-->

PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS BERKONTEKS BUDAYA BALI : SUATU STRATEGI PENGEMBANGAN BUDAYA GLOBAL

ABSTRAK

Kajian ini bertujuan untuk menawarkan konsep pembelajaran bahasa Inggris berkonteks budaya untuk siswa Sekolah Dasar (SD) di Bali. Pembelajaran ini dirancang dengan memasukkan cakupan budaya Bali di dalam pembelajaran serta materi ajar. Budaya Bali dalam hal ini dibagi menjadi dau bagian, yaitu (1) budaya non fisik, seperti nilai-nilai, norma-norma, pola hidup masyarakat Bali, dan (2) budaya fisik, meliputi tempat-tempat, objek-objek wisata, bangunan, literature, dan segala jenis hel konkrit yang berhubungan dengan budaya Bali. Ada tiga aspek yang harus mendapat perlakuan untuk mengembangkan model ini, di antaranya kurikulum, materi ajar, dan model pembelajaran.
Kurikulum yang diguankan sebagai patokan dalam melaksanakan pembelajaran adalah kurikulum terintegrasi atau interdisipliner. Kurikulum ini berfokus pada aktivitas berkelompok siswa yang mana siswa akan menemukan adanya hubungan yang nyata antara pembelajaran bahasa serta fungsinga dalam kehidupan sehari-hari. Materi pembelajaran dibuat berdasarkan tema (theme-based), di mana setiap unit terdiri dari tema-tema yang diambil dari cakupan-cakupan budaya Bali. Dalam setiap tema, baik pengetahuan kebahasaan yang menyangkut grammar, structure, vocabulary, dan skil kebahasaan, seperti reading, listening, speaking, reading dimasukkkan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan siswa untuk mempelajari bahasa karena siswa sudah mengenal dan mempraktekkan budaya tersebut sehari-hari. Model pembelajaran yang ditawarkan adalah pembelajaran kotekstual (contextual teaching and learning) karena siswa akan belajar bahasa Inggris yang akan diimplementasikan pada kehidupan sehari-hari. Untuk memudahkan mereka mempelajari bahasa Inggris yang akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari, maka materi pembelajaran bahasa Inggris berkoteks budaya Bali sangat tepat untuk diajarkan. Ada dua tujuan utama model pembelajaran bahasa Inggris berkoteks budaya Bali, di antaranya (1) untuk memudahkan mahasiswa untuk mempelajari dan menguasai bahasa Inggris karena materi pembelajaran merupakan hal-hal yang siswa sudah biasa alami, lakukan dan pelajari, sehingga siswa tidak memerlukan perhatian ektra untuk menyesuaikan diri dengan materi tersebut, (2) dari sudut padang budaya, budaya Bali yang tercakup dalam materi akan bisa disosialisasikan ke dunia luar lewat pembelajaran etrsebut. Sosialisasi ini akan membuat budaya Bali dikenal oleh masyarakat nasional dan internasional yang pada akhirnya bisa mendukung perkembangan budaya global.

Kata kunci: Bahasa Inggris, pembelajaran, budaya Bali, materi ajar berkonteks budaya Bali.

ABSTRACT

This study aims at proposing a concept of Bali culture-contacted English instruction in elementary schools in Bali. This instruction is designed by including substances of Bali culture in English instruction and instructional materials. Bali culture in this case is sub-divided into two parts, (1) non physical culture, such as values, norms, living pattern of Bali society, and (2) physical culture, such as places, cultural objects, buildings, literatures, and any other concrete things related to Bali culture. There are three important things to which the development shall be concerned, they are curriculum, instructional materials, and model of instructional. Curriculum on which the instruction is based is called integrated or interdisciplinary curriculum. This curriculum concentrates on student’s group activity by which student will find authentic context between language learning and its function in the real life situation. Instructional material is theme-based, where every unit is built up of theme derived from substances of Bali culture. In each theme, both language including grammar, structure, vocabulary, and skills including writing, speaking, listening, and reading are included. This is aimed to ease student to learn the language since they are used to coping with such culture. The instructional model proposed is contextual teaching and learning, since student will learn English language which will be implemented in their daily life. To ease them to be competent at English language which is used in their daily lives, Bali culture-contacted English instructional materials should be taught. There are two main purposes of this instructional model, they are (1) to ease student to learn and master English since the instructional materials have been things students are accustomed to, that they do not need more energy to analyze it rather   than the language, (2) from culture point of view, Bali culture which the instructional materials include will be easily promoted to the learners or other users of the book. The socialization will make Bali culture well-known by national or international societies that will support development of global culture.

