Keluarga merupakan unit terkecil dalam
masyarakat yang memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian anak
hingga menjadi dewasa. Karena itu keluarga sebagai lembaga pertama dalam
kehidupan anak akan memberikan pola dan corak bagi konsep diri anak yang
berbeda-beda sesuai dengan perkembangannya. Pengalaman interaksi dalam keluarga
akan menentukan pola tingkah laku anak terhadap orang lain dalam masyarakat.
Kesalahan interaksi dalam keluarga yang dikarenakan kurang optimalnya anggota
keluarga dalam melaksanakan peran dan fungsinya masing-masing dapat menimbulkan
berbagai permasalahan dalam keluarga.
Pandangan konstruksi perkembangan percaya
bahwa ketika individu itu tumbuh mereka mendapatkan model berhubungan dengan
orang lain. Ada dua variasi utama dalam pandangan ini yang satu menekankan
kontinuitas dan stabilitas dalam hubungan (pandangan kontinuoitas) dan satu
lagi berfokus pada diskontinuitas dan perubahan dan hubungan (pandangan
diskontinuitas). Bagi sebagian orang, peran orang tua direncanakan dan
dikoordinasikan dengan baik. Bagi orang lain, peran orang tua datang sebagai
kejutan. Ada banyak mitos tentang pengasuhan, termasuk mitos bahwa kelahiran
anak akan menyelamatkan perkawinan yang gagal.
Tren yang makin berkembang adalah
memandang orang tua sebagai manajer atas kehidupan anak. Orang tua memegang
peranan penting sebagai manajer atas kesempatan anak, dalam memantau hubungan
anak dan sebagai inisiator dan pengatur hubungan sosial. Orang tua perlu
menyesuaikan pengasuhan mereka seiring dengan bertambahnya usia anak,
mengurangi penggunaan manipulasi fisik dan lebih menggunakan logika dan
prosesnya. Orang tua menghabiskan waktu yang lebih sedikit dalam perawatan,
instruksi, membaca, berbincang dan bermain dengan anak pada pertengahan masa
kanak-kanak dibandingkan dengan pada awal masa perkembangan anak. Pada
pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, kontrol menjadi lebih bersifat regulasi
bersama. Otoritarian, otoritatif, mengabaikan dan menuruti adalah empat
kategori utama gaya pengasuhan. Pengasuhan otoritatif diasosiasikan dengan
perilaku sosial anak yang lebih kompeten dibanding dengan gaya yang lain. Ada
sejumlah alasan untuk tidak menggunakan hukuman fisik dalam mendisiplinkan anak
dan dibeberapa negara hukuman fisik telah dilarang. Perlakuan yang salah
terhadap anak adalah dengan banyak sisi. Memahami perlakuan yang salah terhadap
anak membutuhkan informasi tentang konteks budaya dan pengaruh keluarga.
Perlakuan yang salah terhadap anak membuat anak beresiko mengalami sejumlah
masalah perkembangan. Pengasuhan yang baik membutuhkan waktu dan usaha.
Untuk melihat hubungan yang terjadi dalam
keluarga digunakan konsep interaksionalisme melalui suatu konsep interaksi dan
dampak yang ditimbulkannya. Hubungan yang terjadi dalam keluarga menurut
Suleeman (1999), dapat dilihat dari: (1) Hubungan suami-istri, (2) Hubungan
orangtua-anak, (3) Hubungan antarsaudara (siblings). Hubungan ini dapat pula
ditambahkan dengan (4) Hubungan antargenerasi. Interaksi keluarga (orangtua dan
anak) adalah hubungan antara anak dan orangtua yang dilandasi oleh perasaan,
perkataan, dan perlakuan orangtua terhadap anak-anaknya serta strategi
pendidikan budi pekerti yang dilakukan setiap hari di rumah, mulai bayi hingga
dewasa. Interaksi orangtua dan anak diwujudkan dalam bentuk komunikasi dan
bonding (Puspitasari 2006).
Ilmu sosiologi menggunakan pendekatan
bahwa antar manusia harus didahului oleh kontak dan komunikasi. Hubungan
manusia ini kemudian saling mempengaruhi antar satu dengan yang lainnya melalui
pengertian yang diungkapkan, informasi yang dibagi, semangat yang disumbangkan,
yang semua pesannya membentuk pengetahuan. Model interaksi dari proses
komunikasi juga menunjukkan perkembangan peran (role development), pengambilan
peran (role-taking) dan pengembangan diri sendiri (development of self) karena
manusia berkembang melalui interaksi sosialnya. Komunikasi manusia tersebut
juga terjadi dalam satu konteks budaya tertentu dan mempunyai batas-batas
(boundaries) tertentu (Ruben 1988 dan Liliweri 1997 dalam Puspitawati 2006).
Keluarga mempunyai interaksi kelompok yang memberikan ikatan bonding (hubungan biologis dan hubungan intergenerasi
serta ikatan kekerabatan) yang jauh lebih lama dibandingkan dengan kelompok
asosiasi lainnya. Interaksi dalam keluarga ini lebih dipandang sebagai: (1)
Suatu interaksi umum antar anggota keluarga, (2) Suatu seri interaksi yang
dilakukan oleh dua pihak (dyadic), (3) Sejumlah interaksi antar sub kelompok
keluarga: dyadic, triadic, dan tetradic,
dan (4) Sistem hubungan internal keluarga sebagai reaksi terhadap kontrol
sosial yang lebih luas (Klein dan White 1996 dalam Puspitawati 2006).
Kekompleksan dalam interaksi pasangan,
dikonsepkan kedalam tiga komponen dasar yaitu: (1) Kesesuaian dalam persepsi
peran; (2) Timbal balik peran; (3) Kesetaraan fungsi peran (Saxton 1990).
