Pendidikan Multikultural: Penguatan Identitas
Nasional Di Era Revolusi Industri 4.0
Konsep awal revolusi industri 4.0
pertama kali dikenalkan oleh Profesor Klaus Schwab yang merupakan seoran ahli
ekonomi melalui bukunya yang berjudul “The Fourth Industrial
Revolution”. Dalam bukunya Profesor Klaus menjelaskan, bahwa revolusi
industri 4.0 telah mengubah hidup, pola pikir dan cara kerja
manusia. Dalam perkembangannya, revolusi industri 4.0 ini memberikan
tantangan sekaligus dampak bagi generasi muda bangsa Indonesia.
Revolusi industri 4.0 juga berdampak pada
dunia pendidikan di Indonesia, dimulai dengan digitalisasi sistem pendidikan
yang mengharuskan setiap elemen dalam bidang pendidikan untuk mampu beradaptasi
dengan perubahan yang terjadi. Salah satu contoh adalah sistem pembelajaran di
dalam kelas, pembelajaran yang semula diselenggarakan secara langsung di kelas
bukan tidak mungkin akan digantikan melalui sistem pembelajaran secara tidak
langsung atau melalui jaringan internet. Hal lain yang perlu kita ketahui bahwa
dalam era revolusi industri 4.0 yang kita alami saat ini, jarak dan batasan
wilayah tidak menjadi hambatan setiap manusia untuk mengetahui dan mengakses
dunia luar. Dalam dunia pendidikan, dengan adanya revolusi industri 4.0
memberikan dampak positif dengan semakin maju dan berkembangnya sistem pembelajaran
kita, akan tetapi juga memberikan dampak negatif bagi dunia pendidikan kita
apabila tidak mampu menjawab tantangan yang muncul di era sekarang.
Dampak negatif yang ditimbulkan dan dapat
kita lihat sekarang ini adalah kurangnya pemahaman mengenai pendidikan
multikultural bagi generasi muda kita dalam hal ini anak usia sekolah.
Kurangnya pemahaman mengenai pendidikan multikultural ini juga berdampak
terhadap lunturnya identitas nasional bangsa Indonesia, nilai-nilai luhur
bangsa Indonesia mulai ditinggalkan oleh generasi muda kita. Hal tersebut
menimbulkan berbagai permasalahan-permasalahan dalam dunia pendidikan yang
berakibat pada terhambatnya perkembangan kualitas pendidikan itu sendiri.
Dimulai dari munculnya radikalisme secara langsung ataupun melalui media
sosial, tawuran antar sekolahan, tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak
usia sekolah, lunturnya nilai budaya bangsa pada diri generasi muda, dan
intoleransi antar sesama serta diskriminasi dalam dunia pendidikan yang masih
saja terjadi sampai saat ini.
Berbagai permasalah yang ditimbulkan oleh
gagalnya pemahaman mengenai konsep pendidikan multikultural, menuntut kita
sebagai generasi muda sekaligus agent of change untuk
memberikan solusi-solusi terbaik dalam meminimalisir dampak negatif tersebut. Dalam
hal ini diperlukan konsep pengembangan pendidikan yang berwawasan multikultural
secara benar agar mampu menghasilkan generasi muda yang mempunyai kesadaran
pluralisme [1]. Karena nilai utama dalam pendidikan multikultural adalah
apresiasi tertinggi terhadap pluralitas budaya yang ada dalam masyarakat,
pengakuan terhadap bumi atau alam semestanya dan berperan positif dalam
meningkatkan identitas nasional sebagai bangsa Indonesia.
Melalui pemahaman pendidikan multikultural
yang benar, dimulai dari kurikulum berbasis multikultural, inovasi mata
pelajaran pendidikan multikultural di setiap jenjang pendidikan, peran guru
dalam mengimplementasikan nilai-nilai multikultural atau keberagaman di
sekolah, menumbuhkan sikap kepedulian sosial sejak dini pada siswa,
sensitifitas terhadap diskriminasi. Selain itu guru juga dapat mengintegrasikan
konten yang diberikan dalam hal ini pemanfaat teknologi yang berkembang seperti
media televisi dan juga media sosial sehingga konsep pendidikan multikultural
akan dapat diterapkan oleh generasi muda kita serta dapat menumbuhkan kembali
identitas nasional yang mulai luntur di era revolui industri
4.0. Pemahaman pendidikan multikultural bagi generasi muda kita memang
sangat penting dalam menumbuhkan identitas nasional, karena pada era revolusi
industri 4.0 sendiri salah satu kompetensi yang dibutuhkan dalam dunia
pendidikan adalah kemampuan generasi muda untuk memecahkan masalah (problem
solving). Dalam hal ini permasalahan-permasahalan yang ditimbulkan dari
gagalnya pendidikan multikultural di era revolusi industri 4.0.