Keywords: English, instruction, Bali culture, Bali culture-contacted materials.           


I. Pendahuluan
            Sesuai dengan surat keputusan (SK) Kantor Wilayah Propinsi Bali, Bahasa Inggris dimasukkan sebagai muatan lokal (mulok) pada kurikulum di Sekolah Dasar (SD) di Bali. Dimasukkannya pelajaran Bahasa Inggris sebagai muatan lokal menyebabkan dilakukannya beberapa upaya untuk mendukung program tersebut, di antaranya mempersiapkan kurikulum, silabus, rencana pembelajaran, dan buku ajar Bahasa Inggris untuk SD. Langkah-langkah ini harus dilakukan karena semua luarannya (output) mendukung terlaksanakannya program pembelajaran Bahasa Inggris tersebut.
Dalam implementasinya, pembelajaran Bahasa Inggris di SD di Bali cenderung dirasakan rumit dan kurang menarik. Setelah dilakukannya beberapa kajian empirik, hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya  kurikulum dan buku ajar yang dipakai kurang mendukung, metode pembelajaran yang digunakan kurang cocok dengan target yang akan dicapai.
            Kurikulum yang menelorkan silabus, rencana pembelajaran serta buku ajar Bahasa Inggris untuk SD di Bali belum berterima untuk kondisi dan karakter murid, karena tidak adanya sentuhan budaya Bali. Buku ajar tersebut masih berfokus pada budaya asing atau luar Bali. Sebagai buktinya, buku-buku ajar Bahasa Inggris SD tersebut masih berorientasi pada dunia barat, yaitu memasukkan unsur-unsur budaya Inggris atau negara-negara di benua Eropa, Amerika, atau Australia di amana bahasa tersebut paling banyak dipakai. Di samping kenyataan ini, kecenderungan lain yang terjadi adalah buku ajar tersebut masih sering memasukkan sentuhan budaya dari mana penulis buku tersebut berasal.
            Kurikulum merupakan tolak ukur pembuatan buku ajar. Kurikulum memuat tema-tema atau topik-topik yang akan dituangkan dalam bentuk unit-unit dalam buku ajar. Cakupan tema-tema dalam kurikulum masih cenderung memasukkan unsur-unsur budaya asing sehingga buku ajar yang dihasilkan tidak efisien untuk meningkatkan bahasa Ingris siswa SD. Kurikulum-kurikulum yang dirancang tersebut masih banyak berfokus masalah kebahasaan (subject matter curriculum), di antaranya tata bahasa (grammar) ungkapan-ungkapan (language function), struktur kalimat (structure), bukan berkorelasi dengan topik-topik lain baik yang terkait dengan budaya secara umum atau khusus (correlated curriculum). Sebagai implementasinya, judul-judul setiap unit masih mengarah pada pengenalan bahasa (grammar atau functional-based) bukan mengarah pada topik (topic-based) di mana pengetahuan kebahasaan tersebut terkandung.
Perkembangan Penelitian Tindakan Kelas atau PTK (class room action research) dan penelitian pengembangan (research and development) dalam pembelajaran Bahasa Inggris menawarkan solusi-solusi serta model–model baru dalam pembelajaran Bahasa Inggris untuk SD. Model-model tersebut sering diadopsi oleh pemerintah untuk memperbaiki pola pengajaran Bahasa Inggris sebelumnya yang dianggap masih belum berterima untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Sayangnya prestasi yang diukur pada dasarnya masih berkisar pada kemampuan kognitif (Bloom, 1981:7), yaitu kecakapan Bahasa Inggris siswa, dan belum banyak berfokus pada pembentukan karakter (soft skill) mereka.
Pada dasarnya fungsi pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwa kepada tuhan, berhaklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab (Muchith, 2008:7). Model-model pembelajaran tersebut sudah barang tentu disesuaikan dengan kurikulum yang dicerminkan dalam rencana pembelajaran-rencana pembelajaran.
            Kedua hal tersebut akan membuat pembelajaran Bahasa Inggris menjadi rumit dan kompleks karena pembelajar harus memfokuskan perhatiannya pada dua hal, di antaranya (1) belajar pengetahuan bahasa Inggris (language); (2)   belajar budaya asing asing yang kompleks dan belum perlu diberikan perhatian ektra oleh pebelajar untuk meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa SD di Bali.   