Interaksi manusia pertama kali terjadi dalam keluarga. Interaksi orangtua dan
anak adalah suatu pola perilaku yang mengikat orangtua dan anak secara timbal
balik yang mencakup berbagai upaya keluarga. Dalam keadaan yang normal,
lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orangtua, saudara, dan
kerabat dekat yang tinggal serumah. Sikap orangtua mempengaruhi cara orangtua
memperlakukan anak dan perlakuan orangtua terhadap anak sebaliknya mempengaruhi
sikap dan perilaku anak terhadap orangtua. Pada dasarnya hubungan orangtua-anak
tergantung pada sikap orangtua. Sikap orangtua sangat menentukan hubungan
keluarga. Sekali hubungan terbentuk, maka cenderung bertahan. Orangtua yang
mempunyai kemampuan yang baik tentu akan mempunyai cara, sikap, dan waktu yang
tepat untuk berkomunikasi dengan anak. Tingkah laku orangtua dapat mempengaruhi
dalam pembinaan anak-anak. Hubungan yang baik antara ayah, ibu, dan anak-anak
disamping anggota keluarga akan dapat terjalin dengan baik apabila komunikasi
berjalan dengan baik dalam lingkungan keluarga (Effendi et al. 1995 dalam
Kunarti 2004).
Permasalahan keluarga yang semakin rentan
akhir-akhir ini dikarenakan semakin melemahnya kualitas komunikasi antara
anggota keluarga sehingga memudarnya fungsi keluarga dalam melindungi
anggotanya dari pengaruh pihak luar. Pengaruh luar terhadap pribadi keluarga
semakin kuat akibat peningkatan teknologi komunikasi di era informasi
globalisasi (Susanto-Sunario dalam Puspitawati 2006).
Blood dalam Luthfiyasari (2004)
menyebutkan beberapa akibat yang mungkin terjadi antara lain berkurangnya
intensitas komunikasi, melemahnya ikatan kekerabatan, goyahnya stabilitas
keluarga serta melonggarnya keterikatan moral terhadap budaya setempat.
Keintiman diantara hubungan anggota keluarga akan sangat mempengaruhi
kehangatan terhadap keluarga (Dagun 1990 dalam Mutyahara 2005). Meluangkan
waktu bersama merupakan syarat utama untuk menciptakan komunikasi antara orangtua
dan anak, sebab dengan adanya waktu bersama, barulah keintiman dan keakraban
dapat diciptakan diantara anggota.
Interaksi Suami dan Istri
Komunikasi yang baik antara suami dan
istri merupakan elemen penting dari kualitas perkawinan (Kammeyer 1987). Kammeyer
(1987) mengidentifikasi tiga jenis komunikasi yang penting dalam hubungan
suami-istri yaitu: (1) Open and Honest Communication, pasangan mengekspresikan
perasaan secara tepat dan tidak mencampuradukkan pesan. Komunikasi tipe ini
memberikan kontribusi terhadap hubungan kualitas perkawinan; (2)
Supportiveness, memperlakukan orang yang
sedang berbicara dengan penuh perhatian dan respect. Komunikasi yang baik
tergantung pada jenis dukungan dan konfirmasi (merespon secara positif), dan
studi menunjukkan bahwa ketika pasangan yang menikah memperhatikan kualitas
komunikasi mereka, kepuasan dan kualitas pernikahan mereka lebih besar
(Montgomery 1981 dalam Kammeyer 1987); (3)
Self-Disclosure, self-disclosure sama dengan open and honesty, tetapi ada beberapa elemen
perasaan dan emosi yang lebih kuat. Berbicara dengan orang lain tentang
ketakutan, harapan, dan keinginan merupakan inti dari self-disclosure.
Penelitian Hendrick (1981) dalam Kammeyer (1987) menemukan secara umum
berhubungan positif antara self-disclosure dengan kepuasan perkawinan.
Interaksi Ibu dan Anak
Pada keluarga yang suami-istri bekerja
(dual erner), terutama istri, karena istri juga berperan sebagai ibu maka
perpisahan anak dan ibu akan berpengaruh pada perkembangan anak. Penelitian
Bowlby beberapa puluh tahun berselang sampai pada kesimpulan bahwa bila dalam
perkembangannya anak tidak mendapatkan porsi kasih sayang yang cukup dari
ibunya, anak akan menderita apa yang disebut oleh Bowlby sebagai maternal
deprivation yang menyebabkan anak mengalami kesulitan emosional serta
hambatan-hambatan dalam pengembangan daya pikirnya. Bahkan perpisahan sementara
atau kondisi yang disebut partial seperetion sudah cukup mengganggu
perkembangan anak. Tidak dapat disangkal bahwa seseorang ibu yang bekerja untuk
jangka waktu tertentu akan menciptakan perpisahan dengan anaknya. Perpisahan
sementara tersebut dapat menyebabkan keterikatan secara emosional (attachment)
antara anak dengan ibunya menjadi terganggu, padahal ikatan tersebut perlu ada
untuk menjamin hubungan yang sehat antara anak-ibu (Achir 1985).
Interaksi Ayah dan Anak
Keterlibatan atau kontribusi ayah di
seluruh belahan dunia rendah dalam tugas pengasuhan anak (United Nations 1995,
Engel et al 1992 dalam Hastuti 2007). Namun dukungan sosial emosi amat
diperlukan dari ayah ketika kondisi ibu harus meninggalkan anak untuk waktu
yang cukup lama. Interaksi antara ayah dan anak menjadi sangat penting agar
anak tidak terlalu menderita, sehingga hal ini tidak menimbulkan
kesulitan-kesulitan tingkah laku dalam perkembangan kepribadian anak
selanjutnya.