Melihat berbagai permasalah yang telah
dibahas, penulis memfokuskan pada konsep pendidikan multikultural dalam
pendidikan guna membangun kembali identitas nasional generasi muda untuk dapat
menjawab tantangan dan berbagai permasalah di era revolusi industri 4.0.
Sehingga dalam penulisan ini, penulis mengambil judul Pendidikan Multikultural:
Penguatan Identitas Nasional di Era Revolusi Industri 4.0.
Revolusi Industri 4.0 : Tantangan dan
Problematika Pendidikan di Indonesia
Sejarah revolusi industri sendiri berjalan
dengan berbagai tahap, dimulai dengan revolusi industri 1.0, 2.0, 3.0, hingga
4.0 yang sedanng kita alami saat ini. revolusi industri 4.0 sendiri pertama
dicetuskan oleh pemerintah Jerman untuk mempromosikan komputerisasi manufaktur.
Tantangan pendidikan Indonesia sendiri adalah bagaimana pendidikan lebih
berniovasi dan kreatif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada,
pendidikan yang memiliki nilai-nilai karakteristik budaya lokal. Heckeu et al
menambahkan bahwa tantangan revolusi industri 4.0 ini juga memberikan perubahan
terhadap sistem sosial dalam pendidikan di Indonesia dan juga dalam masyarakat.
Pertama, perubahan demografi dan nilai sosial. Kedua, pertumbuhan kompleksitas
proses yang meliputi; ketereampilan teknis, pemahaman proses, motivasi belajar,
toleransi, pengambilan keputusan, penyelesaian masalah dan keterampilan
analisis [3].
Seiring dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi, bukan tidak mungkin pendidikan dan segala sistemnya
akan ikut mengalami perubahan. Contoh dalam proses pembelajaran di kelas yang
dulunya harus dilakukan tatap muka secara langsung, dengan adanyara revolusi
industri 4.0 ini pembelajaran di kelas dapat dilakukan dengan online, seperti
memanfaatkan media sosial atau media pendukung lainnya. Semakin majunya ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam bidang pendidikan juga memberikan dampak
negatif atau permasalahan baru yang dapat menghambat proses pendidikan di
Indonesia. Sala satu dampak nyata permasalaha pendidikan di Indonesia saat ini
adalah gagalnya pendidikan multikultural untuk generasi muda kita dan juga
identitas nasional yang mulai luntur dalam diri generasi muda khususnya anak
usia sekolah.
Hal tersebut dibuktikan dengan masih adanya
tawuran antar sekolah, diskriminasi kaum minoritas di lingkungan pendidikan,
fanatisme, radikalisme yang saat ini menjadi permasalah di lingkungan
pendidikan, kurangnya rasa toleransi, pandangan stereotipe budaya atau suku,
seks bebas dan tindakan kriminal yang banyak dilakukan oleh generasi muda kita
anak usia sekolah. Faktor-faktor dasar yang menyebabkan munculnya berbagai
tindakan kekerasan dapat dirumuskan sebagai berikut (Armando Ariyanto, 1998):
1. Kesenjangan atau kecemburuan sosial yang
tidak dapat dipecahkan dengan penggusuran atau menghilangkan orang lain
2. Memperjuangkan demokrasi dan keadilan,
walaupun antara demokrasi dan kekerasan adalah sebuah kontradiksi. Karena
demokrasi merupakan perwujudan kebebasan dalam mencapai keadilan, sedangkan
kekerasan justru menyebarkan ketakutan dan konflik yang tidak menentu yang
lebih berakar pada sempitnya pandangan individu.
3.
