Komunikasi antarpribadi bersifat dialogis, dalam arti arus balik antara
komunikator dengan komunikan terjadi langsung, sehingga pada saat itu juga
komunikator dapat mengetahui secara langsung tanggapan dari komunikan, dan
secara pasti akan mengetahui apakah komunikasinya positif, negatif dan berhasil
atau tidak. Apabila tidak berhasil, maka komunikator dapat memberi kesempatan
kepada komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Sebagaimana yang telah dikemukakan dalam penegasan
istilah, penelitian ini lebih ditekankan pada dimensi psikologis perilaku
komunikasi antar pribadi siswa. Sehingga secara psikologis perilaku komunikasi
antarpribadi siswa meliputi keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan
kesetaraan. Berikut ini merupakan ciri-ciri efektifitas komunikasi antarpribadi
menurut Kumar (Wiryanto, 2005: 36) dan De vito (Sugiyo, 2005: 4) bahwa
ciri-ciri komunikasi antarpribadi tersebut yaitu:
- Keterbukaan (Openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antar pribadi.
- Empati (Empathy), yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.
- Dukungan (Supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung efektif.
- Rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
- Kesetaraan atau kesamaan (Equality), yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Senada
dengan yang dikemukakan oleh De vito (Sugiyo, 2005: 4) bahwa ciri-ciri
komunikasi antarpribadi tersebut demikian. Dari kelima ciri-ciri efektifitas
komunikasi antar pribadi tersebut, dapat dijelaskan sebagai berikut:
Keterbukaan (Openess)
Keterbukaan atau sikap terbuka sangat berpengaruh dalam menumbuhkan
komunikasi antarpribadi yang efektif. Keterbukaan adalah pengungkapan reaksi
atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan
informasi tentang masa lalu yang relevan untuk memberikan tanggapan kita di masa kini tersebut. Johnson Supratiknya, (1995: 14) mengartikan keterbukaan diri yaitu
membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah
dikatakan atau dilakukan, atau perasaan kita terhadap kejadiankejadian yang
baru saja kita saksikan.
Secara psikologis, apabila individu mau membuka diri kepada orang lain,
maka orang lain yang diajak bicara akan merasa aman dalam melakukan komunikasi
antar pribadi yang akhirnya orang lain tersebut akan turut membuka diri. Brooks
dan Emmert (Rahmat, 2005: 136) mengemukakan bahwa karakteristik orang yang
terbuka adalah sebagai berikut:
a. Menilai
pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.
b. Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb.
c. Mencari informasi dari berbagai sumber.
d. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.
Empati (Empathy)
Komunikasi antarpribadi dapat berlangsung kondusif apabila komunikator
(pengirim pesan) menunjukkan rasa empati pada komunikan (penerima pesan).
Menurut Sugiyo (2005: 5) empati dapat diartikan sebagai menghayati perasaan
orang lain atau turut merasakan apa yang dirasakan orang lain. Sementara Surya
(Sugiyo, 2005: 5) mendefinisikan bahwa empati adalah sebagai suatu kesediaan
untuk memahami orang lain secara paripurna baik yang nampak maupun yang
terkandung, khususnya dalam aspek perasaan, pikiran dan keinginan. Individu
dapat menempatkan diri dalam suasana perasaan, pikiran dan keinginan orang lain
sedekat mungkin apabila individu tersebut dapat berempati. Apabila empati
tersebut tumbuh dalam proses komunikasi antarpribadi, maka suasana hubungan
komunikasi akan dapat berkembang dan tumbuh sikap saling pengertian dan
penerimaan.
Menurut Winkel (1991: 175) bahwa
empathy yaitu, konselor mampu mendalami pikiran dan menghayati perasaan siswa,
seolah-olah konselor pada saat ini menjadi siswa, tanpa terbawa-bawa sendiri
oleh semua itu dan kehilangan kesadaran akan pikiran serta perasaan pada diri
sendiri. Sedangkan Jumarin (2002: 97) menyatakan bahwa empati tidak saja
berkaitan dengan aspek kognitif, tetapi juga mengandung aspek afektif,dan
ditunjukkan dalam gerakan, cara berkomunikasi(mengandung dimensi kognitif,
afektif, perseptual, somatic/kinesthetic, apperceptual dan communicative).