II. Kajian Pustaka
a. Kebudayaan
Bahasa merupakan suatu sistem yang tidak terlepas dari sistem kebudayaan (Bawa, 1998: 273). Selain sebagai salah satu unsur kebudayaan, bahasa juga merupakan wadah unsur-unsur kebudayaan vokal, sehingga bahasa dapat digunakan sebagai alat komunikasi oleh manusia. 
Kebudayaan merupakan suatu sistem soaial yang terdiri dari sistem ideology, sistem sosial, sistem teknologi, dan sistem kebahasaan (Smith, 1973; Masinambow, 1985: 180-189). Dari pendapat tersebut dapat dikutip bahwa bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan tetapi bahasa juga sebagai sarana pergaulan sosial dan sebagai pelambang sistem budaya. Menurut Koentjaraningrat (1992: 2-8), kebudayaan memiliki tiga wujud, yaitu kebudayaan ideal, sistem sosial, dan kebudayaan fisik. Kebudayaan ideal merupakan wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan-gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan sebagainya. Sistem sosial merupakan wujud kebudayaan sebagai suatu kompleksitas aktivitas kelakuan yang berpola dari manusia dalam masyarakat. Kebudayaan fisik merupakan wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
            Jika dikaitkan dengan pembelajaran bahasa Inggris di SD di Bali, unsur budaya yang dimasukkan sebagai cakupan materi ajar adalah semua hal, seperti ide-ide, gagasan, nilai dan norma, peraturan, cara atau pola hidup, serta bentuk fisik, seperti tempat, bangunan, benda serta bentuk-bentuk fisik lainnya sebagai suatu hasil karya manusia. Cakupan materi ajar yang bersumber dari budaya lokal yang dimaksud adalah aturan-aturan, nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang sering dipraktekkan di masyarakat, kebiasaan di rumah tangga, kegiatan keagamaan, serta bentuk fisik seperti tempat pariwisata, objek pariwisata, tempat ibadah, fasilitas umum, penduduk lokal, keluarga dan lain sebagainya yang ada di Bali. Unsur-unsur budaya tersebut bisa dikemas dengan baik agar bisa dicakup dalam buku ajar Bahasa Inggris di SD.