Kekerasan bagian dari skala besar reformasi
dan pembangunan bangsa.
4.
Kekerasan merupakan tindakan spontan
emosional individu atau kelompok
5.
Konflik agama, organisasi, kelompok, suku,
dan fanatisme yang berlebihan [4].
Permasalahan lain adalah identitas nasional,
berdasarkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tahun 2016, terdapat 11
bahasa daerah kita yang sudah mengalami kepunahan. Bahasa Hukumina, Kayeli,
Piru, Moksela, Ternateno, Nila, Palumatu, Te’un, Mapia, Tandia, Tobada’ yang
merupakan bahasa daerah di wilayah maluku dan papua [5]. Faktor-faktor yang
menyebabkan kepunahan berbagai bahasa daerah tersebut adalah dampak
globalisasi, adanya sikap mayoritas dan minoritas, kurangnya minat generasi
muda kita untuk belajar bahasa daerah yang merupakan warisan leluhurnya.
Sementara itu menurut Kepala Badan Bahasa kemendikbud Dadang Sunendar pada
tahun 2018, bahwa 19 bahasa daerah terancam punah, empat bahasa kritis, dua bahasa
mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan, dan 19 berstatus aman
[6].
Adapun faktor-faktor lain yang menyebabkan
hilangnya identitas nasional bangsa Indonesia adalah:
1.
Permasalahan dengan negar-negara lain
2.
Percampuran antara bahasa Indonesia dengan
bahasa asing atau bahasa daerah
3.
Kecenderungan untuk lebih bangga menggunakan
apapun yang berasal dari luar
4.
Lunturnya semangat generasi muda untuk
mewarisi budaya asli Indonesia
5.
Kurangnya pemahaman mengenai pentingnya
identitas nasional
6.
Terbukanya akses untuk mengetahui berbagai
kebudayaan yang ada diluar Indonesia.
Dengan berbagai kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, nyatanya masih terdapat berbagai permasalahan yang menghambat kemajuan
pendidikan di Indonesia. salah satu upaya untuk mencegah dan meminimalisir
berbagai permasalahan tersebut adalah dengan pendidikan multikultural yang
benar akan membentuk identitas nasional Indonesia yang kuat. Karena pendidikan
multikultural disini berperan penting bagaimana membentuk individu atau
kelompok yang mempunyai nilai-nilai toleransi yang tinggi. Memberikan
karakteristik sesuai budaya Indonesia untuk memperkuat identitas nasional
dikalangan pelajar dan generasi muda kita dalam menghadapi tantangan di era
revolusi industri 4.0.
Pendidikan Multikultural dan Identitas
Nasional
Multikultural adalah kebudayaan, pengertian
dalam kebudayaan menurut para ahli sangat beragam, namun dalam konteks ini
kebudayaan dilihat dalam perspektif fungsinya adalah sebagai pedoman bagi
kehidupan manusia. Dalam konteks perspektif kebudayaan tersebut, maka
multikultural adalah bentuk pandangan yang mengedepankan asas kebersamaan,
pandangan ini umumnya dipengaruhi dari realitas sejarah dan kondisi dari
berbagai perbedaan yang dapat dijadikan alat atau wahana untuk meningkatkan
derajat manusia dan kemanusiaanya [7].
Di era revolusi industri 4.0, pendidikan
multikultural yang merupakan sebuah nilai penting dalam pendidikan harus
diperjuangkan. Karena dibutuhkan sebagai landasan bagi tegaknya sebuah
demokrasi di suatu wilayah, hak asasi manusia dan kesejahteraan hidup masyarakatnya
seperti yang kita alami saat ini. Salah satu upaya untuk
mewujudkan nilai multikultural di dalam pendidikan di era revolusi
industri 4.0 ialah melalui pendidikan yang multikultural, dimana pengertian
pendidikan multikultural menunjukkan adanya keberagaman dalam pengertian
istilah tersebut.
