) Melatih
anak untuk memecahkan masalahnya sendiri, orang tua melakukan pembimbingan
seperlunya.
e) Tanyakanlah
keinginan dan cita-cita mereka. Berikan dukungan terhadap keingginan dan
cita-cita mereka. Arahkan mereka untuk meraih cita-cita itu dengan benar.
f) Menggunakan
hasil evaluasi yang diberikan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar
selanjutnya.
3. Hal-Hal
Yang Dikerjakan oleh Ortu dan Guru Secara Bersama
Ketika
permasalahan rendahnya motivasi sudah menjadi permasalahan yang serius yang tidak
bisa diantispasi oleh guru sendiri atau oleh orang tua sendiri, maka kerja sama
antara guru dan orang tua harus segera dilakukan. Ada beberapa cara yang bisa
dilakukan di ataranya :
a) Mengidentifikasi
masalah yang terjadi pada siswa, cari factor penyebab yang mengakibatkan
rendahnya motivasi belajar siswa, identifikasi masalahnya.
b) Mencari
solusi-solusi untuk memecahkan masalah yang terjadi pada anak. Cari masalah
yang bisa diatasi oleh guru, atau masalah yang bisa diatasi oleh orang tua
c) Memberikan
perlakuan yang tepat terhadap anak, mereka sedang mengalami permasalahan, maka
orang tua dan guru harus mempunyai komitemen yang tinggi untuk tidak menambah
beban mereka dengan menyalahkan, mencemooh anak-anak.
d) Libatkan
siswa untuk memecahkan permasalahannya. Orang tua, guru dan siswa perlu duduk
bersama untuk menyelesaikan permasalahannya.
c) Faktor
Lingkungan
Berdasarkan
fenomena-fenomena yang sering kita temui banyak anak-anak yang belum cukup usia
sudah bekerja untuk membantu keuangan keluarga sehingga mereka tidak bisa
merasakan pendidikan. Dan ditambah lagi dengan keadaan teman sebayanya yang
berada di lingkungan sekitarnya juga bernasib sama, mereka juga banyak yang
putus sekolah. Sehingga itu juga dapat memperngaruhi alasan anak untuk tidak
melanjutkan sekolah. Bahkan terkadang orang tua dari anak tersebut juga banyak
yang sudah tidak sekolah dulunya. Jadi bila terus didiamkan, generasi putus
sekolah di lingkungan tersebut dapat terus turun-temurun dan tidak ada
perkembangan.
Keadaan putus
sekolah yang turun-temurun ini dapat diatasi dengan sosialisasi ke lingkungan
tersebut mengenai pentingnya bersekolah untuk memperbaiki masa depan yang lebih
baik, sehingga mindset mereka dapat berubah. Khususnya untuk para orang tua
agar mau menyekolahkan anaknya. Karena banyak orang tua yang berfikir bahwa
bersekolah itu tidak merubah keadaan ekonomi mereka, yang ada malah
menghabis-habiskan uang saja. Kegiatan sosialisasi ke lingkungan tersebut dapat
dilakukan dengan perlahan, misal awalnya dengan mengadakan sekolah berjalan
yang masuk ke lingkungan tersebut untuk menumbuhkan semangat belajar dari
anak-anak tersebut. Jadi sosialisasi dilakukan tidak hanya pada anak-anaknya
saja tapi juga pada orang tuanya.
Kedepannya
dengan semakin banyaknya anak yang bersekolah. Maka secara otomatis keadaan
lingkungan yang awalnya tidak baik tersebut dapat perlahan-lahan membaik,
sehingga dapat mencetak generasi yang lebih baik.
H.
Kesimpulan
Anak putus
sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan
perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses
tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan
pendidikan yang layak.
Pendidikan
merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib dipenuhi dengan
kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga pendidikan dan pemerintah.
Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua komponen yaitu orang tua, lembaga
masyarakat, pendidikan dan pemerintah bersedia menunjang jalannya pendidikan. Akibat
yang disebabkan anak putus sekolah adalah kenakalan remaja, tawuran,
kebut-kebutan di jalan raya , minum – minuman dan perkelahian, akibat lainnya
juga adalah perasaan minder dan rendah diri.
Dengan adanya
keseriusan dan kesigapan dari pemerintah dengan cara mengeluarkan
kebijakan-kebijakan seperti halnya kebijakan BPMKS (Bantuan Pendidikan
Masyarakat Kota Surakarta). Untuk mengurangi jumlah anak yang putus sekolah,
maka angka anak yang putus sekolah di Indonesia akan dapat di tekan. Disamping
itu peranan dari pihak sekolah beserta dengan orang tua dalam menekan jumlah
anak yang putus sekolah juga sangat diperlukan dan berpengaruh akan jumlah anak
yang akan putus sekolah.
I.
Saran
Penulis
menyadari dalam pembuatan makalah ini belum lengkap dan masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
agar dapat menjadi bahan koreksi untuk membuat makalah selanjutnya.
J.
Daftar
Pustaka
Gulo, W. 2002. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Nazir, Moh. 2005. Metodologi
Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra: Teori, Metode, dan Teknik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Ary H. Gunawan. (2010). Sosiologi pendidikan: Suatu
Analisis Sosiologi Tentang Berbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Trisnaningtyas,
Farida. 2017, 10 April. Duh, 3.969 Anak
Usia 7-18 Tahun di Solo Terpaksa Putus Sekolah. Solopos, halaman 7.
Budiman,
Arief. 2017, 8 Mei. Masih
Ada Ribuan Anak Putus Sekolah di Solo. Jawapos, halaman 9.
Mestinana. 2013. Anak
Putus Sekolah. https://mestinana.wordpress.com/2013/06/10/anak-putus-sekolah/
(diakses tanggal 12 Maret 2017).
Ryanthie, Septhia. 2016. 734 Anak Putus Sekolah, Penanganan Dilakukan Disdikpora Bersama Karang
Taruna. http://m.solopos.com/2016/08/17/pendidikan-solo-734-anak-putus-sekolah-penanganan-dilakukan-disdikpora-bersama-karang-taruna-745431?mobile_switch=mobile
(diakses tanggal 12 maret 2017).
Musfiqon. 2007. Menangani
yang Putus Sekolah. http://www.surya.co.id/web/Opini/Menangani-yang-Putus-Sekolah.html.
(diakses tanggal 12 Maret 2017).
Depag RI. 2003. Pedoman Umum
Pendidikan Agama Islam
Madrasah. Jakarta:
Dirjen Kelembagaan Agama Islam.
Anonim.
2017. Info Bantuan Pendidikan Masyarakat
Kota Surakarta. http://www.surakarta.go.id/konten/info-bantuan-pendidikan-masyarakat-kota-surakarta
(diakses tanggal 12 Maret 2017).