b. Model Pembelajaran Bahasa Inggris di SD
            Menurut Halliday (1994) pada tingkatan umum pembelajaran bahasa adalah bertujuan untuk mencapai tiga hal yaitu fungsi makro bahasa, di antaranya: (1) untuk mampu menukarkan benda atau jasa antar sesamanya (transactional macro function), (2) untuk bersosialisasi dengan orang lain (interpersonal or social macro function), (3) untuk kenikmatan atau kesenangan (aesthetic macro function). Hal tersebut sangat nyata bisa dirasakan dalam kehidupan sehari-hari setiap manusia. Sebagai mahluk sosial, berinteraksi dengan sesama merupakan hal yang mutlak diperlukan setiap umat manusia. Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses (process) maupun lulusan (output) pendidikan (Muchith, 2008). Hasil pembelajaran sangat bergantung pada kemampuan pengajar dalam melaksanakan dan mengemas proses pembelajaran, di samping juga sumber daya siswa (input) itu sendiri.
            Pembelajaran bahasa Inggris di SD, seperti pembelajaran bahasa Inggris di tingkatan sekolah yang lebih tinggi atau di kursus-kursus bahasa Inggris, selalu menitikberatkan pada pembelajaran kaidah atau ilmu bahasa (language) dan pembelajaran keahlian (skill), Scriverner, (2005) dan Hamer (2006). Pembelajaran bahasa pengetahuan bahasa meliputi pembelajaran tatabahasa (grammar), fungsi-fungsi bahasa (language functions), kosakata (vocabulary), sedangkan keahlian dibedakan menjadi receptive skills seperti mendengar (Listening) dan membaca (reading) dan productive skills berbicara (speaking) dan menulis (writing).   
            Pembelajaran bahasa Inggris di SD dewasa ini cenderung menganut model pembelajaran konstrutivisme. Hal ini dapat dilihat dari diimplementasikannya kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Model ini sangat mengutamakan penguasaan atau kompetensi siswa terhadap topik pelajaran yang terkandung dalam kurikulum. Siswa diajarkan untuk bisa lebih mandiri dan mampu menumbuhkan rasa percaya diri dan mampu membuat konsep tentang pelajaran, menarik kesimpulan tentang apa yang telah dipelajarai. Guru mengajarkan hal baru dengan memanfaatkan kemampuan awal mahasiswa (prior knowledge) untuk memudahkan merekan dlam memahami konsep baru. Dengan sintak pembelajaran yang dibuat sedemikian rupa sehingga siswa bisa menimbulkan rasa percaya dirinya untuk berdiskusi, bertanya, berkonsultasi dengan guru tanpa merasa ada gap (Vygotsky, L.S. 1978). Pembelajaran konstruktivisme dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan terhadap lulusan, namum dalam kaitannya dengan pembelajaran Bahasa Inggris berkoteks budaya, model ini belum dirasa pas.
            Untuk menjawab persoalan tersebut, pembelajaran kontektual merupakan salah satu dari model yang lebih cocok diterapkan terkait dengan pembelajaran Bahasa Inggris berkonteks budaya. Pembelajaran kontekstual didasarkan pada empat pillar pendidikan yang dicanangkan UNESCO, yaitu learning to do, learning to know, learning to be, learning to live together (Dellor, 1999 dan Muchith, 2008:5), Learning to do dimaksudkan bahwa pembelajaran diupayakan untuk memberdayakan peserta didik agar mau dan mampu memperkaya pengalaman belajarnya. Learning to know adalah proses pembelajaran yang didisain dengan cara mengintensifkan interaksi dengan lingkungan baik lingkungan fisik, social dan budaya sehingga peserta didik mampu membangun pemahaman dan pengetahuan terhadap dunia di sekitarnya. Learning to be adalah proses pembelajaran yang diharapkan siswa mampu membangun pengetahuan dan kepercayaan dirinya. Learning to live together adalah bahwa pembelajaran lebih diarahkan pada upaya untuk membentuk kepribadian untuk memahami dan mengenal keragaman (kemajemukan) sehingga melahirkan sikap dan perilaku yang positif dalam merespon perbedaan-perbedaan atau keanekaragaman.
            Pandangan model pembelajaran kontekstual atau contextual teaching learning (CTL) sangat potensial diimplementasikan dalam pembelajaran Bahasa Inggris di SD karena dengan memberikan pembelajaran Bahasa Inggris dengan dimediasi budaya mereka sendiri, siswa akan mampu memahami dan menguasai kedua komponenn tadi, yaitu pengetahuan bahasa (knowledge or language) dan keahlian (skills) dengan lebih mudah. CTL adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pembelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan cultural) sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan atau konteks ke permasalahan atau konteks lainnya. CTL adalah proses pembelajaran yang bersifat holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya dengan terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya (Budiono dalam Sunandar, 2009: 61). Siswa tidak akan membuang banyak energi untuk memikirkan wujud konkrit dari kosa kata yang sudah diketahui wijudnya. Siswa akan mampu menggunakan kosa kata tersebut dalam konteks yang benar karena sudah terbiasa menggunakannya dalam bahasa ibunya (mother language). Siswa akan merasa lebih mudah untuk membuat kalimat-kalimat dengan formula apapun serta mudah untuk memverbalisasikan kosa kata atau kalimat-kalimat tersebut. Keahlian membaca, mendengar dan menulis akan juga dirasakan lebih mudah. Hal ini akan berbanding terbalik dengan tingkat capaian mereka jika pembelajaran bahasa Inggris tersebut dilakukan dengan menggunakan buku ajar yang memuat unsur-unsur budaya asing.