Kata pendidikan dan multikultural memberikan
arti bahwa pendidikan multikultural adalah proses pengembangan
seluruh potensi siswa melalui penerapan konsep pendidikan yang berbasis pada
pemanfaat keberagaman yang ada di lingkungan masyarakat, khususnya yang ada
pada siswa seperti keberagaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial,
gender, kemampuan, umur, suku dan ras. Dalam penerapan pendidikan
multikultural, strategi pendidikan ini tidak hanya bertujuan agar supaya siswa
mudah memahami pelajaran yang dipelajari di dalam kelas, akan tetapi juga
meningkatkan kesadaran siswa agar selalu berperilaku humanis, pluralis, dan
demokratis yang menjadi nilai utama dalam bersosial [8]. Pada pendidikan
multikultural juga menekankan sebuah filosofi pluralisme budaya ke dalam sistem
pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip persamaan (equality),
saling menghormati dan menerima serta memahami dan adanya komitmen moral untuk
sebuah keadilan sosial yang nantinya dapat dijadikan nilai utama agar mampu
menjawab berbagai konflik horizontal dan vertikal dalam dunia pendidikan di era
revolusi industri 4.0.
Lawrence Blum membagi tiga elemen dalam
pendidikan multikultural, pertama, menegaskan identitas kultural
seseorang, mempelajari dan menilai warisan budaya seseorang. Kedua, menghormati
dan berkeinginan untuk memahami serta belajar tentang etnik atau
kebudayaan-kebudayaan selain kebudayaannya. Ketiga, menilai dan
merasa senang dengan perbedaan kebudayaan itu sendiri; yaitu memandang
keberadaan dari kelompok-kelompok budaya yang berbeda dalam masyarakat
seseorang sebagai kebaikan yang positif untuk dihargai dan dipelihara [9]. Hal
lain dijelaskan oleh Callary Sada bahwa pendidikan multikultural itu mempunyai
empat makna:
1.
Pengajaran tentang keragaman budaya sebuah
pendekatan asimilasi kultural
2.
Pengajaran tentang berbagai pendekatan dalam
tata hubungan sosial
3. Pengajaran untuk memajukan nilai pluralisme
tanpa membedakan status sosial dalam masyarakat
4.
Pengajaran tentang refleksi keragaman untuk
meningkatkan nilai pluralisme dan nilai persamaan [10].
Sedangkan identitas nasional sendiri menurut
Kaelan (2007), bahwa identitas nasional pada hakikatnya adalah manisfestasi
nilai-nilai budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa
(nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi
suatu bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Dalam hal ini
adalah bangsa Indonesia dengan berbagai macam nilai luhur budayanya [11].
Nilai-nilai budaya yang berada dalam sebagian besar masyarakat dalam suatu
negara dan tercermin di dalam identitas nasional bukanlah barang jadi yang
sudah selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang
terbuka yang cenderung terus menerus berkembang termasuk di era revousi
industri 4.0. Karena keinginan untuk menuju kemajuan yang dimiliki oleh
masyarakat Indonesia.
Lebih lanjut bahwa konsep dari identitas
nasional adalah sebuah konsep yang multidimensional dimana dikembangkan dan
dianalisis oleh berbagai disiplin ilmu dan relevan dengan berbagai bidang
penelitian. Identitas
Nasional merupakan salah satu bentuk dari identitas sosial. Identitas Nasional
dianggap sebagai konsep utama dari identifikasi individu pada kelompok sosial
dalam dunia modern, kedekatan anggota kelompok terhadap negara mereka
diekspresikan dengan rasa memiliki, cinta, loyalitas, kebanggaan, dan
perlindungan terhadap kelompok dan tanah airnya. Hal tersebut yang menjadikan
sebuah negara mempunyai identitas dan nilai-nilai tersendiri dalam menghadapi
berbagai macam tantangan di era revolusi industri 4.0 yang semakin kompleks,
utamanya dalam bidang pendidikan di Indonesia. Unsur-unsur dalam pembentukan
identitas nasional sendiri adalah suku bangsa, komposisi etnis, agama,
kebudayaan daerah dan bahasa pemersatu atau bahasa nasional. Terintegritasnya
pendidikan multikultural dan identitas nasional secara benar, diharapkan mampu
menanamkan nilai-nilai keberagaman, toleransi serta membangun generasi muda
yang kompeten tanpa meninggalkan nilai-nilai luhur budaya Indonesia untuk
menghadapi tantangan-tantangan utamanya dalam bidang pendidikan di Indonesia
yang mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era revolusi
industri 4.0 yang semakin maju.