Dukungan (Supportiveness)
Dalam komunikasi antar pribadi diperlukan sikap memberi dukungan dari pihak
komunikator agar komunikan mau berpartisipasi dalam komunikasi. Hal ini senada
dikemukakan Sugiyo dalam komunikasi antar pribadi perlu adanya suasana yang
mendukung atau memotivasi, lebih-lebih dari komunikator. Rahmat mengemukakan
bahwa “sikap supportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif . Orang yang
defensif cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya
dalam situasi komunikan dari pada memahami pesan orang lain.
Dukungan merupakan pemberian dorongan atau pengobaran semangat kepada orang
lain dalam suasana hubungan komunikasi. Sehingga dengan adanya dukungan dalam
situasi tersebut, komunikasi antar pribadi akan bertahan lama karena tercipta
suasana yang mendukung. Jack R.Gibb menyebutkan beberapa perilaku yang
menimbulkan perilaku suportif, yaitu:
[*]Deskripsi, yaitu menyampaikan perasaaan dan
persepsi kepada orang lain tanpa menilai; tidak memuji atau mengecam,
mengevaluasi pada gagasan, bukan pada pribadi orang lain, orang tersebut
“merasa” bahwa kita menghargai diri mereka.
[*]Orientasi masalah, yaitu mengajak untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah, tidak mendikte orang lain, tetapi secara bersama-sama menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.
[*]Spontanitas, yaitu sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.
[*]Orientasi masalah, yaitu mengajak untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah, tidak mendikte orang lain, tetapi secara bersama-sama menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.
[*]Spontanitas, yaitu sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.
[*]Provisionalisme,yaitu kesediaan untuk meninjau
kembali pendapat
diri sendiri, mengakui bahwa manusia tidak luput dari kesalahan sehingga wajar kalau pendapat dan
keyakinan diri sendiri
dapat berubah.
Rasa positif (positivenes)
Rasa positif (positivenes)
Rasa positif merupakan kecenderungan seseorang untuk mampu bertindak
berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, menerima
diri sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, memiliki
keyakinan atas kemampuannya untuk mengatasi persoalan, peka terhadap kebutuhan
orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima. Dapat memberi dan
menerima pujian tanpa pura-pura memberi dan menerima penghargaan tanpa merasa
bersalah.
Sugiyo mengartikan bahwa rasa positif adalah adanya kecenderungan bertindak
pada diri komunikator untuk memberikan penilaian yang positif pada diri
komunikan. Dalam komunikasi antar pribadi
hedaknya antara komunikator dengan komunikan saling menunjukkan sikap positif, karena dalam hubungan komunikasi
tersebut akan muncul suasana menyenangkan, sehingga pemutusan hubungan komunikasi
tidak dapat terjadi.Rahmat menyatakan bahwa sukses komunikasi antar pribadi banyak tergantung pada
kualitas pandangan dan perasaan diri; positif atau negatif. Pandangan dan
perasaan tentang diri yang positif, akan lahir pola perilaku komunikasi antar
pribadi yang positif
pula.
Kesetaraan (Equality)
Kesetaraan (Equality)
Kesetaraan merupakan perasaan sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak
tinggi atau rendah, walaupun terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar
belakang keluarga atau sikap orang lain terhadapnya. Rahmat mengemukakan bahwa
persamaan atau kesetaraan adalah sikap memperlakukan orang lain secara
horizontal dan demokratis, tidak menunjukkan diri sendiri lebih tinggi atau
lebih baik dari orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual
kekayaan atau kecantikan. Dalam persamaan tidak mempertegas perbedaan, artinya
tidak menggurui, tetapi berbincang pada tingkat yang sama, yaitu
mengkomunikasikan penghargaan dan rasa hormat pada perbedaan pendapat merasa
nyaman, yang akhirnya proses komunikasi akan berjalan dengan baik dan lancar.