c. Kurikulum Bahasa Inggris SD
            Kurikulum merupakan komponen dalam pendidikan atau pembelajaran yang tidak boleh dilupakan. Kurikulum merupakan acuan (materi) yang perlu dipahamkan kepada siswa sehingga benar-benar terjadi perubahan dalam diri siswa baik perubahan aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik (Bloom, 1981:7, Muchith, 2008:11). Kurikulum secara umum dibedakan menjadi tiga, yaitu kurikulum potensial, kurikulum faktual, dan kurikulum tersembunyi. Kurukulum potensial adalah kurikulum yang ideal yang dicita-citakan, misalnya garis Garis Besar Program Pengajaran (GBBP) yang mengandung petunjuk pelaksanaan. Kurikulum faktual merupakan proses atau realitas guru dalam menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Yang termasuk kurikulum faktual adalah rencana pembelajaran (lesson plan), metode yang digunakan, sarana atau alat peraga.  Kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yaitu situasi atau realitas baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pembelajaran. Yang termasuk bagian dari kurikulum tersembunyi adalah karakteristik guru, perlengkapan atau sarana pendidikan, perlengkapan laboratorium. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang juga dikenal dengan Kurikulum 2004 adalah kurikulum dalam dunia pendidikan di Indonesia yang mulai diterapkan.
           

III. Pembahasan

a. Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa Inggris Berkonteks
    Budaya Lokal
Seperti telah diulas sebelumnya, buku ajar Bahasa Inggris yang dipakai di SD di Bali masih cenderung memuat unsur budaya asing. Konsekuensinya, cakupan materi ajar masih dirasakan asing dan susah dipahami. Model pembelajaran tersebut seyogyanya diintegrasikan dengan budaya Bali. Hampir seluruh materi ajar dari keempat komponen Bahasa Inggris, yaitu speaking, reading, writing, dan listening masih memasukkan cakupan komponen budaya asing. Teks dialog untuk bagian (speaking) yang digunakan masih membicarakan kegiatan akhir pekan orang luar negeri, tata cara kehidupan mereka, kedaan tempat luar negeri, dan lain sebagainya. Teks bacaan (reading) yang dimuat masih membicarakan hal-hal seperti keadaan negara luar, kota, sekolah, tempat-tempat umum lainnya. Teks untuk pelajaran mendengan (listening) masih memuat hal-hal seperti mengisi formulir tentang reservasi holet di Inggris, dialog antara petugas restaurang dan pembeli di suatu restauran di Australia. Teks menulis (writing) masih memuat deskripsi postur tubuh orang asing, contoh teks hasil writing tentang tempat favorit di Amerika, contoh teks tentang obat-obat tradisional di luar negeri, deskripsi sebuah restaurant di Eropa, perjalanan di Cina, dan sebagainya.     
            Untuk mewujudkan model pembelajaran Bahasa Inggris berkonteks budaya untuk siswa SD, semua unsur asing yang tercakup dalam buku ajar tersebut harus berpaling ke budaya Bali.  

b. Pengembangan-Pengembangan yang Perlu Dilakukan
            Ada beberapa hal prinsip yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan model pembelajaran berkontek budaya di antaranya sebagai berikut.