Penguatan Pendidikan Multikultural dan
Identitas Nasional Era Revolusi Industri 4.0
Pada era revolusi industri 4.0 seperti
sekarang ini, berdampak pada semakin berkembangnya berbagai aspek kehidupan
dalam lingkungan masyarakat, mulai dari bidang ekonomi, sosial, budaya,
pendidikan, dan politik. Hal tersebut dipengaruhi oleh semakin majunya ilmu dan
teknologi yang digunakan manusia. Pada kondisi sekarang menciptakan pola
ketergantungan antara sesama manusia, dan wilayah, karena pada era saat ini
batasan wilayah sudah bukan menjadi penghalang untuk saling berinteraksi dan
bertukar budaya antar sesama manusia, golongan, dan wilayah.
Melihat kondisi tersebut dan segala
permasalahan serta tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia utamanya dalam hal
pendidikan, mengharuskan pendidikan di Indonesia untuk terus berkembang dan
mampu bersaing dengan bangsa lain, dimana diperlukannya pendidikan yang kreatf,
inovatif dan berorientasi pada pemanfaatan teknologi. Salah satu permasalahan
utama pendidikan di Indonesia di era revolu industri 4.0 ini adalah pendidikan
multikultural mampu menjadi pemecah berbagai masalah pendidikan di Indonesia
seperti tawuran, paham radikalisme, diskriminasi, stereotipe budaya, toleransi,
dan tindakan kriminal yang dilakukan oleh anak usia sekolah. Dampak langsung
dari berbagai permasalahan tersebut adalah semakin lunturnya identitas nasional
sebagai bangsa Indonesia.
Salah satu upaya atau konsep awal dalam
penanganan masalah dan tantangan pendidikan di Indonesia pertama bagaimana
proses penanaman nilai etika dalam diri anak usia sekolah atau generasi muda
Indonesia, ada beberapa aspek yang dipadang penting dipertimbangkan berkenaan
dengan pemilihan etika dalam konteks pluralisme atau hubungan antar sesama
manusia. Pertama, karena masalah hubungan sosial antar sesama manusia merupakan
wilayah kajian etika, yakni bagaimana sikap manusia memperlakukan manusia lain
yang berbeda latar belakang. Kedua, dari segu etika sendiri menekankan bahwa
etika sangat penting karena merupakan solusi untuk dalam mengatasi berbagai
pertimbangan, keputusan, dan kepastian moral secara rasional dan objektif
tentang hal-hal yang harus dilakukan dalam bersosial dalam lingkungan baik di
lingkungan keluarga, pendidikan, dan masyarakat [12].
Hal tersebut senada dengan karya dari K.H
Hasyim Asy’ari tentang pendidikan, yakni kitab Adab Al-Alim Wa
al-Muta’alim Fima Yahtaj Ilah al-Muta’alim Fi Ahuwal Ta’allum wa mat
Yataqaffu’allim Fi Maqamat Ta’alimih [13]. Kitab tersebut berisikan
etika pengajar dan pelajar dalam hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pelajar
selama belajar. Bahwa dalam permasalahan pendidikan hal utama yang harus
diperhatikan adalah bagaimana proses pendidikan etika, dalam hal ini pendidikan
etika sangat diperlukan dalam membentuk generasi muda yang multikultural serta
menjunjung tinggi toleransi antar sesama manusia. Kitab tersebut juga digunakan
untuk menanamkan nilai moral, seperti menjaga tradisi yang baik dan perilaku
santun dalam masyarakat. Akan tetapi, dalam artian ini bukan untuk menolak
kemajuan atau menolak perubahan zaman seperti perubahan yang terjadi dalam
revolusi industri 4.0. Mengajarkan bagaimana melestarikan nilai-nilai lokal
yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Kitab Adab
al-Alim wa al-Muta’alim sendiri terdiri atas delapan bab yang membahas
mengenai etika, yakni:
1.
Keutamaan imu dan ilmuwan serta keseluruhan
belajar mengajar;
2.
Etika yang harus diperhatikan dalam belajar
mengajar;
3.
Etika seorang murid terhadap guru;
4.
Etika seorang murid terhadap pelajaran dan
hal-hal yang harus dijadikan pedoman bersama guru;
5.
Etika yang harus dipegang guru;
6.
Etika guru ketika dan akan mengajar;
7.
Etika guru terhadap murid-muridnya;
8. Etika
terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan
dengannya [14].
Dalam hal ini etika merupakan aspek
terpenting dalam terwujudnya generasi muda yang paham mengenai konsep
pendidikan multikultural, keberhasilan dalam penguatan etika dipengaruhi oleh
lembaga pendidikan, pendidik dengan tugas dan tanggung jawabnya, dan murid
dengan tugas dan tanggung jawabnya. Diharapkan dengan konsep awal pembenahan
etika di kalangan generasi muda Indonesia, nilai-nilai dari pendidikan
multikultural mampu di imlementasikan dengan benar untuk meminimalisir berbagai
permasalahan-permasalah pendidikan di Indonesia dan sesuai dengan
tujuan pendidikan multikultural yang menekankan sebuah filosofi pluralisme
budaya ke dalam sistem pendidikan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
persamaan (equality), saling menghormati dan menerima serta
memahami dan adanya komitmen moral untuk sebuah keadilan sosial yang nantinya
dapat dijadikan nilai utama agar mampu menjawab berbagai konflik horizontal dan
vertikal dalam dunia pendidikan di era revolusi industri 4.0.
Pendidikan multikultural sangat erat
kaitannya dengan identitas nasional bangsa Indonesia, bagaimana dengan
mengimplementasikan pendidikan multikultural dalam kehidupan secara langsung
berperan penting dalam memperkuat identitas nasional bangsa Indonesia rasa
cinta tanah air, loyalitas kepada bangsanya yakni bangsa Indonesia. Penguatan
identitas nasional melalui pendidikan multikultural sendiri bertujuan untuk
mewujudka generasi muda yang mempunyai kesadaran kewarganegaraan multikultural,
sebagai generasi muda Indonesia yang sadar terhadap arti penting identitas
nasional, persamaan harkat dan martabat manusia, penghargaan terhadap
keberagaman dan kebhinekaan dengan tetap mengakui dan melestarikan nilai-nilai
kearifan lokal dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara khususnya pada era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi revolusi
indstri 4.0.
Untuk mengatasi berbagai tantangan dan
permasalahan pendidikan di Indonesia era revolusi industri 4.0, pengintegrasian
pendidikan multikultural dengan identitas nasional dapat dilakukan
dengan cara berikut ini:
1. Integrasi
pendidikan multikultural dengan berbasis local wisdom dalam
desain kurikulum. Maka pendekatan multikultural untuk kurikulum diartikan
sebagai suatu prinsip yang menggunakan keragaman kebudayaan peserta didik dalam
mengembangkan filosofi, misi, tujuan, dan komponen kurikulum, serta lingkungan
belajar sehingga siswa dapat menggunakan kebudayaan pribadinya untuk memahami
dan mengembangkan berbagai wawasan, konsep, keterampilan, nilai, sikap, dan
moral yang diharapkan. Teori belajar dalam kurikulum multikultural yang
memperhatikan keragaman sosial, budaya, ekonomi, dan politik tidak boleh lagi
hanya mendasarkan diri pada teori psikologi belajar yang bersifat
individualistik dan menempatkan siswa dalam suatu kondisi value
free, tetapi harus pula didasarkan pada teori belajar yang menempatkan
siswa sebagai makhluk sosial, budaya, politik, dan hidup sebagai anggota aktif
masyarakat, bangsa, dan dunia.
2. Optimalisasi
pendidikan kewarganegaraan dalam upayanya memperkuat identitas nasional dengan
berlandaskan multikultural dan local wisdom yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia.
3. Penempatan
pendidikan multikultural sebagai filosofi pendidikan, pendekatan pendidikan,
bidang kajian dan bidang studi [15]. Penempatan pendidikan multikultural
sebagai falsafah pendidikan memiliki arti bahwa pandangan terhadap kekayaan
keberagaman budaya Indonesia hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk
mengembangkan dan meningkatkan sistem pendidikan dan kegiatan belajar-mengajar
di Indonesia. Pendidikan multikultural sebagai pendekatan pendidikan berarti
penyelenggaraan dan pelaksanaan pendidikan yang kontekstual dan memperhatikan
keragaman budaya Indonesia. Pendidikan multikultural sebagai bidang kajian dan
bidang studi berarti disiplin ilmu yang dibantu oleh sosiologi dan antropologi
pendidikan untuk menelaah dan mengkaji aspek-aspek kebudayaan, terutama
nilai-nilai budaya dan perwujudannya untuk atau dalam penyelenggaraan dan
pelaksanaan pendidikan.