(1) Kurikulum Bahasa Inggris Berkonteks Budaya Bali di SD di Bali
            Kurikulum harus dirancang menjadi kurikulum terintegrasi (integrated curriculum). Kurikulum terintegrasi adalah kurikulum interdisipliner yang memuat berbagai tema serta aktivitas didalamnya. Kurikulum ini merupakan suatu pendekatan yang mempersiapkan siswa untuk belajar sepanjang masa. Kurikulum ini memandang bahwa pendidikan merupakan suatu proses untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan dengan materi tertentu yang masih belum jelas manfaatnya. Oleh karenanya memadukan aspek-aspek kebaasaan dengan asosiasi (tata cara sehari-hari) yang bermakna akan memudahkan siswa untuk mempelajari keduanya. Kurikulum ini memandang bahwa pembelajaran dan pendidikan merupakan suatu cara yang holistis serta mampu merefleksikan dunia yang berisifat interaktif. Cakupan topik atau temanya adalah berasal dari berbagai tema dengan berkonteks budaya dengan mengunakan serta untuk mempelajari konsep bahasa Inggris. Hal ini berarti bahwa siswa mempelajari bahasa Inggris dengan topik-topik bukan berasal dari bahasa Inggris, melainkan unsure budaya atau dengan kata lain siswa belajar tentang budaya Bali sambil belajar bahasa Inggris.   
            Ada beberapa keunggulan kurikulum terintegrasi atau interdisipliner, sebagai berikut; (1) siswa menemukan adanya hubungan yang erat antara ide-ide dan konsep kebahasaan karena mereka sudah merencanakan dan mengalami penelusuran berbasis tema; (2) hubungan antara topic-topik di sekolah dan di luar sekolah sangat jelas; (3) proses komunikasi menjadi lebih otentik karena terlibat dalam aktivitas pembelajaran berbasis tematis; (4) kerjasama antar teman kelas berkembang dengan baik melalui interaksi; (5) siswa akan lebih bertanggunggjawab terhadap, serta terlibat pembelajarannya sendiri; (6) guru akan bertindak lebih menjadi fasilitator dari pada seorang informan; (7) terbentuknya dan berkembangnya rasa bermasyarakat siswa lewat kegiatan siswa yang berbasis kerjasama; (8) terbentukknya berbagai pola-pola kerja kelompok secara alami; dan (9) penilaian bersifat otentik, berkesinambungan. 

(2) Materi Ajar Bahasa Inggris Berkonteks Budaya Bali di SD di Bali
            Materi ajar dikembangakn berdasarkan kurikulum yang ada. Materi ajar yang akan dipakai mendukung pembelajaran bahasa Inggris berkoteks budaya Bali. Pada dasarnya kurikulum terintegrasi atau kurikulum interdisipliner memuat hal-hal sebagai berikut: (1) gabungan dari pengetahuan atau tema yang menyangkut budaya Bali; (2) pembelajaran berbasis aktivitas seperti proyek (project) atau aktivitas yang dikerjakan berkelompok; (3) tema-tema diambil dari tema tentang budaya yang merupakan topik di luar buku teks bahasa Inggris; (4) ada hubungan yang erat di antara konsep-konsep bahasa Ingris yang dipelajari dengan tema tersebut. Semua jenis materi, baik teks dialog, teks bacaan, teks mendengar, serta teks menulis beserta latiahan-latihannya memuat tema yang berkaitan dengan budaya Bali. Hal ini digunakan karena akan sangat mempermudah pemahaman siswa tentang konsep kebahasaan yang sedang dipelajari.  

(3) Model Pembelajaran Bahasa Inggris SD Berkonteks Budaya Bali 
            Model pembelajaran ini diintegrasikan dengan metode kontekstual. Model pembelajaran berkonteks budaya Bali di SD ini bertujuan memotivasi siswa untuk memahami dan meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa dengan mengaitkan materi pembelajaran tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan cultural). Dalam hal ini siswa akan diajarkan konsep bahasa Inggris dengan menggunakan materi ajar berkonteks budaya Bali. Selain menguasai bahasa Inggris, siswa akan memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer dari satu permasalahan atau konteks ke permasalahan atau konteks lainnya. Pembelajaran ini akan bersifat holistik yang bertujuan untuk membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan mengaitkannya dengan terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dinamis dan fleksibel untuk mengkontruksi sendiri secara aktif pemahamannya.
Ada beberapa keunggulan model pembelajaran bahasa Inggris berkonteks budaya Bali di SD di Bali, yaitu sebagai berikut; (1) siswa tidak akan merasa terbebankan dengan diperkenalkannya budaya asing sebagai materi ajar; (2) kekayaan pengetahuan tentang budaya Bali yang sudah mereka kenal akan memperkaya kasanah kosa-kata mereka terhadap budaya tersebut yang akan membantu pemahaman (comprehension) mereka terhadap konsep bahasa Inggris yang sedang dipelajarinya; (3) adanya integrasi antara proses pembelajaran (larning) degan pendidikan (education) tentang budaya yang akan membuat mereka mampu memaknainya sebagai suatu proses yang bisa berlangsung sepanjang masa (long-life); (4) mengembangkan dan meningkatkan karakter, sifat (soft skill) mereka yang sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan kecerdasan emosi (emotional quotion) mereka; (5) pembelajaran akan lebih menyenangkan dan menarik karena mereka merasa mempelajari kekayaan daerah mereka.