Melalui penanaman nilai-nilai pendidikan
multikultural yang benar, diharapkan generasi muda Indonesia yang merupakan
penerus bangsa mampu menjawab berbagai tantangan pendidikan di era revolusi
industri 4.0. Membentuk generasi muda yang kreatif, inovatif, berkarakter,
berintegritas dan menjunjung tinggi toleransi sesuai
dengan nilai-nilai identitas nasional sebagai bangsa Indonesia dengan segala
keanekaragaman budayanya.
Daftar Pustaka
[1]. H.A.R.
Tilaar. 2000. Perubahan Sosial dan Pendidikan, Pengantar Pedagogik
Transformatif untuk Indonesia. Jakarta: Gramedia. Hlm. 598
[2]. Moleong,
Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
[3]. Prof.
Dr. H. Muhammad Yahya. 2018. Era Industri 4.0 : Tantangan dan Peluang
Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia. Orasi Ilmiah Profesor Bidang
Ilmu Pendidikan Kejuruan Universitas Negeri Makassar tanggal 14 maret 2018.
Hlm. 7
[4]. Drs.
Ahmad Hufad, M.Ed. 2003. Perilaku Kekerasan: Analisis Menurut Sistem
Budaya dan Implikasi Edukatif. Jurnal Universitas Pendidikan Indonesia, No.
2/XXII/2003. Hlm. 54
[5]. Laporan
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Tahun 2016
[6]. Laporan Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) Dadan Sunendar. 2018. Dalam pemaparan
makalah tentang Kebijakan Perlindungan Bahasa dalam Gelar Wicara dan Festival
Tunas Bahasa Ibu di Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (21/2). Dimuat dalam
harian online Republika hari Rabu 21 Februari 2018 12:16 WIB.
[7]. Parsudi
Suparlan. 2002. “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural,” Makalah. Disampaikan
pada Simposium Internasional Bali ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia, Denpasar
Bali, 16-21 Juli 2002. Hlm. 1
[8]. Ainul
Yaqin, M, 2005. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding
untuk Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media. Hlm 5
[9]. A.
Lawrence Blum. 2001. Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas
Antar Ras, Tiga Nilai Yang bersifat Mendidik Bagi Sebuah Masyarakat
Multikultural, dalam Larry May, dan Shari Colins-Chobanian, Etika
Terapan: Sebuah Pendekatan Multikultural. Alih Bahasa: Sinta Carolina dan
Dadang Rusbiantoro. Yogyakarta: Tiara Wacana. Hlm. 19
[10]. Clarry
Sada. 2004. Multivultural Education in Kalimantan Barat, an Overview.
Jurnal Multicultural Education in Indonesia and South East Asia Edisi pertama.
Hlm 85
[11]. Dwi
Sulisworo, Tri Wahyuningsih, Dikdik Baehaqi Arif. 2012. Hibah
Pembelajaran Non Konvensional: Identitas Nasional (Bahan Ajar). Universitas
Ahmad Dahlan. Hlm. 4
[12]. Ngainun
Naim dan Achmad Sauqi. 2008. Pendidikan Mulltikultural: Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm. 114
[13]. Mukhrizal
Arif, dkk. 2016. Pendidikan Postmodernisme: Telaah Kritis Pemikiran
Tokoh Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm. 159
[14]. Mukhrizal
Arif, dkk. Hlm. 160
[15]. Ari
Setiarsih. 2016. Penguatan Identitas Nasional Melalu Pendidikan
Multikultural Berbasis Kearifan Lokal. Yogyakarta: Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, Progam Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Hlm. 10
Sumber :
Jurnal
Abdul Rohman , Yenni
Eria Ningsih
Magister
Pendidikan Sejarah, Universitas Sebelas
Maret Surakarta