c. Dampaknya Terhadap Eksistensi Budaya Global
            Pengembangan budaya global harus dimulai dari budaya-budaya kecil sebagai pendukungnya. Tanpa adanya keragaman dan kekayaan budaya lokal maka budaya nasional dan internasional tidak akan terbentuk. Ada beberapa hal yang bisa dihasilkan dari pengembangan model pembelajaran bahasa Inggris berkonteks budaya Bali di SD terhadap upaya pengembangan budaya global, di antaranya sebagai berikut.
(1)  Pencakupan budaya Bali dalam buku ajar bahasa Inggris SD mempercepat proses penguasaan bahasa Inggris mahasiswa karena pembelajaran tersebut berbasis kearifan lokal.
(2)  Pola tersebut juga akan secara langsung mempercepat penguasaan pengetahuan tentang budaya Bali siswa.
(3)  Kecakapan berbahasa Inggris siswa akan mendukung terjalinnya pergaulan-pergaulan internasional.
(4)  Dalam pergaulan nasional dan internasional siswa akan saling menukar pengalaman budaya dengan lawan tuturnya. Dalam hal ini proses pengayaan terhadap budaya nasiona dan dunia akan terbentuk.  
(5)  Pengguna buku ajar ini adalah bukan hanya masayarakat Bali namun bisa diakses oleh masyarakat nasional serta internasional sehingga mempercepat proses pengenalan budaya Bali ke masyarakat luas.

IV. Simpulan
            Pembelajaran bahasa Inggris berkoteks budaya Bali di SD di Bali sangat potensial untuk mendukung sosialisasi budaya local sehingga menjadi dikenal di tingkatv nasional maupun di dunia Internasional. Pengembangan model pembelajaran ini harus didukung oleh beberapa upaya, di antaranya sebagai berikut.
(1)  Pengembangan kurikulum. Kurikulum yang paling potensial diaplikasikan adalah kurikulum terintegrasi atau interdisipliner (integrated curriculum) yang memuat berbagai tema serta aktivitas, dan mengutamakan pengembangkan kemampuan-kemampuan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.
(2)    Materi ajar berbasis budaya Bali, yaitu gabungan dari pengetahuan atau tema yang menyangkut budaya Bali. Semua materi, baik teks dialog, teks bacaan, teks mendengar, serta teks menulis beserta latiahan-latihannya memuat tema yang berkaitan dengan budaya Bali.
(3)  Model pembelajaran ini diintegrasikan dengan metode kontekstual. Model pembelajaran berkonteks budaya Bali di SD ini bertujuan memotivasi siswa untuk memahami dan meningkatkan kompetensi bahasa Inggris siswa dengan mengaitkan materi pembelajaran tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan cultural).
                               

DAFTAR PUSTAKA

Bawa, I Wayan. 1998. Prosews dan Protes Budaya. Persembahan untuk Ngurah Bagus. Denpasar: PT. Offset BP Denpasar.

Bloom, B.S (Ed). 1984. Taxonomy of Educational Objectives. New York: Longman, Inc

Masinambow. 1998. Linguastika Universias Udayana: Denpasar: Udayana

Muchith, M. Saekhan. 2008. Pembelajaran Kontekstual: Semarang: RaSIL Media Group

Vygotsky, L.S. 1978.  Mind in Society. Cambridge, MA: Harvard University Press.


Ni Ketut Suciani*

Politeknik Negeri Bali

I Made Subur*
Fakultas Sastra, Universitas Warmadewa

I Made Rai Jaya Widanta*
rai_widanta@yahoo.com

Politeknik Negeri Bali
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
NEXT ARTICLE Next Post
PREVIOUS ARTICLE Previous Post
 

Delivered by FeedBurner

-->